Empat Belas

5.6K 191 2
                                    

Meski terkenal dengan nama kawasan tidak normal distrik Utara, daerah ini cukup menyenagkan bagi siapa saja yang menikmati kehidupan malam. Dan jika kamu tidak ingin di ganggu lelaki atau wanita yang mencari pasangan one night stand, kamu cukup memakai gelang yang memantulkan cahaya berwarna biru sebagai tanda. Sebenarnya ada tiga warna gelang di sini yang bisa di dapatkan dari penjaga gerbang.

Biru untuk penolakan. Atau bisa di katakan pengunjung hanya datang untuk minum dan menghibur diri sendiri tanpa ingin di ganggu siapa pun. Jika ada yang menganggu penguna gelang biru berhak melaporkan pada karyawan club malam agar bisa ditindaklanjuti oleh penjaga gerbang.

Merah untuk persetujuan. Siapa pun yang memakai gelang merah bersedia untuk diajak tidur dengan wanita atau lelaki pilihannya. Namun, tetap tidak di izinkan ada paksaan. One Night Stand hanya terjadi jika kedua pihak setuju. Dan tidak juga di ijinkan menjebak dengan minuman yang mengandung Aprodiks.

Kuning untuk kebebasan. Pemakai gelang ini sedikit sulit di temukan. Karena siapa pun yang memakai gelang ini bisa bebas tidur dengan tiga sampai lima lelaki atau wanita. Gelang ini terlalu liar karena menyimbolkan sang pemakai ingin melakukan hubungan beramai-ramai.

Dan jika pengunjung tidak memakai gelang apa pun, dia tetap ditempatkan pada dua wana, yaitu Biru dan Merah. Baik pengunjung lelaki atau perempuan dapat mendekati dan menggodanya, mengajak berkencan atau menghabiskan malam bersama.

Gelang-gelang ini lah yang membuat pengunjung tempat ini kembali lagi keesokan hari. Tempat yang nyaman selalu dirindukan banyak orang.

Bagiku sang pengunjung baru tempat ini memang cukup menyenangkan, tetapi aku sedikit gugup saat memasuki bar paling terkenal di sini. Bukan hanya berisik oleh suara musik, tempat ini juga dipenuhi teriakan orang yang berada di tengah-tengah ruangan.

Dengan penuh tanda tanya, aku melangkah dan duduk di hadapan meja bar. Memesan minuman sebelum menatap sekitar, beberapa detik kemudian tatapanku kembali terpaku ke tengah ruangan. Inginnya melihat-lihat sekeliling, tetapi aku sedikit malu saat beberapa sudut menampilkan pasangan yang bercumbu mesra.

Aku tahu ini wajar di sini, aku juga tahu harus membiasakan diri dengan pemandangan seperti itu jika ingin bersosialisasi dengan banyak orang. Tetapi mau memaksakan diri sebanyak apa pun, tetap saja rasa gugup menghantui. Kenyataannya ini pertama kali aku datang ke tempat seperti ini tidak bisa di ganggu gugat.

Menarik dan menembuskan napas beberapa kali, aku menarik masker yang aku kenakan saat bartender meletakan gelas minumanku di atas meja. Aku membalas senyum bantender muda yang terlihat gagah dan memikat dengan kaku. Lalu merasa sedih dan juga pega saat bantender tersebut menghilang dari hadapan untuk melayani pengunjung lain.

"Baru pertama kali ke sini?" tanya Bantender itu tiba-tiba yang membuatku sangat terkejut. Aku benar-benar sedang fokus memperhatika tengah ruangan, tidak berpikir juga lelaki yang kira-kira berusia awal tiga puluhan kembali dan mengajakku berbicara.

"Bisa jadi ya, bisa jadi tidak," kataku membalas tatapan bantender tersebut.

Lelaki di hadapanku mengerutkan kening. Tetapi aku tidak ingin memperbaiki jawaban. Aku memang sengaja membalas dengan kalimat ambigu. Namun, aku sedikit terkejut saat kembali melihat senyum bantender tersebut beberapa detik kemudian.

Apa sikapku terlalu kentara sebagai pengunjung pertama? Karena tidak mungkin bantender ini dapat mengingat semua pengunjung yang hadir dan meminta dibuatkan minuman olehnya.

Gugul dan tidak ingin semakin ketahuan jika menjadi pengunjung pertama, aku kembali mengalihkan pandangan. Meski pun begitu aku tahu lelaki di hadapanku ini sesekali melirik sebelum kembali fokus membuat minuman. Meski begitu aku mengabaikan dan tetap menatap tengah ruangan.

Room To Room Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang