Dua Belas

6.3K 242 5
                                    

Mencari berbagai macam jalan keluar pun kepala sudah buntu. Tidak ada ide lagi yang keluar. Menjual semua barang berharga yang aku miliki seperti mencari masalah baru. Aku tidak bisa melakukan itu. Namun, paling tidak aku akan melepas beberapa barang yang sudah beberapa tahun aku miliki.

Tidak apa-apa melepas mereka, karena aku berjanji akan membeli barang lain jika aku mendapat gaji.

Kembali menguatkan tekad seperti dua hari lalu, aku mulai bangkit dan mengumpulkan barang-barang yang hendak kujual.

Aku benar-benar sedang memeluk tas yang hanya sekali dipakai ke kantor dengan penuh kasih sayang sebelum melepas mereka ke pemilik baru. Andai saja dulu aku penuh percaya diri dan mengabaikan ngunjingan rekan kerja saat aku memakai tas ber merk, pasti tas ini sering aku pakai. Tetapi sayang sekali saat itu aku merasa malu dan memilih menyimpan kembali ke tempatnya.

Selesai memeluk tas berwarna hitam tersebut, aku mulai mengecek isinya. Siapa tahu ada barang kecil atau sampah berubah kertas atau tisu terselip.

Aku benar-benar sedang mengeledah tas saat menemukan secarik kertas. Sangat bersyukur karena aku mengeceknya terlebih dahulu, tidak mungkin kan aku menjual tas ini dengan harga tinggi sedang ada sampah di dalamnya. Bisa tambah malu.

Membuang asal kertas tersebut, aku kembali mengeledah tas lain. Dan ya, aku kembali menemukan beberapa kertas dan tisu di dalamnya. Selesai dengan tas, aku mengeledah sepatu, heels hell. Mencari mana kiranya yang bisa aku jual sebelum menumpuk semua tas dan sepatu yang sudah aku pilih menjadi satu.

Satu per satu aku memfoto mereka semua. Sebagian barang masih baru, dan aku sedikit sedih bercampur lega saat ingin melepasnya.

Lima jam kemudian aku baru selesai dengan tas, sepatu dan kamera. Kini aku tinggal mengunggahnya ke situs terpercaya, sembari berharap akan cepat terjual habis.

Selesai dengan semua itu. Aku bangkit dan menjauh dari komputer, mulai mencari sesuatu yang bisa di makan sebelum membereskan sampah yang berserakan di kamar.

Aku sedang mengumpulkan sembari mengecek gumpalan kertas-kertas yang tadi aku keluarkan dari tas saat senyum terbit di bibir kala membaca kalimat sumpah serapah untuk rekan kerja dan atasan yang aku tulis entah kapan. Jika di ingat-ingat kurasa ini satu atau dua tahun lalu saat rasa memberontak perlahan mulai tumbuh dalam diriku.

Banyak lagi kalimat serupa. Namun, terkadang hanya catatan tak penting atau nama-nama tempat yang sempat populer dan ingin aku kunjungi bersama teman, namun sayangnya sampai sekarang belum pernah aku datangi. Dari tempat yang dulunya populer sampai sekarang tidak terdengar lagi kabarnya.

Melihat catatan ini membuatku ingin pergi ke sana. Dulu impianku memang pergi bersama temann, atau pacar, tetapi tidak pernah terwujud. Dan aku ingin mewujudkannya sekarang. Tidak apa pergi sendiri, aku yakin tidak akan merasa kesepian.

Paling tidak sebelum aku meninggalkan kota ini, aku membangun kenangan indah untuk diri sendiri. Agar kelak jika sangat terpaksa kembali ke sini aku tidak merasa berat dan menderita.

Yakin dengan keputusan mendadak yang aku buat, aku mulai memilah beberapa tempat yang akan aku kunjungi malam ini juga setelah selesai memposting barang dagangan tentunya.

Karena memang beberapa tempat harus aku datangi di malam hari. Seperti beberapa bar dan juga bioskop yang tertutup dan menyediakan layanan spesial serta menjaga privasi pengunjung dengan aman.

Mungkin sulit untuk masuk ke bioskop seorang diri, tetapi tidak ada salahnya mencoba.

Tersenyum sendiri memikirkan rencana jalan-jalanku. Aku segera menyelesaikan pekerjaan agar bisa bersiap dan pergi.

Tidak lupa berjanji pada diri sendiri setelah tiba di tempat yang dituju, aku hanya akan melihat-lihat tanpa mencoba minum sesuatu yang mahal karena nyatanya kini aku harus benar-benar berhemat. Kalau sekedar minuman yang paling murah, bisa lah mencoba.

Room To Room Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang