Mempercepat apa yang aku kerjakan, beberapa menit kemudian aku selesai meng-upload semua barang dagangan. Dengan harap-harap cemas, aku mematikan laptop dan bergegas masuk ke kamar mandi. Membersihkan diri lagi sebelum mulai membongkar isi lemari, mencari pakaian yang sekiranya cocok untuk aku bawa ke klub malam.
Mataku tertuju pada gaun berwarna hitam yang menunjukan keindahan bagian punggung penguna. Dari pengamatan sekilas gaun ini sangat cocok di pakai ke tempat hiburan malam. Memakai gaun ini akan membuatku kian percaya diri.
Puas dengan apa yang didapatkan, aku segera bertempur dengan alat make up. Aku cukup lama menghabiskan waktu untuk merias diri sebelum berhenti karena merasa puas dengan perubahan yang aku buat. Di lihat bagaimana pun wajah di balik cermin tersebut tidak mirip sama sekali denganku. Karena make up aku benar-benar menjadi orang lain, dan untuk mendukung perubahan aku memakai lensa kontak berwarna Biru terang.
Saat menata rambut aku sempat berpikir untuk mewarnainya, tetapi sayangnya aku tidak memiliki banyak waktu. Alhasil aku hanya menggerai rambut hitam panjangku begitu saja. Namun, saat merasa tidak puas, aku memutuskan membuat sedikit gelombang agar rambutku kian indah.
Setelah beberapa menit bercengkrama dengan alat tempur, lagi-lagi aku merasa puas saat wajah dan rambutku terlihat sempurna. Tidak ingin membuang waktu lebih lama, aku segera memakai baju. Setelah itu kembali bercermin, aku tersenyum puas saat penampilanku benar-benar seperti iblis penggoda.
"Waktunya berangkat."
Aku sudah memakai heels, sudah membawa tas tangan. Tetapi begitu tiba di depan pintu, tiba-tiba tanganku bergetar. Selalu begini, padahal aku tinggal membukanya dan jalan-jalanku di mulai. Akan tetapi sangat sulit, bayangan bertemu mantan rekan kerja membuat jantung bergemuruh cepat. Tiba-tiba saja tenaga menguap dan menghilang dari dalam diri. Mau menguatkan tekad sebesar apa pun tetap tidak berhasil mengurangi ketakutan.
Dengan gerakan pelan, perlahan aku mundur dari depan pintu sebelum berputar dan melangkah ke arah meja rias. Aku menatap wajahku dengan sedih, sebelum membuka laci dan mengambil masker berwarna hitam. Setelah menutupi mulut dan hidung dengan masker, perasaan lega perlahan menghampiri.
Begitu debar di dada mulai kembali normal, dan getar di tangan menghilang aku memutuskan menengak segelas air dingin sebelum melanjutkan langkah untuk pergi.
Sejujurnya aku sedikit kecewa karena wajah yang sudah aku rias sedemikian rupa lagi-lagi harus tertutup masker. Tetapi jika tidak begini aku tidak akan bisa pergi ke mana-mana.
Aku benar-benar tidak menyangka rasa takut akan bertemu mantan rekan kerja dengan penampilan full make up masih ada. Padahal jika bertemu pun aku bisa mengabaikan mereka. Aku tidak akan kembali bekerja di sana. Dengan pemikiran itu aku bertekad untuk pelan-pelan menyembuhkan trauma. Berharap jauh dari orang-orang yang aku kenal dapat menumbuhkan rasa percaya diri.
Menarik dan mengembuskan napas beberapa kali, aku kembali melangkah ke pintu. Kali ini tidak ada keraguan sampai aku keluar dari mobil tepat di jalan masuk distrik Utara. Daerah yang memang terkenal dengan hiburan malamnya. Di sini mau mendapat hiburan apa saja kamu akan mendapatkannya dengan mudah.
Setelah memperhatikan selama beberapa detik, aku mulai mengambil langkah. Bertahun-tahun aku tinggal di sini dan tahu tempat ini. Dan berkali-kali berencana berkunjung, baru kali ini aku berhasil datang.
Benar kata orang-orang, tempat ini benar-benar hidup. Tawa dan juga teriakan beberapa orang juga meriahkan suasana. Aroma makanan terbang mengudara ke mana-mana. Namun, aku tetap terus melangkah, tidak tergoda dengan ratusan stand makanan. Karena memang bukan di sini tempat yang aku tuju.
Lima belas menit kemudian, aku tiba di depan pilar raksasa. Pilar yang memisahkan kehidupan malam yang normal di distrik Utara dan yang tidak.
Syarat masuk ke sini cukup mudah, hanya harus cukup umur dan tidak membawa senjata tajam serta obat-obatan terlarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Room To Room
RomanceJangan lupa follow, ya. Tap bintang dan komen juga kalau mau. Sepi banget akunku. Lily Cleona sudah bekerja lebih dari sembilan tahun di tempat kerja lamanya, namun dia tetap tidak mendapat teman. Bahkan tak satu pun rekan kerja yang tahu nama leng...