Sungguh, Ha Na tidak memiliki niat untuk menjalankan ujian yang diberikan Yang Mulia Je Ha. Tetapi, dari pada terjadi perang dingin yang lebih lama antara ia dan ayahnya, Ha Na memilih mengalah. Lagi pula, ia sedang tidak dalam suasana hati untuk berdebat dengan Sang Ayah.
Seperti kemarin, para Menteri sudah membuka obrolan masing - masing. Mereka masih mempermasalahkan keputusan Ha Ni yang tidak membawa hasil apapun.
"Putri Ha Na telah datang" Dayang senior memberitahukan kedatangan Ha Na diruang rapat tersebut.
Dengan anggun Ha Na naik ke atas singgahsana dan duduk di sana, ia menatap para Menteri yang sekali lagi tetap tidak memberi perhatian atas kedatangannya.
Kasim yang sama saat Ha Ni memimpin rapat kemarin kembali menghela napas pelan, ia merasa kasihan dengan kedua Putri Kerajaan Yang yang diabaikan oleh Menterinya sendiri, dan sekali lagi sepertinya ia harus berteriak pada para Menteri agar diam.
"Ber-"
BRAK!!
"Beraninya kalian membuka mulut sebelumku perintah?!" Kasim itu terkaget, ia baru saja ingin menyuruh para Menteri untuk diam. Namun suara gebrakan meja terlebih dahulu membuatnya terdiam.
Ha Na menatap tajam satu persatu Menteri tersebut. Gelapagapan, mereka semua segera menundukkan kepala, suasana di dalam ruangan tersebut tiba - tiba menjadi pengap dan menyesakkan, tidak seperti saat Ha Ni yang berada di atas singgahsana itu, Ha Na dengan mudah membuat para Menteri diam.
"Kalian semua ingin mati, hah?!" Bentak Ha Na sekali lagi. Hawa intimidasinya semakin kuat, beberapa Menteri senior yang masih bekerja hingga saat ini tiba - tiba teringat Yang Mulia Je Ha dan Permaisuri Naomi. Kedua orang yang memiliki kedudukan tinggi di Kerajaan Yang tersebut memiliki hawa yang sama dengan Ha Na. Bahkan munurut mereka hawa intimidasi Ha Na jauh lebih menakutkan dari kedua orang itu.
"M-maafkan kelancangan kami, P-putri Ha Na!" Ucap salah satu Menteri.
"Akan ku ampuni kali ini, namun jika hal ini terjadi dua kali jangan salahkan aku saat rapat selesai kalian hanya tinggal nama"
"B-baik!" Ucap para Menteri serempak.
Ha Na kembali mencari posisi nyaman diatas singgahsana itu. Tangan lentiknya ia tumpuk di atas pangkuan. Badannya duduk tegap dan tegas. Matanya menyorot setiap orang yang ada di sana.
"Sebenarnya apa yang membuat kalian berisik hingga melupakan tata krama didepan Putri Kerajaan, Hah?" Tanya Ha Na.
Aneh.
Para Menteri merasa aneh melihat Putri Sulung Kerajaannya. Memiliki paras yang sama, proporsi tubuh yang sama, panjang dan warna rambut yang sama, serta suara yang hampir sama dengan Si Bungsu, hal tersebut membuat para Menteri kesulitan membedakan antara Ha Na dan Ha Ni. Jika seseorang tidak mengetahui gadis itu memiliki kembaran, pasti seseorang itu akan menyangka bahwa Putri Kerajaan Yang memiliki kepribadian ganda.
"S-seperti yang Putri Ha Na tahu. Jalannya rapat kemarin dipimpin oleh Putri Ha Ni" Menteri yang berada dibarisan sisi kanan memberanikan diri untuk menjawab Ha Na.
"Lalu?"
"Menurut kami Putri Ha Ni tidak memberikan penyelesaian yang puas pada masalah yang ada"
Tangannya bersedekap dada. Ia sedikit berpikir. Haruskah ia menyelesaikan permasalahan rapat kemarin. Ia tidak ingin berlagak untuk menyelesaikan tugas adiknya. Namun, didalam tugas itu mungkin saja puluhan nyawa sedang terancam mati sia - sia, dan ia tidak ingin hal itu terjadi pada rakyatnya.
Salah satu tangannya ia gantung ke udara. Kasim yang berada disebelah kanan Ha Na menatapnya bingung.
"Dokumen rapat kemarin" Ucap Ha Na singkat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heartless [TAMAT]
Historische fictieTerlahir sebagai anak kembar dari Permaisuri Kerajaan Yang. Ha Na, si kakak. Memberikan posisi yang seharusnya ia duduki pada si adik, Ha Ni. Ia memilih untuk melindungi Ha Ni untuk menggantikan posisi ayahnya menjadi seorang pemimpin. Untuk bisa me...