Chapter - 11. She's Beautiful, Daddy

157 9 0
                                    

HAPPY READING 📖

--------------------------------------------

Zoe memberikan kecup jauh dengan genit yang langsung dibalas Jay berupa gerakan menangkap, kemudian menguncupkan kelima jemarinya dan menempelkan ujungnya ke bibir. Matanya berkedip menggoda hingga Zoe langsung membentuk gambar love dengan kedua tangannya. Di sana pula, Jay tersenyum hingga Ben yang di samping Zoe, menggelengkan kepala.

"Pacaran saja terus! Dasar tidak tahu tempat!"

Zoe yang merasa dicibir, mengalihkan tatapan dari Jay ke Ben. Ia mendongak dengan bibir bawah yang dimajukan dan dahi yang dikerutkan, seolah tak suka.

"Iri bilang!"

"Iri?" Ben tertawa sumbang. "Iri? Dalam mimpi aku iri pada pasangan labil seperti kalian."

"Kau tahu, Ben. Kalau perempuan sudah menjadi istri apalagi ibu-ibu, kekuatan untuk baku hantam bisa mengalahkan petinju. Mau merasakannya?" Zoe memandang dengan tatapan sinis.

Ben mendengkus remeh. "Masa bodoh."

"Bilang saja kau iri. Kau tidak bisa bermesraan dengan Zeya, kan? Haha, kasian," ejek Zoe sembari tertawa dengan telunjuk yang bergerak-gerak di depan wajah Ben.

Melihat mata Ben yang melotot, Zoe langsung bersedekap. "Apa? Mau marah? Haha, kasian." Telapak tangan kirinya menepuk dada Ben sekilas. "Kau mau aku menggodamu juga, Ben? Kau mau aku memberimu perhatian?" Dapat ia lihat ada sirat ketertarikan dari pertanyaannya saat Ben mengerutkan alis setipis mungkin dan menatapnya penasaran.

Sudut bibir Zoe tertarik ke atas. "Dalam. Mimpimu." Dalam beberapa detik ia berbalik dan meninggalkan Ben yang mengubah tatapan itu menjadi kesal. Sekesal-kesalnya. Entah mengapa dulu Jay yang begitu mengesalkan dan Zoe begitu kalem, kini keduanya seperti anak-anak. Sama-sama mengesalkan. Entah apa yang mereka lakukan hingga tabiat itu bisa sama.

"Apa dosaku, Tuhan," gumamnya sembari menggeleng. Kepalanya agak berdenyut menghadapi mereka. Untung saja tidak tiap detik, meskipun setiap hari. Jika iya, ia benar-benar akan mati gantung diri karena tak sanggup menghadapi dua makhluk menyebalkan. Tidak si kecil, tidak si besar, sama saja. Tidak ada yang waras.

***

Zoe pamit sebentar pada Ben untuk ke mini market terdekat sembari  menunggu Jay selesai melakukan photoshoot untuk hari ini. Ia ingin melegakan dahaga dengan membeli minuman kaleng, sekaligus makanan ringan. Rencananya, ia pun akan membeli banyak untuk dibagikan ke kru, juga sebagai cemilan siang mereka.

Setelah memilih, membayar semua tagihan belanjaan di kasir, ia keluar dari mini market sembari menyedot susu kotak. Tentengan belanjaannya cukup banyak, tapi tidak menyurutkan keinginan untuk berjalan pelan—menikmati teriknya matahari sembari melihat sekeliling yang tampaknya begitu padat dan manusia yang terburu-buru. Ia selalu suka menikmati apa yang ada karena ia belajar mengenai mindfulness dan awareness. Kaki yang melangkah, tatapan yang ke depan dan sesekali menoleh, merasakan rasa susu yang mengalir dari lidah ke tenggorakan, dan tubuh yang diterpa angin sepoi. Ia melayangkan senyum saat beberapa orang berpapasan dengannya, walaupun beberapa dari mereka tidak merespons hal yang sama.

Namun, semua ketenangan itu berakhir karena pandangannya jatuh ke anak laki-laki yang berjongkok, seperti tersesat dan memilih berdiam diri.

Ia menghampiri anak itu dan ikut berjongkok. "Hei, adik. Kenapa di sini?"

Anak itu menoleh dan menatapnya lama hingga ia harus mengulang pertanyaan. Tak dipungkiri, ia juga agak salah tingkah.

"Tersesat, ya?"

Little Mistress and Big LordTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang