MOTTA || ONE BY ONE

3.5K 266 11
                                    

❣ HAPPY READING ❣

____________

      Semua kembali memulai aktivitas seperti biasa. Bekerja, bersekolah, dan lain sebagainya. Begitu juga dengan keluarga Metta. Ketiga orang itu lengkap sarapan di meja makan. Nasi goreng buatan Abangnya termasuk makanan favorit Metta. Rasanya yang begitu pas di lidah membuat siapapun pasti akan menyukainya. Metta yakin itu. Sebenarnya, Papa dan juga abang dari gadis itu sedikit khawatir dengan dirinya yang memaksa untuk masuk ke sekolah padahal keadaannya kurang memungkinkan. Semalam saja, Zatta mendengar Metta merintih kesakitan gara-gara kembali merasakan nyeri pada kakinya. Tak tega jika adik kecilnya itu memaksakan kondisinya untuk tetap bersekolah. Akan tetapi, bukan Metta namanya kalau dia meninggalkan pelajarannya begitu saja. Apalagi kemarin dia bolos. Tidak ikut ulangan kimia, dia ingin ikut susulan hari ini.

      "Kamu beneran, sayang mau tetap bersekolah hari ini? Kondisi kamu itu loh.. Badan kamu juga demam.." Ucap Dave seraya menyentuh kening Metta.

      Gadis itu tersenyum, "Aku nggak papa, Pa. Kalau aku ketinggalan materi.. Nanti aku nggak bisa jadi dokter.."  Balasnya sedikit bercanda.

      "Ya nggak gitu juga kali, Mett. Cuma sehari ini kamu nggak masuk sekolah. Masa iya berdampak segitunya sama kamu jadi atau nggaknya jadi dokter." Timpal Bang Zatta sembari menyuap nasi gorengnya.

      "Ya emang nggak Bang.. Aku hari ini ada susu— maksud aku, hari ini ada ulangan kimia.. Gurunya killer banget. Kalau nggak ikut ulangan, nggak akan ada susulan. Harus banget ikut.." Metta langsung meralat ucapannya sendiri ketika ia sadar kalau dia hampir keceplosan. Untung saja Metta tidak melanjutkan ucapannya tadi.

      "Terus, kalau misalnya ada teman kamu yang sedang berada di rumah sakit, dia juga harus ikut gitu?"

      "Nggak gitu juga kali, Pa.. Udah ah. Metta nggak papa kok. Nanti pulang sekolah Metta urut deh kaki Metta di bu haji Ida."

      "Yaudah lah, Pa.. Mau gimana lagi.. Anaknya ngeyel," Kata Bang Zatta melerai.

      "Oh ya, Pa. Gimana? Udah ada yang setuju untuk kerja sama sama perusahaan kita?" Tanya Zatta kepada Dave.

      "Belum, Zatt. Perushaan yang sempat maju lalu jatuh memang sulit untuk berkembang lagi. Susah mencari kepercayaan untuk menjalin kerja sama dengan perusahaan yang hampir bangkrut. Kayak perusahaan kita ini.. Papa menyesal, dulu pernah melalaikan kerja sama dengan GM Company. Padahal provitnya besar loh, Ta ke perusahaan kita. Mungkin kalau dulu Papa nggak begitu terpuruk dengan meninggalnya Bunda kalian, mungkin perusahaan kita sedang membuka cabang di Solo sesuai dengan tawaran mereka."

      "Semua akan indah kalau hanya dengan kata mungkin, Pa.." Ucap Metta bersuara.

      "Pa.. Aku boleh coba bantu Papa nggak? Kayak ikut Papa meeting atau apa gitu.. Percuma kan aku ambil fakultas ekonomi kalau aku nggak bisa nanganin masalah di perusahaan Papa.. Lagi juga Pa.. Itung-itung aku praktek kerja gituu.. Nambah pengalaman, Pa.."

      "Bener banget tu, Pa apa kata Bang Zatta.. Siapa tau kehadiran Bang Zatta membawa keberuntungan untuk perusahaan kita. Papa hanya perlu percaya sama Abang kalau dia bisa menyelesaikan masalah kita."

M O T T A [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang