Sebulan berlalu.
Rosie sudah mulai beradaptasi dengan apartement Jimin, hidupnya yang mulai bebas, dan sifat Jimin yang bertolak belakang dengannya.
Contohnya saja Rosie tidak pernah sarapan dengan Jimin karena Jimin tidak bisa bangun pagi, Jimin pun tidak bisa makan malam dengan Rosie karena saat Jimin pulang pasti Rosie sudah makan duluan.
Rosie keluar dari kamarnya. Jam dinding menunjukan pukul 7 pagi, ia bergegas sarapan dan langsung pergi ke kantornya.
Rosie
Rosie baru saja memasuki ruangannya saat asistennya, Sinta membuka pintu ruangannya.
"Nona gawat!" Sinta buru-buru menyerahkan dokumen pada Rosie.
Rosie menerima dokumen dan membaca teliti.
Keluarganya kembali bertingkah. Pihak entertaiment yang ingin menggunakan salah satu novelnya untuk dijadikan film membatalkan kerja sama.
Pasti keluarganya menyogok perusahaan entertaiment itu agar membatalkan kerja sama dengannya. Rosie tau, sangat tau malah jika selama ini dia telah membuat banyak novel yang kualitasnya diakui penikmat novel. Bahkan sampai mendapatkan best seller saking lakunya. Tapi tidak pernah sekalipun novelnya mendapatkan penghargaan atau dijadikan film, kenapa?
Tentu karena keluarganya yang menghalanginya. Jika Rosie berhasil menjadi penulis maka keluarganya tidak bisa memiliki kesempatan untuk membuat Rosie untuk meneruskan perusahaan properti milik kakeknya.
"Kamu bisa kembali ke tempatmu, Sinta"
Rosie duduk dikursinya. Badannya ia senderkan dengan lelah.
Kepalanya mendongak dan matanya tertutup rapat. Keliahatannya tidak ada masalah dengan ekspresi Rosie saat ini tapi dalam hati perempuan itu segala umpatan sudah dilayangkan pada keluarganya.
Idenya, waktunya, tenaganya telah ia berikan untuk merevisi novelnya agar lebih layak untuk dijadikan film. Tapi semuanya sia-sia.
Rosie memasukan dokumennya pada tas lalu bergegas pergi, "Aku akan pergi sebentar, jika ada yang mencariku bilang aku sedang tidak bisa diganggu hari ini" ucap Rosie pada asistennya.
Dikediaman Dirgantara.
Rosie memasuki rumah, matanya menjelajah ke segala arah.
"Kamu pulang, nak" Ibu Rosie datang menyambut dengan memeluknya.
"Dimana ayah?"
"Kenapa?"
"Ada yang ingin aku sampaikan"
"Sedang di dalam ruangan kerjanya, naik saja keatas. Ibu akan pergi keluar sebentar"
Rosie mengangguk dan menyeret kakinya ke ruang kerja ayahnya yang berada disebelah kamar orangtuanya.
Pintu terbuka dan mata Rosie menangkap 2 laki-laki yang sedang duduk di sofa ruangan itu.
"Rosie, ada apa kemari" ternyata kakeknya ada disini.
Rosie duduk dihadapan 2 laki-laki yang selama ini entah Rosie hormati atau takuti.
Tangannya mengeluarkan dokumen dan meletakkan di meja, "Apa ini perbuatan ayah dan kakek?"
Ayah Rosie membaca sekilas lalu menyerahkan pada kakek.
"Untuk apa kami melakukan hal itu? Kenapa tidak berpikir novelmu yang tidak layak?"
Rosie yang memang sudah dalam mood buruk sedikit terpancing.
"Oh ayolah ayah, bagaimana ayah mengatakan hal itu. Kemampuan menulisku tidak perlu diragukan" kata Rosie.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fiance
RomantizmJimin dan Rosie itu bagaikan air dan minyak. Sangat tidak mungkin untuk disatukan. Tapi karena perjanjian kolot keluarga membuat mereka harus berada di satu atap yang sama.