Tiga

10.3K 292 2
                                    

Dari gosip yang beredar hanya beberapa wanita saja yang belum berhasil diajak ke ranjang Tama. Dan aku salah satu dari beberapa wanita tersebut.

Dulu Tama pernah mencoba mendekat, tetapi aku langsung mengambil langkah seribu untuk menjauh. Lebih baik menjual keperawananku dari pada harus memberikannya pada lelaki seperti Tama dengan gratis.

****

Kembali ke ruang fotokopi aku terkejut saat beberapa kertas sudah berserakan di lantai. Aku segera mendekat dan mengumpulkan semuanya menjadi satu. Ada beberapa kertas yang ternoda dan tidak mungkin bisa di pakai lagi.

Aku memisahkan kertas mana saja yang sudah tidak bisa terpakai dan langsung segera memfotokopi kertas lain sesuai permintaan rekan kerja.

Sekembalinya aku ke ruang kerja, suasana masih sepi. Aku segera meletakan kertas ke meja masing-masing orang. Sebelum kembali dan duduk di kursinya. Tepat saat aku membuka bekal, satu per satu rekan kerjaku kembali. Yang membuatku memutuskan menutup kembali kotak bekal dan menyimpannya di laci.

Suasana yang mereka bawa sedikit aneh, terlihat wajah Kia juga menahan kesal. Wanita itu terus terdiam meski teman-teman yang masuk bersamanya terus mengajak berbicara.

"Loh, Lily ini kenapa cuma ada lima lembar, lima lembar lagi ke mana. Kertas yang satu lagi juga ke mana?" tanya Kia begitu sampai di mejanya dan memeriksa kertas baru dia atas meja.

Melihat Kia yang menatap tajam, aku segera bangkit dan mengambil kertas yang ternoda tadi sebelum mendekati Kia.

"Maaf, Kia. Tadi ada beberapa insiden yang membuat berkas kamu kotor," kataku setelah berhadapan dengan Kia. "Kamu punya salinan lain, kan? Aku minta, ya. Biar aku fotokopi kan lagi."

Sepertinya suasana hati Kia benar-benar sedang buruk. Dia tampak sangat marah.

"Kamu gila, ya. Aku gak punya salinannya!" Kia berteriak membuat kami langsung menjadi pusat perhatian.

Aku juga terkejut, tetapi bukan karena teriakan Kia. Wanita itu sudah terlalu sering berteriak. Yang lebih membuatku terkejut karena Kia tidak punya salinan lain. Mustahil sekali tidak ada di komputernya. Sedang itu berkas penting.

"Kamu mau buat aku kena marah Bu Devina, ya?" tanya Kia yang membuatku kesulitan membuka suara. "Aku kan minta tolong baik-baik. Tapi kenapa kamu tega begini, kamu sengaja, kan? Sengaja merusak kertas ini supaya aku kena marah."

Minta tolong baik-baik apanya. Ingin sekali aku berteriak begitu. Tetapi aku memilih menahan diri, tidak ada gunanya juga jika aku menambah keributan. Di sini aku yang salah karena tidak menjaga baik-baik kertas itu.

"Kalau kamu gak mau bantu seharunya bilang. Jangan kayak gini," kata Kia lagi. Kini wanita itu sudah meneteskan air mata, membuat semua orang yang menyaksikan terkejut dan juga panik. Beberapa orang mulai mendekati Kia untuk menghibur wanita itu. Dan beberapa orang lagi mulai menyalahkan aku.

Keributan itu terus terjadi sampai Bu Devina muncul bersama Tama.

"Ada apa ini ribut-ribut. Dan kenapa kalian semua berkumpul di sini?"

Jam kerja sudah mulai beberapa menit lalu, wajar jika Bu Devina kebingungan melihat kami semua belum ada yang duduk di meja masing-masing.

"Berkas yang Ibu minta pada Kia untuk kepentingan meeting nanti sore rusak, Bu," kata Okta memberi laporan.

"Apa kenapa bisa?"

"Maaf, Bu. Saya tidak sengaja," kata Kia dengan terbata.

"Gak sengaja kata kamu? Kenapa kamu ceroboh begini, sih. Gak biasanya."

Aku melihat Bu Devina mengerutkan kening sebelum berdecak jengkel. Kia memang terkenal sangat teliti, meski semua pujian itu karena aku yang mengerjakan.Tetapi tetap saja tidak ada yang mau tahu.

"Bukan salah Kia, Bu. Yang merusak berkas itu Lily."

Aku menatap Okta, mata kami saling beradu selama beberapa detik. Wanita itu menatapku sinis dan penuh permusuhan. Terlihat sekali jika Okta sangat membenciku.

"Lily?"

"Iya, Bu. Kia minta tolong baik-baik untuk menfotokopi kan tetapi Lily malah merusaknya," kata Okta lagi menggebu-gebu.

"Maaf, Bu. Saya tidak sengaja," kataku saat melihat Bu Devina mengerutkan kening.

"Lily! Lagi-lagi kamu. Kenapa sih kamu selalu bekerja dengan tidak becus?"

Room To Room Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang