Chapter - 30. Tell The Feeling

66 4 0
                                    

HAPPY READING 📖

------------------------------------------

"Maaf jika aku agak lancang. Apa memang tidak masalah kau selalu datang ke rumahku? Suamimu tahu?" Marco membuka percakapan setelah hampir sepuluh menit dilanda keheningan.

Zoe menoleh, lalu memberi senyum tipis. "Ya, dia tahu."

"Jujur, aku sama sekali tidak enak untuk ini. Seharusnya Randy tidak selalu memintamu datang."

"Tidak masalah. Randy anak yang manis. Sulit untuk mengabaikan anak manis sepertinya." Kali ini senyum Zoe melebar. Ia tidak berbohong jika sulit untuk mengabaikan Randy. Anak itu sama sekali tidak menyusahkan. Dia cerdas dan cekatan. Saat ia kesusahan dan butuh pertolongan, Randy begitu peka dan langsung membantu. Bagaimana ia tidak jatuh hati?

"Ya, dia memang anak yang manis dan aku beruntung memilikinya. Kau tahu, saat aku menceritakan tentang keberadaan ibunya, aku harus berpikir seribu kali sampai tidak bisa tidur karena memikirkan kata-kata apa yang harus kusampaikan. Kata-kata apa yang bisa dimengerti anak sekecil itu. Saat aku susah payah memberitahu, reaksinya membuatku terkejut. Dia langsung memelukku dan berkata, selagi Daddy ada di sisiku, aku tidak mau apa pun. Semua akan baik-baik saja kalau Daddy selalu bersamaku. Bayangkan bagaimana perasaanku saat itu? Dan akhirnya aku menangis. Dia juga." Dari samping, Zoe dapat melihat Marco menerawang, menceritakan moment manis yang jika ia alami pun, tidak akan pernah terlupakan. Hatinya akan terus meleleh karena perlakuan yang tak terduga.

"Kau beruntung, ya." Zoe berkomentar dengan mata berbinar.

"Sangat beruntung." Marco menoleh sekilas dan tersenyum, setelahnya ia kembali fokus ke depan karena tahu wajah Zoe begitu candu untuk dipandang. Jika pikirannya mulai tidak waras, sudah dipastikan jalan yang agak sepi ini bisa menjadi bukti mereka terluka.

"Aku selalu berharap suatu hari nanti saat aku punya anak, anakku akan memiliki sikap dewasa seperti Randy. Tapi aku merasa tidak bisa. Tabiatku bukan penurut, begitupun Jay. Ya, hanya bisa menerima nasib." Zoe tertawa kecil. "Aku sangat bahagia sekali bisa memiliki kehidupan seperti ini. Awal pertemuanku dengan Jay sangat-sangat tidak menyenangkan. Dia membenciku, berniat memecatku menjadi asistennya, tapi aku menyukainya. Sebenarnya bukan suka bagaimana. Dia adalah idolaku. Jadi aku menyukai fisiknya. Tapi lama -kelamaan, aku menyukai hidup bersamanya. Dan ya, inilah akhir kami berdua. Semoga saja tetap begini selamanya."

Marco tidak percaya dengan penglihatannya karena ia menangkap ada gurat kesedihan dari ekspresi Zoe. Ia tidak ingin bertanya, membiarkan Zoe menceritakannya sendiri. Tapi, ia cukup takjub karena sekarang, Zoe menanyainya dengan nada riang. Mudah sekali emosinya terganti.

"Oh, kalau kau bagaimana? Tidak ingin mencari ibu baru untuk Randy? Kau masih muda, masih tampan, dan gagah. Pasti banyak yang menyukaimu. Kurasa di kampus, kau adalah dosen idola. Tebakanku benar?" Zoe memiringkan tubuhnya, ingin mendengar cerita Marco seputar kampus. Mungkin ia akan menanyakan banyak hal mengenai dunia pendidikan yang sudah lama tidak ia sentuh.

Marco tertawa. "Bisa dibilang begitu. Karena dosen muda di kampus hanya aku. Selebihnya yang sudah berumur."

"Wow! Sudah kuduga! Kau pasti incaran perempuan cantik dan seksi. Gila! Kau itu tampan sekali! Kau bisa memilih perempuan mana yang kau sukai. Perempuan yang mengejarmu pasti juga bukan perempuan yang biasa-biasa saja. Mereka pasti cantik-cantik. Kau beruntung sekali, ya."

Marco menggeleng kecil dan berkata ambigu, "Sayangnya perempuan yang kusukai tidak mengejarku. Bahkan sulit digapai. Jadi, kurasa ketampananku tidak bisa meraih hatinya?"

"Siapa bilang? Mana orangnya? Aku akan membantumu mendapatkannya." Zoe antusias kalau urusan percomblangan ini. Ia tidak sabar memberikan Randy ibu baru. Apalagi kalau Marco juga suka, pasti Marco akan lebih berusaha untuk membuat perempuan itu bahagia.

Little Mistress and Big LordTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang