Langit menyesap rokoknya pelan dengan pandangan kosong, berdiri sendirian didekat pembatas rooftop yang memperlihatkan dengan jelas gedung sekolah SMABLAN. Teman-teman Langit tidak dibiarkan menemuinya dulu sampai dia merasa lebih baik, dia ingin sekali menertawakan dirinya sendiri yang terlalu lebay, hanya karena ucapan seorang perempuan yang belum lama dia temui suasana hatinya bisa sekacau ini.
"Gue gak paham kenapa hati gue sesakit ini."
Mengekspresikan dan mengungkapkan perasaan yang sedang kita rasakan memang begitu menyulitkan, namun setelah diungkapkan akhirnya juga akan melegakan.
Pikirannya saat ini dipenuhi oleh segala pertanyaan sekaligus pernyataan yang semuanya tentang Rembulan, gadis misterius yang istimewa.
Ya, di mata Langit.
Di sisi lain tepatnya di dalam salah satu bilik toilet, gadis yang sedari tadi dibicarakan sedang menyesali perbuatannya.
"Kenapa pikiran itu harus selalu ada dalam diri gue!" lirihnya
Keadaannya tidak baik-baik saja, tangan yang meremas rambutnya berharap perasaan itu hilang, air mata yang perlahan-lahan turun membasahi pipinya, dan lagi tangan kanannya yang sedikit merah bekas memukul tembok untuk melampiaskan segala hal yang dirasakannya.
Penampilannya sudah seperti orang gila baru dengan rambut yang sudah tergerai bak kuntilanak, namun anehnya dia tetap terlihat cantik.
"Gue gak bisa terus kaya gini yang ada mati muda gue."
Dan disaat kondisinya seperti itu pun masih sempat-sempatnya memikirkan hal itu.
•••••
Gadis dengan marga Rahardian itu terus berjalan mengikuti langkah kakinya, dia sudah merapikan penampilannya sehingga tidak terlihat bahwa dia sedang tidak baik-baik saja.
Dia tidak peduli pada orang-orang yang sedang membicarakannya, yang sekarang ada dipikirannya hanya satu nama. Dia tahu perasaan ini, entahlah kenapa bisa secepat itu tapi yang jelas jika tidak dihiraukan takutnya malah jadi sebuah penyesalan.
'Itu kan yang tadi ribut di kantin'
'Iya bener, gila woy dia keren banget'
'Ada cewek caper lewat nih'
'Dia siapa nya Langit ya, duh gue ga rela kalo pacarnya'
'Sumpah sumpah sumpah gue dukung banget kalo Langit sama dia huhuhu'
Persetan dengan semua ucapan mereka dia tidak peduli.
Langkahnya ternyata membawa dia ke rooftop, dengan perasaan ragu dia membuka pintu rooftop dengan pelan dan setelah terbuka dia bisa melihat seseorang yang dicarinya. Orang itu tidak menyadarinya dan tetap setia berdiam diposisi nya.
"Maaf," sebuah kata yang terucap dari mulut gadis itu membuat seseorang yang sedang melamun itu langsung tersentak kaget dan segera membalikkan badannya, memastikan bahwa dia tidak salah dengar.
"Bulan," gumam nya lirih
Bulan merasakan nyeri di hatinya melihat keadaan Langit yang jauh dari kata baik.
Begitu pun Langit, di depannya sekarang dia hanya bisa melihat Bulan yang rapuh, bukan Bulan yang pertama kali bertemu dengannya. Melihat itu Langit sadar bahwa di sini bukan hanya dia yang tersakiti.
"Maafin gue Lang." Bulan tidak bisa menahannya lagi, dia langsung menubruk Langit dan memeluknya erat dengan air mata yang sudah kembali membasahi pipinya.
Langit terdiam membeku, jantungnya berdegup kencang, dia terkejut mendapatkan pelukan tiba-tiba dari seorang perempuan yang sudah mengobrak-abrik perasaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
REMBULAN
Teen Fiction*Hak cipta dilindungi undang-undang, yang plagiat awas loh dicatet juga sama malaikat!* "Mulai sekarang lo jadi babu gue!" ucapan perintah dengan nada yang tak ingin di bantah itu bak kaset rusak yang terus berputar di otak gadis bar-bar yang penuh...