Tes..
Tes..
Ha Na mengelap darah yang mengalir dari dagunya, dan tentu saja darah itu bukanlah miliknya. Sedangkan Ha Ni hanya bisa terdiam di atas singgahsananya menyaksikan Ha Na yang sebenarnya jika telah memegang sembilah pedang. Semua prajurit di ruangan itu telah terbantai habis.
"Bagaimana kau suka, Ha Ni?" Tanya Ha Na. Ia berjalan ke arah singgahsana Ha Ni dengan pedang di tangan kanannya. Tetesan darah dari ujung pedang Ha Na bagaikan petunjuk jalan berbahaya.
Langkah demi langkah Ha Na tidak pernah melepas tatapannya dari sang adik. Tatapan tajam yang menusuk menghantarkan perasaan takut dan merasa tidak aman, ditambah hawa intimidasi semakin menguar disetiap detiknya.
Meskipun sifat Ha Na memang tidak banyak bicara, mengedepankan aksi dari pada mengucapkan kata, dan bahkan dulu meskipun Ha Ni mengganggunya setiap saat, Ha Na tak pernah menunjukkan amarahnya sekalipun. Baru pertama kali ini Ha Ni melihat Ha Na menatapnya seperti itu, dan semakin lama ia takut akan kehadiran Ha Na, sekujur bulu kuduknya berdiri menolak untuk dekat dengan sosok yang semakin mendekat itu.
"B-berhanti, b-berhenti!" Teriak Ha Ni.
"Ehm? Kenapa? Bukankah kau suka darah?" Meskipun melihat adiknya mengangsur mundur ke dalam singgahsananya, Ha Na tetap melangkahkan kakinya mantap.
"Kau pasti sangat menikmati pemandangan dimana ayah, ibu, dan paman-paman sedang sekarat dan bersimbah darah, bukan?" Ucap Ha Na sembari bejalan. Ia membayangkan kejadian dahulu, setelah mengetahui siapa yang membunuh orang-orang tersayangnya. Dibalik wajah kesakitan Ha Ni kala itu, Ha Na yakin adik kecil yang tak punya hati itu pasti sedang bersorak senang.
"Lihatlah lebih dekat, cairan kental berwarna merah ini, adikku" Ha Na telah berdiri tepat di hadapan Ha Ni. Pedang yang terlumuri darah itu Ha Na arahkan menuju leher Ha Ni dengan tenang.
Tubuh Ha Ni menegang saat permukaan kulit lehernya menyentuk mata pedang Ha Na. Melihat manik mata kakaknya yang tidak berkeinginan menyingkirkan pedang dari lehernya dengan mudah, peluh membanjiri seluruh tubuh Ha Ni, bahkan tubuhnya mulai sedikit bergemetar.
"H-Ha Na.." Pangeran Je Eun ingin melangkahkan kakinya mendekat ke arah Ha Na, namun ia juga takut jika Ha Na tersulut oleh pergerakannya. Dibandingkan dengan Ha Ni, ia lebih mengenal anak pertama kakaknya itu, bocah brandalan akan semakin ingin melakukan sesuatu yang dilarang.
"L-la..l-lakukanlah jika kakak bisa. K-kakak tidak bisa membunuhku kan, karena dalam hati kakak aku adalah adik kesayangan"
"Adik kesayangan?..pft..pft..hahaha..adik kesayangan?" Sesaat setelah tawa Ha Na berhenti, gadis itu menatap sang adik tajam. Posisi Ha Ni yang masih saja terduduk dan posisi Ha Na berdiri tepat dihadapannya membuat tatapan itu terlihat semakin bengis dimata Ha Ni.
"Jangan salah paham! Kau sudah tidak berarti lagi untukku. Lihat diriku baik-baik, aku bukanlah Kim Ha Na sebagai kakakmu, tapi Kim Ha Na dimata orang lain" Sejak lahir telah hidup bersama, Ha Ni tahu betul apa maksud kakaknya.
Dimata Ha Ni, meskipun Ha Na memiliki tutur kata yang kasar Ha Ni selalu mendapatkan perlakuan yang lembut, perhatian penuh, Ha Na benar-benar sosok kakak yang sangat sempurna.
Namun, Ha Ni tidak tutup telinga tentang semua berita yang ada di dalam ataupun di luar istana. Kakak yang ia pernah elu-elukan itu memiliki banyak sebutan, dimata orang lain Ha Na dipandang gadis berdarah dingin, tak memiliki belas kasih, titisan dewa pencabut nyawa, dan bahkan beberapa dari mereka menyebut Ha Na penerus 'Si Gadis Mati' dimana itu adalah sebutan untuk ibunya dahulu. Hanya rasa ketakutan yang hadir jika sosok Ha Na hadir di depan mereka. Namun, mereka tidak sekalipun meragukan Ha Na melindungi Kerajaan Yang, memegang kendali atas kerajaan besar itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heartless [TAMAT]
Historische RomaneTerlahir sebagai anak kembar dari Permaisuri Kerajaan Yang. Ha Na, si kakak. Memberikan posisi yang seharusnya ia duduki pada si adik, Ha Ni. Ia memilih untuk melindungi Ha Ni untuk menggantikan posisi ayahnya menjadi seorang pemimpin. Untuk bisa me...