Dua Puluh Lima

606 78 17
                                    

Hidup memang berat, semua orang memiliki titik menyerahnya masing-masing. Tapi sepertinya tidak untuk wanita yang masih memandang datar langit yang begitu biru. Mencintai nyatanya bukan berarti kau akan terus memilikinya, tak apa pikirnya. Aku masih bisa hidup walaupun tanpa dirinya namun kata-kata itu hanyalah penguat sesaat. Kali ke dua Hinata menginjakkan kakinya ditempat ini, gadis yang masih setia menggengam lengan Hinata begitu kuat terus saja memandangnya dengan tatapan berharap.

"Kau yakin?" Tanyanya.

Hinata memberikan senyum yang begitu manis "iya"

"Hinata"

"Tak apa Sakura-chan" masih dengan senyum yang mengembang. Ia lalu melangkahkan kakinya, berjalan menyusuri lorong panjang itu beberapa orang memperhatikannya mungkin karna wajahnya agak berbeda dengan mereka yang asli warga negara ini.

Berhenti didepan ruang kelas yang masih sangat Hinata ingat beberapa bulan lalu. Tak ada siapapun disana, Hinata melangkahkan kembali kakinya terhenti disebuah area kantin melihat sekeliling manik indahnya mendapatkan apa yang sedari tadi ia cari.

Sakura masih memandang sahabat indigonya itu, meskipun ia tidak ada diposisi Hinata sekarang namun ia seperti merasakan apa yang Hinata rasakan.

"Hinata"

Menoleh ke arah sumber suara, tersenyum "tak apa Sakura-chan, dia sudah bahagia. Ini bahagianya meskipun bukan bahagiaku, aku tak apa" masih terus memandang interaksi beberapa insan yang berada jauh didepannya.

Hinata melihatnya dengan sadar pria yang ia cintai tak lain adalah Naruto sedang tertawa bersama teman-temannya lengan kekar itu tak pernah lepas mengenggenggam lengan sang wanita. Sang pria menoleh ke arah wanitanya hatinya sungguh sakit kala melihat Naruto mencium kening wanita lain. Tak terasa buliran air mata itu sudah membasasi pipi seputih susu milik Hinata.

"Hinata" Sakura tersentak melihat sahabatnya, masih bergeming ditempatnya menyaksikan adegan yang mungkin membuat ia semakin terluka. Terus mengelus perut yang sedikit buncit Hinata tersenyum kearah Sakura mengisyaratkan bahwa ini semua akan baik-baik saja.

"Tak apa nak, kita mampu melewati ini berdua saja. Tak perlu merebut kebahagian tou-san mu cukup dengan kaa-chan saja ya"

Sakura tak mampu lagi menahan air mata yang tertampung dipelupuk matanya, ia segera memeluk sahabatnya guna menguatkan walaupun nyatanya tak akan berhasil. Hati wanita itu telah hancur.

.
.
.
.
.

"Hinata" suara wanita paruh baya itu begitu merdu terdengar ditelinganya.

"Kushina ba-san" Hinata tersenyum

"Kau, kenapa baru kembali sekarang? Kau kemana saja sayang?"

"Ah maaf ba-san waktu itu Hinata langsung pulang" tersenyum begitu lembut "Hinata kesini hanya ingin menyampaikan ini" memberikan sebuah kertas berwarna biru pastel, Hinata menyerahkannya kepada Kushina

"Hinata?" Menatap manik wanita yang sudah ia anggap anaknya sendiri "apakah Naruto?"

Dengan cepat Hinata menggelengkan kepala bersurai indigonya "aku mohon jangan memberitahu Naruto-kun ba-san"

Sakura menoleh dengan cepat "Hinata!"

"Tak apa" tersenyum ke arah sahabat yang sangat berarti dalam hidupnya

"Ada apa ini Hinata?" Kali ini suara pria paruh baya yang sangat Hinata kenali.

"Sayang ini" memberikan sebuah undangan pernikahan berwarna biru pastel kepada suaminya.

A Long Time (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang