Satu

19.4K 381 6
                                    

Note, setiap part akan pendek karena aku pisahin babnya dari telegram.

Dan maaf kalau banyak typo. Aku fokus nulis dulu, edit kemudian. Biar gak ke ganggu idenya juga.



Aku tetap menunduk saat mendengar tawa dan bisikan di sekitar. Terus mengerjakan tugasku agar cepat selesai dan bisa beristirahat dengan tenang. Namun, suara langkah yang mendekat membuatku mendongak. 

"Lily, fotokopi kan ini sepuluh lembar, setelah itu letakan saja di mejaku, oke."

Menatap kertas baru di atas mejaku dengan kening berkerut, aku mendongak dan menatap wanita yang pergi dengan teman-temannya setelah memberiku tugas tambahan dengan santai.

Padahal ini bukan tugasku, tetapi menghindar pun tidak bisa dilakukan.

Jika aku menolak, mereka semua akan menatap hingga aku tak nyaman, lalu perlahan mulai mencibir dengan terang-terangan. Aku sudah tidak betah bekerja di sini, ingin pindah, tetapi belum dapat panggilan apa pun.

Tidak mungkin juga aku sertamerta keluar begitu saja tanpa persiapan. Mau makan apa nanti.

"Lily punya aku sekalian, ya. Nanti letakan di mejaku saja."

Aku menatap wanita berambut pendek yang meletakan dua berkas miliknya di atas mejaku, sebelum meminta rekan kerjanya untuk menunggu.

"Masing-masing lima lembar, ya." Kata wanita itu lagi sebelum menghilang dari pandangan.

"Kak Lily, aku juga, deh. Kakak kan mau ke ruang fotokopi, pas lewat nanti sekalian serahkan ini pada Bu Devina, ya. Bu Bos minta cepat soalnya. Bye, Kak."

Map berwarna biru terbang melewati wajah, lalu mendarat di ujung meja setelah mengenai wadah penaku sampai terjatuh dan berakhir berantakan.

Suara gaduh dari benda-benda terjatuh tidak juga mengusik Juniorku, dia malah pergi sembari sibuk memainkan ponsel. tidak sekalipun menoleh atau meminta maaf atas perbuatannya yang membuat wadah penaku berantakan.

Selalu seperti ini. Aku sendiri bahkan sudah bosan menghitung berapa lama diperlakukan begini. Menolak dan marah pun sudah tak sanggup lagi. Semua rekan kerja masih tetap menganggapku sebagai seorang pesuruh yang bisa dimintai apa saja tanpa memiliki hak untuk berkata tidak.

Dulu, awal berkarir aku memang hanya seorang pesuruh kantor. Apa saja aku lakukan jika dimintai tolong. Apalagi saat itu aku pun belum lulus SMA. Kerja juga hanya setengah hari. Tetapi setelah lulus kuliah aku berhasil menjadi karyawan di bidang pemasaran. Seharunya mereka mulai menganggapku sebagai rekan kerja yang memiliki hak dan kewajiban masing-masing.

Namun, mereka tidak melakukan itu. Hanya Karena atasan yang aku kenal sejak dulu tetap memperlakukanku seperti pesuruh, rekan yang lebih tua, seusia juga ikut begitu. Bahkan juniorku pun memperlakukan aku sebagai pesuruh.

Sekarang bahkan mereka tidak pernah lagi mengatakan kata 'tolong' dan 'terima kasih' sebelum meminta bantuan ku.

Aku sudah mencoba menolak ratusan kali, tetapi selalu berakhir dengan teguran atasan yang mengancam akan memecat jika aku masih tidak becus juga bekerja dan tidak mau diajak kerja sama.

Padahal para petinggi kantor pun tahu jika di sini akulah yang selalu dirugikan. Tetapi mereka memilih tutup mata hanya karena aku pendiam dan tidak semenarik orang-orang di sekelilingku.

Pernah sekali aku mencoba berpenampilan rapi dan sedikit berdadan, melepas kaca mata yang selalu menemani kerjaku dan juga memakai pakaian yang sedikit memperlihatkan bentuk tubuh.

Berharap dengan begitu aku akan mendapat teman dan diperlakukan sebagai karyawan sesunguhnya. Akan tetapi aku malah dicaci maki rekan kerja dari belakang. Mereka semua kompak mengejek dan mengatakan aku tak becus bekerja. Hari itu juga aku berkali-kali mendapat panggilan dari atasan. Ditegur oleh sesuatu yang tidak aku lakukan benar-benar membuat terpuruk.

Alhasil keesokan hari aku kembali menutup diri. Kembali berlindung dibalik rambut, kaca mata bulat, dan juga baju kebesaran. Dan ya mereka lagi-lagi mentertawakan.

Satu-dua orang bertanya kenapa aku kembali ke penampilanku yang seperti ini lagi. Orang lain berkata jika aku memang paling cocok berpenampilan seperti ini.

Pakaian modis dan memakai lensa tidak cocok untuk kepribadianku. Mereka juga memberi nasehat untuk selalu menjadi diri sendiri. Tidak perlu memikirkan komentar orang lain, aku tetap menarik meski mengunakan kaca mata dan juga memakai baju yang sedikit kebesaran.




Room To Room Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang