Empat

9.5K 279 1
                                    

Tidak butuh waktu lama, Bu Devina langsung mencerca dengan berbagai umpatan. Aku yang menerima hanya bisa tertunduk dalam. Tidak berani membalas tatapan Bu Devina dan hanya bisa meremas kedua tangan yang bergetar.

"Sudah, Bu. Sudah cukup marahnya. Lily sudah meminta maaf, dan Ibu juga bisa memintanya memperbaiki berkas tersebut," kata Tama mencoba menengahi. "Lily memang bersalah sudah merusak berkas itu. tetapi di sini Kia juga bersalah. Bu Devina sudah memberimu kepercayaan untuk menangani berkas tersebut, tetapi kamu malah melimpahkan tugasmu pada orang lain."

Aku bersyukur Bu Devina berhenti mencercaku di depan umum. Tetapi aku tidak ingin berterima kasih pada Tama. Yang dilakukan lelaki itu sangat terlambat, jika dia ingin membelaku, seharunya dilakukan sejak beberapa menit lalu.

"Saya tadi sedang sakit perut, Bu. Jadi saya menitipkan pada Lily. Berharap Lily bisa membantu, karena saya sedikit takut tidak sempat memfotokopinya."

Aku segera menatap Kia, kebohongan yang dia katakan benar-benar menjijikan. Sakit perut apanya. Sedang kami semua tahu jika dia pergi mencari makan siang bersama yang lain. Tetapi meski begitu rekan kerja yang menjadi saksi malah membantu memuluskan kebohongan Kia.

"Ya, sudah. Kali ini saya maafkan. Tapi ingat jangan diulangi lagi," kata Bu Devina pada Kia. "Dan kamu Lily, segera berbaiki berkas ini. Ingat, ya harus sudah selesai sebelum pukul dua. Ini cukup mudah, apalagi kamu hanya perlu mencontohnya saja."

Aku mengangguk dan mengambil tiga lembar kertas yang di ulurkan Bu Devina. "Saya akan segera menyelesaikannya, Bu."

Bu Devina tidak menyahut, dia berlalu pergi setelah membubarkan semua orang. Aku juga tidak mengharapkan apa-apa.

"Sepertinya kamu benar-benar dibenci semua orang, ya?"

Aku tersentak, lalu segera menoleh ke sisi kiri dan terkejut melihat Tama masih berdiri di sana. Kukira aku hanya tinggal sendiri di sini, apalagi Bu Devina sudah menghilang dari pandangan. Tidak menyangka Tama masih di sini.

Tidak ingin menjawab pertanyaan Tama, aku memilih kembali ke mejaku sebelum dihentikan Tama.

"Aku bisa melindungi kamu," kata Tama pelan sembari mencekal lenganku.

"Aku tidak membutuhkannya."

Jika aku berharap perlindungan Tama, sudah sejak dulu aku membiarkan lelaki itu berkeliaran di sisiku. Tetapi tidak. Aku benar-benar tidak membutuhkan perlindungan Tama. Apalagi aku tahu apa yang di inginkan Tama sebagai bayaran.

"Jangan menolak terlalu cepat. Ini kesempatan bagus untuk menaikkan derajatmu"

Aku menepis genggaman Tama hingga terlepas sebelum berkata, "Aku tidak tertarik."

Melihat senyum menjijikan Tama membuatku muak. Dan aku sedikit bernapas lega saat Tama melangkah.

"Ini kesempatan terakhir yang aku berikan. Pikirkan lebih dulu sebelum menolak. Aku akan menunggu jawabanmu Minggu depan," kata Tama berbisik di telingaku. Lelaki itu juga menyempatkan diri untuk mengelus bongkongku. Membuatku marahq dan segera berbalik menghadapnya.

Tama mengedipkan mata saat melihatku memasang wajah murka. Aku sudah mengangkat tangan untuk memukulnya tetapi Kia sudah lebih dulu memegang tanganku.

"Lepas," kataku sembari mencoba melepaskan diri.

Akan tetapi Kia tidak membiarkan. Dia mengusir Tama dan menyeretku ke mejaku.

"Lily kamu harus cepat menyelesaikan tugasmu sebelum kita dimarah lagi!"

"Akan aku lakukan, tetapi lepas dulu," kataku lagi. Namun, Kia tetap menahan, dia baru melepas tanganku setelah Tama tak terlihat lagi.

"Jangan buang-buang waktu mengejar Tama. Ingat jam terus berputar dan pukul dua beberapa menit lagi. Jika kamu tidak mengerjakannya sekarang, tidak akan cukup waktu untuk menyelesaikannya."

Aku menarik dan mengembuskan napas panjang beberapa kali. Kekesalanku pada Tama masih memuncak, tetapi aku juga tidak bisa sertamerta pergi mencari dan meberinya pelajaran.

"Akhir-akhir ini kamu semakin keras kepala, ya? Sudah bosan kerja di sini, ya?" tanya Kia dengan memasang tampang kesal. "Kalau kamu memang sudah bosan keluar saja sendiri, jangan mencari masalah yang membuatku ikut terlibat."

Room To Room Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang