17. Melepas Rindu

602 38 1
                                    

HappyReading!!

*****

Saat ini Alta berada di salah satu cafe bertujuan untuk menemui seseorang yang sangat dia rindukan. Dia duduk di meja yang terletak di ujung cafe dekat dengan jendela sehingga dia bisa jelas melihat kendaraan yang lalu-lalang di jalan.

Dia sudah tidak sabar bertemu dengan seseorang yang sangat dia rindukan itu, ditemani dengan segelas jus mangga kesukannya. Sesekali melihat pergelangan tangan yang terbalut dengan sebuah jam.

Sudah sekitar 30 menit dia menunggu, tapi orang itu belum datang juga.

Tin

Bunyi bell pintu tanda ada pengunjung yang memasuki cafe membuat dia dengan spontan mengarahkan pandangan, berharap orang yang baru saja membunyikan itu adalah orang yang sedari tadi ditunggunya.

Dan yah...

Ternyata bukan dia.

Hufft

Alta menghembuskan nafas lelah, kira-kira berapa lama lagi dia akan menunggu, memilih kembali melihat keluar jendela.

Ternyata benar menunggu itu tidak enak dan membosankan, malah capek lagi.

Tin

Mendengar bel pintu kembali berbunyi, Alta memilih tidak melihat kearah pintu lagi. Capek dengan expektasi sendiri.

Citt

Decitan dari suara kursi yang tergeser membuat Alta menolehkan kepala kesamping. Didepannya duduk seorang pemuda tanpan dengan setelan formal, matanya sedikit berkaca saat tatapan mereka bertemu.

"Hkemm, jadi kamu beneran Alta. Adik saya?" Tanya pemuda tersebut.

Alta segera mengubah ekspresinya. Dan menganggukkan kepala. Pemuda itu langsung berdiri dari kursinya dan memeluk Alta dengan erat, air matanya tidak bisa dicegah untuk jatuh.

Alta membalas tak kalah erat pelukan itu, mereka mengabaikan semua tatapan para pengunjung cafe ini.

"Hiks... Ab-bang, Alta kan--ngen." Lirih Alta.

Yah dia Alfa Abang dari Alta. Sepulang sekolah tadi Alta memutuskan menghubungi Abangnya untuk bertemu di cafe, memutuskan akan memberi tau semuanya.

Setelah beberapa saat akhirnya mereka melepas pelukan mereka.

*****

"Kenapa kamu nggak bilang dek, kalau kamu masih hidup walau walau kamu ada di tubuh yang berbeda?" Tadi saat setelah mereka melepas pelukan masing-masing, Alta menceritakan semua tentang bagaimana dia bisa berada di tubuh Tasya pada abangnya.

"Maaf kak, aku nggak maksud gitu. Tapi, tubuh ini juga ada keluarga dan aku nggak tau harus gimana." Jujur Alta dengan kepala yang tertunduk.

"Hei, jangan nunduk sayang." Alfa menarik dagu adik nya agar tidak menunduk lagi. Itu bukan Alta, Alta Aurbey Devision tidak pernah menunduk. Pengecualian untuk orang yang dia sayang.

"Bang, Papa sama Mama baik-baik aja kan?" Tanya  Alta dengan suara menahan tangis.

Alfa menatap adiknya sendu. "Mama selalu sakit kalau ingat kamu dek, dan Papa dia baik-baik aja. Walaupun abang tau dia pasti masih merasa sangat kehilangan kamu." Lirih Alfa dengan senyum tipis dan mata yang berkaca-kaca.

Alta New LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang