HAPPY READING 📖
-----------------------------------------------
Saat Zoe menutup pintu, tatapannya langsung terarah pada Jay yang berdiri tegap sembari bersedekap dada, menatapnya malas.
Sebelum ia membuka suara, Jay melenggang pergi memasuki kamar. Padahal ia hanya ingin bertanya. Jika Jay marah, ia akan memberitahu. Ia menghela napas dan ikut memasuki kamar untuk membersihkan diri.
Ia melihat Jay langsung berbaring miring dan terpejam. Ia pun tidak tahu entah sampai kapan sesi diam-diaman ini akan berakhir.
Setiba di kamar mandi yang langsung menghadap kaca, ia membola karena menyadari bahwa pakaiannya adalah pakaian Marco dan pakaiannya sendiri tertinggal manis di rumah mereka.
"Shit!" umpatnya sembari memejam, merutuki kebodohan dan kecerobohan. Pantas saja Jay kesal. Tapi ia harus bagaimana? Apa ia harus membangunkan Jay untuk meluruskan masalah mereka? Tapi jika mengingat siang tadi, Jay juga melakukan hal yang bahkan lebih buruk. Ia bukan berniat balas dendam, tapi ia merasa mengapa Jay harus marah jika lelaki itu pun melakukan yang lebih parah?
Ya, sudahlah. Isi pikirannya berusaha netral. Toh, tidak ada gunanya untuk berdebat. Besok mereka akan kembali ke runititas masing-masing dan ia juga lelah sekali. Sekarang ia hanya ingin tidur, walaupun pikirannya tidak tenang. Bagaimana bisa tenang jika hubungan mereka semakin buruk setiap harinya?
Zoe bersiap untuk beristirahat, melihat punggung telanjang Jay yang memunggunginya. Ingin sekali ia dekap dan mengatakan jika ia rindu. Tapi apa daya, ia tidak memiliki nyali sebesar itu apalagi setelah masalah yang mereka hadapi.
Keduanya tertidur saling memunggungi. Untuk pertama kali, permusuhan itu seolah keluar dan menunjukkan siapa yang terkuat dan bisa saling mengalahkan. Namun, bukan itu. Keduanya telah diracuni oleh kesalahpahaman. Tidak ada lagi Jay dan Zoe yang menghabiskan malamnya dengan cerita dan tawa. Tidak ada lagi Jay dan Zoe yang saling melempar godaan hingga tertidur. Hanya ada keheningan dengan dinding yang perlahan terbangun dan berdiri kokoh.
Zoe merasakan ranjangnya bergerak dan mendengar dengkusan yang cukup keras. Ia ingin menoleh, namun tidak bisa. Seolah ada yang menahan kepalanya. Alhasil, ia tetap berdiam diri dengan posisi miring dan mata terbuka.
Jay pula telah berdiri dan memejam sejenak. Ia melangkah pasti ke arah pintu dan keluar. Tempat yang ingin dituju adalah ruang tamu. Lebih baik ia menghabiskan waktu di sana daripada tidur di sebelah Zoe. Yang ada, bukannya tidur, matanya akan tetap terbuka karena kepalanya terus berdebat hal tak penting. Dalam hati secuil harapan Zoe akan memanggilnya, ternyata tidak. Jadi ia terus berjalan dan sampai pada sofa.
Ia mendaratkan tubuh besarnya di tempat yang hanya bisa menampung separuh tubuh, kakinya ia letakkan di tepi sofa hingga terangkat sedikit. Tangannya ia letakkan di dahi kemudian memejamkan mata. Sial! Rasanya sulit sekali untuk tidur. Bahkan ia tak bisa merasakan kantuk. Kepalanya hanya dipenuhi adegan pertengkaran dan kata-kata yang ingin ia lontarkan pada Zoe. Hanya itu.
Bagaimana bisa Zoe menggunakan pakaian pria lain? Apa Zoe sudah tidur dengan Marco, sehingga begitu tidak merasa bersalah? Dan apa ini, larut malam Zoe baru pulang hanya karena anak kecil yang tidak punya ibu itu? Ia benar-benar kesal dan kekesalan ini hampir membuatnya gila. Begitu mudah Zoe masuk ke pelukan orang lain tanpa memikirkan pernikahan mereka. Ini baru berjalan lima bulan, tapi badai yang menerpa sudah seperti ini. Ia bahkan tidak yakin, apakah ini sudah seharusnya tetap dilanjutkan atau berakhir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Mistress and Big Lord
RomansaPertama kali publish : 7 November 2021 #SERIES KEDUA ASSISTANT FOR A YEAR# . Keduanya sudah terikat, tak terelakkan perdebatan kecil, keraguan, hingga kemarahan terbesar akhirnya tersulut. Jay yang pemarah, pencemburu akut, egois, dihadapkan dengan...