🍂🍂🍂
“ Kebahagiaan terbesar dalam hidup adalah keyakinan bahwa kita dicintai.” – Victor Hugo
🍂🍂🍂
Hinata mengerjapkan matanya perlahan, menyesuaikan cahaya yang masuk kedalam retina indah itu ia melihat sekeliling ruangan ah ternyata ini kamarnya, mencoba menggerakan lengan sebelah kanan namun berat, menoleh perlahan karna kepalanya masih begitu pusing ia melihat sang putra yang tertidur sangat pulas disebelahnya Hinata tersenyum lalu membelai perlahan surai kuning itu "maaf ya kaa-chan membuatmu khawatir" mencoba bangkit dan mengecup pelan kening pria kecil yang sangat ia cintai. Suara deritan pintu terbuka Hinata menoleh mendapati pria yang terus mengikutinya semalam berada dirumahnya sekarang juga membawakan makanan ke dalam kamar.
"Ohayou" tersenyum begitu manis "apakah kepalamu sakit, Hinata?" Tanyanya masih terus berjalan menghampiri Hinata, meletakan nampan makanan itu dinakas
"Tidak terlalu."
"Apa mau ku antar ke rumah sakit?"
"Tidak perlu, Naruto"
"Anak kita begitu khawatir melihatmu seperti ini"
"Berhenti mengatakan dia anakmu" sangkal Hinata
Naruto menarik napasnya perlahan "maafkan aku, maaf begitu bodoh tapi kenapa kau tidak menghampiri ku dan mengatakan yang sesungguhnya, Hinata? Kalau saj—"
"Bagaimana aku bisa menghancurkan senyum yang begitu indah. Aku melihatmu begitu bahagia disana, bersama wanita itu entah siapa akupun tidak ingin mengetahuinya. Meskipun saat melihat dirimu mengecup keningnya membuat hatiku hancur, namun aku berucap dalam hati bahwa ini tidak akan apa-apa" tersenyum memandang langit yang terpancar dari jendela kamarnya "aku tidak bahagia, tapi aku tak bisa menghancurkan kebahagian pria yang sangat aku cintai, Naruto"
Meskipun sudah menyiapkan hati, nyatanya mendengarnya langsung dari bibir sang wanita membuat perasaan dalam diri Naruto begitu sakit. Ini tak ada setengahnya dengan penderitaan yang Hinata rasakan selama 13 tahun.
"Maaf aku menikah dengan orang lain, saat sudah berjanji akan menikah denganmu" ucapnya memandang teduh pria yang berada dihadapannya. Hati Naruto mencelos kala itu kenapa Hinata harus minta maaf sedangkan yang harus disalahkan disini adalah dirinya. Hinata bodoh!
"Cukup. Ku mohon" pinta Naruto
"Hukum aku, Hinata.." mata pria itu memerah, sudut matanya mulai mengeluarkan bulir air yang sudah menumpuk "aku tak sanggup melihatmu seperti ini.. bahkan aku tak akan sanggup melihat mu hancur 13 tahun lalu" air itu mengalir tanpa permisi. Terus mengalir membasahi pipi berwarna tan itu.
"Tolong hukum aku.." menggenggan tangan putih itu, menundukan kepala "tapi aku mohon jangan pergi, Hinata. Aku tak sanggup lagi tanpa dirimu"
Wanita itu tersenyum "tidak." Kepala yang sebelumnya menunduk perlahan memperlihatkan wajahnya
"Apa?"
"Tidak.." ulang sang wanita "bukan aku yang pergi, tapi.." jari telunjuk sang wanita menyentuh dada tegap pria yang sekarang duduk dipinggir ranjang "kau"
"Kau yang pergi meninggalkan aku, Naruto" tersenyum begitu tulus.
Tubuh pria itu bergetar, nyatanya memang bukan Hinata yang meninggalkannya namun ia sendiri yang pergi dari wanitanya. Membuang wanita yang begitu sempurna karna ketidakpercayaan diri akan janji yang suci. Mengatakan di alam bawah sadarnya bahwa sang wanita tak mampu melanjutkan hubungan ini tapi bukan dia, bukan Hinata yang tak mampu.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Long Time (END)
FanfictionHinata hanya seorang gadis yang salah melangkah akibat lelah menunggu. Menunggu seseorang yang tak pasti akan kembali atau tidak. Namun langkahnya terjatuh, terjatuh akibat terlalu percaya kepada seseorang yang menurutnya mampu membuat dia melupaka...