Chapter - 32. Divorce?

97 9 0
                                    

HAPPY READING 📖

------------------------------------------

Zoe melambai setelah mengantar Randy ke sekolah. Hati yang terbawa emosi, sekarang mereda layaknya air tanpa riak. Bocah itu balas melambai tanpa ingin mengalihkan tatapan dari Zoe, sehingga Randy harus digandeng gurunya agar segera memasuki kelas.

Ia segera menghubungi Ben untuk menanyakan keberadaan Jay karena sejak ia mengantar Randy, Jay tidak menjawab panggilannya. Ia khawatir terjadi sesuatu karena emosi Jay yang belum mereda. Ia benar-benar harus menyelesaikan masalah mereka. Sejak mereka berdiam seperti orang tak mengenal, permasalahan mereka semakin membesar karena dibiarkan.

"Aku tidak tahu dia di mana. Sejak tadi belum datang ke studio," balas Ben saat ia menanyakan keberadaan prianya. Hati yang gundah, semakin gundah. Jay ke mana?

"Kami tadi bertengkar hebat, Ben. Aku sekarang berada di sekolah Randy karena mengantarnya tadi. Jadi aku mau berbicara dengannya. Aku sudah meneleponnya berkali-kali, tapi tidak dijawab," adu Zoe, merasa ingin menumpahkan kesedihannya yang membara. Ia tidak lagi marah, hanya sedih. Bagaimana bisa mereka jadi sejauh ini hanya karena kesalahpahaman?

"Akan kubantu pikirkan solusinya. Kau segeralah pulang. Kalau dia sudah tiba di studio, aku akan memberitahunya."

"Terima kasih, Ben. Maaf aku merepotkanmu."

"Ya, anak kecil. Pulanglah sekarang."

Zoe mengangguk dan mematikan sambungan telepon mereka, lalu mencari angkutan umum untuk pulang. Ia bersumpah akan menyelesaikan masalah mereka. Jay tidak mau bicara, ia akan berbicara sampai mulutnya berbusa. Jay tidak mau mendengar, ia akan menjelaskan bagaimanapun caranya. Intinya, masalah mereka harus selesai hari ini.

***

Zoe tersentak kaget saat ia memasak di dapur dengan niatan setelah Jay pulang akan ia suguhkan makanan terlezat, langsung terhenti karena Jay melempar map cokelat ke meja dengan kekuatan yang tidak main-main.

"Aku benar-benar muak dengan semuanya. Jadi, mari kita akhiri sesegera mungkin karena kuyakin kita pun tidak akan bisa menjalani ini lagi!"

Zoe mendekat dan menerka ke satu hal. Tanpa membuka map itu pun, ia tahu bahwa yang Jay maksud adalah perceraian.

"Kita belum setahun menikah, tapi kau sudah mengajukan perceraian?" Zoe menatap nanar suaminya yang berdiri tegak tanpa ingin memandangnya sama sekali.

"Seharusnya aku yang bertanya! Kau seolah hendak bercerai denganku karena orang yang belum kau kenal baik itu! Sekarang aku harus berkata apa? Apa yang kubicarakan kau anggap angin! Kau tidak menganggap serius kemarahanku!"

"Kau juga tidak mau mendengarku! Kau tidak mau mendengar dari perspektifku sendiri dan mengambil kesimpulan! Aku mencoba memahami kemarahanmu, tapi bagiku kemarahanmu adalah ketidakpercayaanmu padaku! Kau pikir aku akan berselingkuh dengan ayah Randy? Jadi kau anggap apa kesetiaanku? Kau meragukan itu, membuatku terluka, Jay." Bahu Zoe meluruh, bersamaan dengan tetesan air mata yang mengalir deras. Ia mencoba untuk tidak menangis, tapi tidak bisa. Entah kenapa ia harus mengeluarkan air mata ini? Jay pasti akan menganggap ia akan memperdaya karena menangis.

"Tapi itu faktanya! Kau berani mencium pria lain selain aku! Sejak aku menikah denganmu, semua duniaku kuserahkan padamu! Tubuhku, jiwaku, hanya untukmu! Tapi kau berani untuk melabuhkan duniamu pada orang lain! Kau pikir aku akan diam saja saat aku tahu wanita yang paling kucintai telah mengkhianatiku?! Kau pikir aku akan sesabar itu, hah?!" Jay menatap nyalang ke perempuan imut yang ia cintai. Ia tidak pernah memiliki niatan untuk berpisah. Tapi semakin lama, ia merasa hubungan mereka tidak bisa dilanjutkan. Semakin dilanjutkan, mereka akan semakin tersiksa. Bahkan setelah ia melemparkan map cokelat itu, ia masih meminta dalam hati jika mereka tidak akan berpisah sampai kapan pun.

Little Mistress and Big LordTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang