24 (end)

724 95 29
                                    

Hayii happy reading..
Ini sisa sepenggal kisah ana aja kok hhe..
Btw buat yg berharap ini mimpi ana, buang jauh jauh harapan kalian haha.

☁️☁️☁️

12 November bersama hujannya mungkin sudah berlalu, tapi rasa kehilangan itu masih sangat terasa.

Pagi ini, ana masih bergelut dengan selimut tebalnya dia tas ranjang, yuna juga sang ayah tak ingin membangunkan gadis itu, biarlah ia beristirahat cukup, kemarin pasti sangat melelahkan pikirnya.

Tidak seperti biasanya, tanpa kehadiran nya, banyak kebiasaan kebiasaan yang hilang, tak ada lagi yang membangunkannya dengan jahil, tak ada juga yang sibuk menyepam chat pagi pagi.

Ana sudah bangun, bahkan sejak pukul 2 pagi, hanya saja ia sibuk berkelana dengan pikirannya.

Bisakah ia melewati hari tanpa kehadirannya?.
Bisakah ia melawan kenangan semua tentang dia?.

Jujur saja ana tidak suka berlarut-larut dalam kesedihan seperti ini, tapi ia tidak ingin munafik kali ini, dirinya benar benar masih tidak percaya, dan juga masih berharap kalau ini hanya mimpi buruknya.

Dari banyaknya kenangan yang sudah melintas di pikiran gadis itu sejak kemarin, pagi ini ia teringat percakapannya dengan dia.

Sore itu di dapur rumah lama Ana, shuyang membantu pemilik rumah merapihkan dapur.

Ana sedang memindahkan chicken dari dalam kotak kedalam piring, dan shuyang tengah memotong apel yang ia ambil dari kulkas.

"Na, kok ayam nya di makan, kasian tau" seperti biasanya, cowok itu selalu bisa membuat ana kesal.

"Ya kan udah jadi makanan, tapi iya juga kasihan.." bukannya marah ana malah ikut kasihan.

"Kenapa si harus jadi makanan, dan dia makhluk hidup, makan yang lain aja harusnya kan ada buah buahan, sayuran" ana mulai mengoceh sembari mencuci piring.

"Buah sama sayur juga makhluk hidup ndek" sedikit terkekeh, yang suara itu pasti sekarang sangat ana rindukan.

"Lho, iya juga"

Shuyang menyuapi ana sepotong apel sembari berkata, "itu namanya takdir, semua pada kodratnya masing masing, sama kayak manusia, punya posisinya masing masing, dan udah di atur dari sananya"

Ana manggut-manggut memahami ucapan cowok ini, "walau kadang takdir itu gak baik?"

Lagi dan lagi shuyang tersenyum, senyum yang selalu berhasil membuat ana teduh setiap kali melihatnya, lalu sambil mengangguk ia berkata lagi, "iya, walau itu buruk, itu tetap takdir, ya semua takdir gak tetap, ada juga yang bisa di rubah, tapi untuk kematian, jodoh dan usia itu gak bisa di ubah, kalau misal nanti kamu merasakannya, jangan pernah menghakimi takdir ya ndek, pada dasarnya takdir tau yang terbaik"

Kalau biasanya akan ada ejekan, disaat saat seperti ini ana selalu mencoba mencerna semua perkataan nya.

Tak salah memang ia memilih shuyang, karna cowok itu juga bukan hanya seorang fuckboy sekolah saja.

Disini, di atas kasur ana tersenyum getir, membiarkan kenangan kenangan lain hinggap tanpa izin di kepalanya.

"Shuyang benar, seburuk apapun takdir, ana gak boleh menghakiminya" dirinya tersenyum dengan segala arti.

"Ana memang gak pernah menghakimi takdir, tapi kali ini takdir benar benar jahat" selain menangis apa yang bisa ia lakukan sekarang?.

Mungkin hari ini semua temannya sudah bisa masuk sekolah dengan normal seperti biasanya, tapi ia masih tidak siap menerima kenangan lain disana.

Fuckboy Ren shuyang 2 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang