HAPPY READING📖
---------------------------------------------
"Apa lagi yang mau kau bicarakan?" tanya Jay tanpa basa-basi setelah pintu apartemen Casey terbuka dan menampilkan keberadaan wanita itu yang masih dipenuhi riasan. Ia sengaja ke sini setelah melihat pesan ajakan Casey untuk ke apartemennya karena perempuan itu ingin menunjukkan sesuatu lagi yang tidak akan dikirimkan melalui pesan ponsel.
"Sabar, Sayang. Mau masuk?"
"Aku tidak meladeni basa-basi sampahmu."
"Wait, kau sangat tidak sabar sekali." Casey tertawa kecil sembari berkedip genit. Setelahnya, ia merogoh saku dengan ekspresi menggoda dan jemari lentik yang diberi polesan pada kuku, menggeser layar ponsel, mencari sesuatu yang akan ditunjukan pada pria beristri itu.
"Kau yakin ingin melihatnya?" Casey mengulur waktu. Ia tidak akan secepat itu untuk memberikan apa yang Jay inginkan. Ia mau keduanya semakin berantakan seperti kaca pecah. Sejak insiden ia dipermalukan berkali-kali oleh Zoe, kebencian pada perempuan Asia itu tidak pernah memudar sedikipun. Baginya, Zoe sudah terlalu sombong karena mendapatkan Jay dengan cinya yang besar. Tapi, tidak untuk sekarang. Ia akan memberikan hadiah pernikahan yang tidak pernah ia berikan sebelumnya untuk mereka. Dan inilah saatnya.
"Lebih baik aku pergi. Sepertinya itu hanya jebakanmu karena aku tahu kau sama sekali tidak pernah menyukai istriku."
Bukan ini yang Casey inginkan. Ia menginginkan drama besar untuk mereka dan ia ingin Zoe merasakan sakitnya terabaikan.
"Kau masih mempercayai istrimu? Sebegitu besar cintamu untuknya, tapi dia mempermainkan cintamu? Kau yakin dengan pernikahanmu ini? Kau tidak merasa ada yang salah?" Casey masih berusaha tenang, meskipun sekarang ini ia dilanda ketakutan karena wajah memerah Jay.
"Urusan rumah tanggaku menjadi urusan kami, bukan urusanmu! Aku seharusnya tidak percaya pada apa yang kau katakan dalam hubungan kami. Seharusnya aku tidak termakan provokasi bodohmu!"
"Kau bilang aku memprovokasi? Matamu yang harus terbuka lebar! Kau sudah dibutakan cintamu pada istri tak tahu diri itu! Aku berusaha menyelamatkanmu, tapi ini balasanmu padaku? Ini balasanmu pada orang yang membantu untuk menunjukkan seberapa buruk istrimu di belakangmu?" Lama-kelamaan, Casey tak sanggup lagi bersikap santai. Jika ia tetap berlagak biasa, bisa saja Jay tak percaya. Jadi, ia harus menunjukkan keyakinan bahwa ia adalah malaikat penolong pada pria yang sedang di ambang keraguan.
"Istriku tidak akan pernah mengkhianatiku! Bukan sepertimu! Foto sialan yang kau kirimkan tidak akan mengubah apa pun!"
"Ini berbeda, Jay! Si pendek itu mengkhianatimu!" tekan Casey dengan napas ngos-ngosan. Sulit sekali meyakinkan Jay. Ia pikir Jay datang ke sini karena telah mempercayainya dan ia dengan mudah memberikan tambahan racun. Tapi malah kenapa mereka beragumen sekarang?
"Tutup mulutmu, Casey! Dia istriku! Menghinanya sekali lagi, aku akan merobek mulutmu!"
"Dia berselingkuh! Bahkan bisa saja dia akan memiliki anak dari dosen itu. Kau mempercayai istrimu 100 persen? Kau sangat yakin dia tidak mengkhianatimu?"
Jay terkekeh. "Kau pikir aku percaya? Sudah berapa banyak cara untuk memisahkan kami, tetap saja tidak bisa."
Kali ini giliran Casey yang terkekeh. "Seyakin itu? Sepertinya saat kau melihat ini, pandanganmu terhadap istrimu akan berubah."
Mimik Jay mulai berubah. Ia selalu meyakini sejuta persen tidak akan ada pengkhianatan. Apalagi dari mulut busuk Casey yang selalu mencoba memisahkan mereka. Bahkan saat tuduhan itu dilayangkan, ia bertanya langsung pada Zoe. Setelah mendapatkan jawaban memuaskan dari Zoe, ia percaya. Ya, sebesar itulah kepercayaannya pada si mungil, meskipun tadi ia sempat terpancing emosi. Ia hanya kesal karena Zoe memilih menghabiskan banyak waktu dan mengabaikannya. Ditambah foto kiriman Casey tadi, membuat ia marah.
Mendengar itu, Casey berhenti mengulur waktu. Ia membuka ponsel dan menunjukkan video yang akan menjelaskan semuanya dan memenangkan perdebatan bodoh mereka. Ia sudah menjelaskan, dan biarkan video ini memperjelas.
Hati yang remuk, semakin remuk karena penyebnya tetap sama. Kepalan tangan tak meredakan apa-apa. Kepala ini sudah terlalu penuh dan siap untuk meledak kapan saja. Saking tak percaya dengan apa yang dilihat, Jay memilih pergi. Ia tak sanggup lagi untuk melihat. Ia tidak memiliki keberanian untuk membela bahwa Zoe benar-benar setia. Kesetiannya telah dipermainkan begitu mudah karena kehadiran dua orang asing.
Sebegitu mudah?
Jay membanting pintu mobil setelah masuk, meluapkan kemarahan yang tidak bisa ia salurkan pada siapa pun. Apa yang ia lihat tadi sungguh menyakitkan. Tidak pernah sekalipun ia meragukan cintanya. Tidak pernah sekalipun ia meragukan kesetiaan istrinya. Tidak pernah sedikitpun ia berpikir bahwa hal ini akan terjadi. Tapi sekarang? Keraguan yang tidak pernah terpikirkan itu telah hadir membawa bencana.
Ia meremas kasar dada yang tiba-tiba nyeri. Sakit sekali sampai ia tidak tahan untuk tidak menangis. Jika berpisah dengan Zoe memang menyakitkan, kebenaran saat tahu Zoe menjalin hubungan dengan orang lain amat mematikan hingga ia tidak bisa menghirup udara dengan benar.
Pikirannya benar-benar kacau. Ia tidak ingin kembali. Ia ingin pergi ke mana pun asal tidak melihat Zoe hari ini. Ia tidak akan sanggup melihat wajah terluka Zoe saat ia memakinya tadi. Ia bahkan sekarang meragukan apakah Zoe benar-benar terluka atau hanya berpura-pura.
Ia sudah tidak tahu apakah sekarang ini Zoe adalah sosok yang tulus atau ular berbisa yang akan mematuk jika ia lengah. Ia hampir tak mengenal istrinya setelah apa yang Zoe lakukan karena ini semua gila.
"Why you do this to me?" gumam Jay sembari meletakkan kepala di setir mobil, memasrahkan kisah cinta yang akan hancur. Setelah semua cinta yang ia berikan, kenapa Zoe tega melakukannya? Berciuman dengan pria lain, selain dirinya?
***
Zoe tak henti-henti menangis karena sampai sore pun, Jay tidak pulang. Ia sedari tadi mondar-mandir, untuk memastikasn mobil itu akan tiba di depan rumah.
Ia akui ini kesalahannya. Kesalahan besar karena ia tidak mengabari Jay bahwa ia akan pergi bersama Marco dan Randy. Kesalahan besar karena ia tidak jujur. Ia bodoh dan ia tidak membenarkan kebodohannya. Ia akan berlutut, mencium kaki—bila perlu—agar Jay memaafkannya.
Ia bahkan sekarang ini tidak tahu apakah ia berhak dimaafkan atau tidak. Semalam mereka sudah baik-baik saja, tapi karena kesalahan kecil ini, mereka bertengkar.
"Jay, please come home." Tak bisa dielakkan jika pikiran buruk menghampiri tanpa izin. Ia takut terjadi sesuatu yang buruk di luar sana karena kondisi amarah Jay yang belum stabil.
Jay meninggalkan ponsel yang sepertinya sebagai upaya lelaki itu untuk membalas dendam karena tadi ia juga tidak membawa ponsel. Bahkan saat melihat ponselnya, Jay menghubunginya hampir 20 kali yang berakhir sebagai panggilan tak terjawab.
Kaki mungil itu luruh, terjatuh ke lantai dengan isak tangis semakin keras.
"Apa yang kulakukan?" gumaman sembari menenggelamkan kepala di antara lutut. Ia hanya perlu menunggu Jay pulang dan menjelaskan banyak hal.
Ia takut. Ia takut Jay akan meninggalkannya. Ia takut Jay tidak lagi mencintainya.
Dan ia takut kesalahpahaman ini tidak diluruskan karena mereka berpisah.
.
.
.
TO BE CONTINUED
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Mistress and Big Lord
RomancePertama kali publish : 7 November 2021 #SERIES KEDUA ASSISTANT FOR A YEAR# . Keduanya sudah terikat, tak terelakkan perdebatan kecil, keraguan, hingga kemarahan terbesar akhirnya tersulut. Jay yang pemarah, pencemburu akut, egois, dihadapkan dengan...