Chapter 13

1.8K 201 2
                                    

Setelah acara makan malam selesai Ha Na sengaja meninggalkan ruangan itu terlebih dahulu membiarkan ayah, ibu dan Ha Ni berbincang tanpa dirinya. Ia bergegas menuju Paviliun Matahari tempat yang dimana menjadi peristirahatan Ha Ni sehari - hari nya.

Dibandingkan mengajak Ha Ni berbicara langsung di ruang makan, Ha Na lebih memilih menunggu di depan pintu kamar adiknya karena ia tahu dari pengalaman - pengalaman sebelumnya Ha Ni pasti akan segera menolak segala jenis ajakannya dengan alasan ingin segera kembali ke paviliun.

"K-kakak?" Ha Ni tampak sedikit terkejut dengan kehadiran Ha Na di paviliunnya. Kelegaan yang ia rasakan karena sebelumnya Ha Na telah pergi terlebih dahulu dan tidak mengajaknya berbincang atau pergi kesuatu tempat telah hilang.

"Bisakah kita bicara sebentar?" 

"Maaf, aku sedikit-"

"Aku janji ini tidak akan lama, dan juga kita sudah berada tepat di depan pintu kamarmu, jika kau lelah kau bisa segera masuk" Kali ini Ha Na tidak menerima penolakan dari adiknya, ia benar - benar harus berbicara dengan Ha Ni malam ini juga. Sebenarnya apa yang membuat adiknya berubah? Apa yang menyebabkan adiknya menghindarinya? Ha Na ingin mendapat jawaban itu segera.

"Baiklah" Ha Ni memberikan botol putih yang sedari tadi ia pegang pada dayang pribadinya, dan itu tidak luput dari penglihatan Ha Na. Ha Ni menyuruh para dayang yang mengikutinya untuk pergi meninggalkan ia dengan Sang Kakak.

"Apa itu?" Tanya Ha Na penasaran.

"H-hanya sebuah botol biasa. Sebelum makan malam aku pergi ke pasar terlebih dahulu dan tidak sengaja melihat botol tersebut, karena terlihat lucu akhirnya aku membelinya" Ha Na hanya mengangguk - anggukkan kepalanya pelan saat mendengar jawaban adiknya.

"Apa yang kakak ingin bicarakan?"

"Hanya ada sesuatu yang ingin kupastikan. Apakah kau takut padaku karena aku telah membunuh orang, baik di medan perang atau pun barak utara?"

"Tentu saja tidak, kak"

"Apakah aku membuat suatu kesalahan padamu?"

"Kenapa kakak berbicara seperti itu? Kakak tidak pernah melakukan kesalahan apa pun pada Ha Ni"

"Lalu kenapa kau selalu menghindariku setiap aku pulang ke istana?" Kali ini Ha Ni hanya bisa membisu. Raut wajahnya menampakkan mimik kebingungan dan juga ketakutan.

"K-kapan Ha Ni menghindari kakak.."

"Aku tahu kau tidak lupa apalagi hilang ingatan, Ha Ni" Ha Ni menggigit bibir tipisnya samar, kali ini ia tidak bisa memberikan alasan apapun pada Ha Na.

"Apakah kau menghindariku karena hasutan tidak langsung dari Putri bangsawan lainnya?"

"Bukan seperti itu kak. Aku..aku hanya" Tatapan mata Ha Na tak pernah lepas dari sosok adiknya. Ia terus menunggu kalimat lanjutan apa yang keluar dari mulut Ha Ni.

"Aku hanya kesal pada diriku sendiri" Alisnya berkerut dalam, ia tak paham apa yang dimaksud Ha Ni.

"Aku kesal karena aku tidak memiliki sifat seperti kakak, sifat tegas yang membuat semua menteri patuh pada kakak. Mereka semua mengagumi kakak dan hanya ingin kakaklah yang menduduki singgahsana. Kakak pasti juga menyadari kenapa tanganku menjadi begini bukan?" Jarak yang cukup lebar di antara kakak dan adik itu mulai di potong oleh Ha Ni. Ia melangkah mendekati Ha Na yang sebelumnya sengaja ia memberikan kerenggangan di antara hubungan kakak adik itu. Telapak tangannya ia tunjukkan pada Sang Kakak sembari menundukkan kepala.

"Benar, kak. Aku berlatih pedang, aku ingin sama seperti kakak. Tapi aku tak bisa menyamai kakak kecuali wajah kita saja. Aku juga kesal akan hal itu" Ha Na menatap sedih adiknya, ia menggenggam kedua tangan Ha Ni menggunakan tangan kiri, tangan kanannya ia arahkan ke atas pucuk kepala Ha Ni dan mengusap lembut pucuk kepala itu yang sudah lama tak Ha Na lakukan.

Heartless [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang