Delapan

7.4K 275 1
                                    

Mereka semua berpesan agar aku menyelesaikan hari ini juga sebelum membubarkan diri dan kembali ke meja masing-masing.

Aku tidak mengerjakan tugas yang mereka berikan, yang aku lakukan sejak tadi hanya menatap tumpukan map baru selama beberapa detik sebelum kembali mantap surat pengunduran diriku.

Aku terus melakukan hal sia-sia itu selama beberapa menit, sebelum mengerjakan pekerjaanku sendiri. Sesekali Kia dan yang lainya datang satu per satu, bertanya apa aku sudah mengerjakan tugas mereka. Dan saat aku bilang belum sempat, mereka akan marah sebelum meminta maaf dan bersikap melunak. Berjanji akan mentraktir makanan dan mengajak jalan jika aku mau membantu mereka menyelesaikan tugas itu saat ini juga.

Yang aku lakukan saat itu hanya tersenyum, lalu mengangguk pelan sembari mulai mengecek map milik mereka. Namun, setelah mereka kembali ke meja sendiri, aku akan kembali fokus pada tugasku lebih dulu.

Hal itu terus terulang beberapa kali. Membuatku terganggu dan sulit mengerjakan apa pun. Hasilnya dapat di tebak, tidak ada satu pun pekerjaan yang berhasil aku selesaikan. Baik tugasku atau pun tugas yang di titipkan padaku. Dan saat jam pulang kantor tinggal satu jam lagi, Kia dan yang lain mulai menunjukan kemarahan mereka.

Akan tetapi percuma. Semarah apa pun mereka, tugas itu tidak akan selesai tepat waktu. Dan dengan begitu aku, Kia dan yang lain lagi-lagi mendapat teguran dari Bu Devina yang ikut terlambat gara-gara kami.

"Saya benar-benar gak tahan dengan hasil kerja kalian!" kata Bu Devina menggelegar. Bu Devina berdiri di tengah ruangan, di kelilingi kami yang masih sibuk mengetik di meja masing-masing.
"Saya sudah membagi pekerjaan sesuai tugas dan kemampuan kalian, tetapi kenapa sampai jam segini belum ada yang menyelesaikannya juga. Sejak tadi memangnya kalian melakukan apa saja, hah?"

Jika tidak ada suara ketikan, suasana di sini pasti akan sangat sepi dan menyesakkan. Apalagi tidak ada yang berani angkat bicara sejak Bu Devina memasuki ruangan kami.

"Dan kamu lagi Lily, tugas kamu yang paling sedikit dan mudah. Seharusnya sudah selesai sejak beberapa jam lalu. Tapi kenapa kamu terlambat juga."

Bu Devina tiba-tiba meletakan tangannya di atas mejaku, kepalanya melongo ke arah layar komputer, membuatku kaget dan membuat kesalahan. Saat Bu Devina berdecak, aku segera memberiku kesalahan dan bernapas lega saat berhasil menyelesaikannya.

"Saya sudah selesai, Bu. Akan saya kirimkan ke Email Ibu sekarang juga," kataku sembari mengecek layar komputer sebelum mengirimkannya ke email Bu Devina.

"Sudah seharunya kamu yang pertama kali selesai. Sekarang bantu tugas teman-temanmu yang lain," kata Bu Devina sembari menatap sekita. "Segera selesaikan jika tidak ingin pulang lebih malam. Akan saya tunggu di ruangan saya." Bu Devina pergi meninggalkan kami semua.

Belum hilang Bu Devina dari pandangan, semua orang mulai berkumpul di mejaku. Mereka semua membuat keributan karena ingin mendapat bantuan pertama.

Aku yang menyaksikan keributan itu hanya diam sembari membereskan meja. Aku baru saja hendak mematikan komputer saat secarik kertas melayamg mengenai wajah, sisi kertas yang tajam membuat pipiku perih. Aku menyentuh pipi saat merasakan sesuatu menetes di sana, tanyaku yang menyentuh pipi langsung berubah warna.

Tanpa mengatakan apa-apa aku mengambil tisu dan menekannya di pipi beberapa kali.

Sedangkan reka kerja yang lain masih tidak sadar jika salah satu kertas mereka telah melukai wajahku. Mereka masih membuat keributan, saling cekcok mengatakan tugas mereka yang paling banyak dan paling membutuhkan bantuanku.

"Aku tidak akan membantu siapa-siapa," kataku yang berhasil membuat suasana hening seketika.

Di bawah tatapan semua orang aku bangkit, mematikan komputer dan memakai tas kerja. Bersiap pulang meninggalkan semuanya.

"Siapa bilang kamu punya hak untuk pulang lebih dulu dari pada aku," kata Kia dengan tatapan marah.

Room To Room Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang