Seperti biasa, happy reading ya!!
Jangan lupa vote.☁️☁️☁️
Memang betul kalau Ana sudah mengikhlaskan kepergian kekasihnya, hanya saja rasa rindu tak bisa dia tangkal, hampir setiap hari ia merindukan sosok si pemilik senyum manis itu.
Bulan November bersama hujannya sudah berlalu, bunda juga sudah mengetahui kabar buruk ini, mengingat itu rasanya sesak, melihat bunda menangis tersedu-sedu di depan pusara sang anak.
Saat itu ana hanya bisa diam dengan derasnya air mata yang mengalir, rasa kehilangan kembali dirasa.
Walau masih terus teringat, kini dirinya sudah tegar, bahkan setiap ia datang ke pusara Shuyang, ia sudah tak menitikkan air mata lagi, sama seperti sekarang.
"Selamat sore si raja gombal, pagi ini cerah banget, tapi mingrui sama mingzha masih sama kayak sebelumnya, gak bisa akur" Ana menaruh bunga matahari di atas pusara Shuyang.
"Oh ya!, Kamu tau gak si, bohay ngehamilin kucing pak RT lagi, terus ditinggal gitu aja, kan gak bertanggung jawab banget, udah gitu ya itu kucing udah hamil besar, sering banget kerumah seakan bilang 'mana bapak dari anak anak gue', kan serem, besok besok aku bakal didik bohay menjadi kucing serta lelaki yang bertanggungjawab!" Setelahnya Ana tersenyum kecil.
Memang, setiap kali ia berkunjung kesini rutin, dirinya akan bercerita panjang lebar, seakan melepas beban yang ia rangkul di pundak sendirian.
Walau tak pernah ada jawaban, ia merasa beban itu terangkat semua, tak jarang orang menatapnya aneh, tapi persetan dengan itu, yang penting ia bisa melepas rindu.
"Nanti kalau bohay udah jadi kucing yang bijaksana, aku balik lagi ngabarin kamu, udah sore aku pulang dulu ya, oh ya sama seperti terakhir kali aku kemari, i love you, always love you" bunga Kamboja yang tumbuh di atas pusara kekasihnya goyang tertiup angin sore, sejuk selalu begitu.
Setelahnya Ana bangkit dan berjalan perlahan meninggalkan makam Shuyang, ini kali kedua dalam seminggu ia datang kesini hanya untuk menceritakan keluh kesahnya.
Langit mulai menjingga, menandakan hari sudah sore, matahari akan segera terbenam digantikan bulan namun gadis itu baru saja keluar dari area makam, bingung mau pulang naik apa.
Tapi sepertinya dewi Fortuna sedang berpihak padanya, mobil hitam berhenti tepat di depannya, lalu tak lama muncul wajah Mayleen di balik kaca.
"Ana!, Habis dari makam Shuyang?" Tanya Mayleen dia angguki sang empu.
"Mau nebeng na?, Udah sore" tumben sekali Zeyu menawarkan, biasanya nih ya, bocah itu tuh gak mau di ganggu waktu berdua nya.
"Leen, pagi tadi lo gak salah ngasih makan suami lo kan?, Kok tumben" Mayleen tertawa mendengarnya, senang bisa melihat ana kembali ceria.
"Kayaknya ketabur sianida deh nasi goreng tadi pagi" Mayleen membalas bergurau.
"Sembarang, mati dong gue!" Zeyu menyela, enak saja mengejeknya.
"Bercanda elah jey, yauda gue nebeng" tak ingin dan memang tak suka basa basi, Ana langsung saja masuk lalu duduk di belakang kursi kemudi.
Keheningan menyapa mereka, Mayleen mulanya ingin mengajak berbicara, tapi melihat raut wajah temannya itu, ia mengurungkan.
Dalam diamnya Zeyu, cowok itu memang tidak seperti Ana ataupun mingrui dan Dianjia yang selalu datang rutin kemari hanya untuk menyapa sahabatnya itu.
Tapi Zeyu juga terpukul begitu seperti yang lainnya, ia merasa kehilangan yang larut, rasanya sudah terlambat untuk berandai-andai.
Tak ada lagi yang bisa mereka lakukan, selain mengenang semua yang pernah mereka lalui sebelumnya, Zeyu tahu betul Shuyang bukan pria yang mudah menyerah, bukan pria buaya yang hanya bisa mengeluarkan kata kata untuk memikat gadis, tidak, Zeyu paham betul jatuh bangunnya Shuyang saat kepergian Risa beberapa tahun silam, juga kepergian sang ayah, padahal bocah itu pernah berkata dengan bersungut-sungut "Gue tuh gak suka tau merasa kehilangan!!, Kalau mau pergi tuh seengaknya bilang!" Saat itu Shuyang emosi sebab Mingrui pergi tanpa kabar selama berhari hari alias kabur hanya untuk membuat keduanya repot, tapi kini dia yang membuat kehilangan itu sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fuckboy Ren shuyang 2 (END)
FanfictionLEBIH BAIK BACA FUCKBOI 1 DULU ^^ "Na, lo bertahan hidup untuk apa?" Tanya shuyang dengan nada yang berbeda dari biasanya. Ana diam sebentar, "Orang orang yang gue sayang, karna gue tau gimana rasanya kehilangan" shuyang tertegun mendengarnya. "Kala...