Malam ini terlihat amat cerah, bahkan cahaya rembulan pun ikut masuk kedalam celah-celah rumah. Rumah kecil nan Asri satu lantai yang tak terlalu lebar, namun terasa begitu hangat.
Wendy melangkah keluar dari kamar, melempar senyum tipis kearah Stela yang lebih dulu ada di ruang makan.
Beralih pada Thalia yang tak pernah lepas pada buku yang gadis itu baca. Lalu pada Embun– sang Bunda.
"Halo! Wah Bunda masak nya banyak banget." Dengan antusias gadis itu duduk di samping Stela. Tepat berhadapan dengan Thalia. Mulai Menyendok nasi yang tersaji di atas meja.
Perut nya begitu lapar, Sejak pagi tadi belum sempat tersentuh makanan. Jadwal nya sungguh padat, Mengurus teater. Belajar bersama club Olimpiade. Pergi bersama Citra Dan masih banyak kegiatan di luar rumah yang Wendy kerjakan.
"Makan kamu banyak."
Gadis itu melempar senyum malu-malu kearah Embun, karna biasa nya sang Bunda mau berbicara pada Wendy saat ada hal-hal penting saja.
"Iya bunda hehe, abis masakan bunda enak—"
"Beras mahal!" Lekukan yang sejak tadi terukir beransur luntur. Dengan perlahan Wendy kembali menaruh nasi kearah wadah yang lebih besar.
"Ah iya, Aku juga lagi diet hehe." Ia tersenyum kecil, meraih sepotong tempe dan sambal untuk lauk nya.
Wendy hanya tak ingin kembali di marahi, karna memakan-makanan lebih. Itu sudah cukup, nasi dan Tempe sudah cukup membuat nya kenyang.
"Makan punya Mba nih, sayur sama ayam nya. Mba tadi udah makan di kantor." Stela menaruh sayur juga sepotong ayam ke atas piring Wendy, membuat gadis itu seketika menoleh kearah Embun yang menatap nya tak suka.
"Gak usah Mba–"
"Makan aja kek, berisik banget." Thalia menyahut, melirik kearah Wendy sebentar sebelum kembali fokus pada buku yang ia baca.
"Thali! Makan dulu, belajar nya nanti!" Stela berujar, menarik buku milik sang adik.
"Mba balikin!"
"Makan dulu!"
Gadis itu berdecak sebal, Thalia suka membaca. Membaca apapun itu yang bisa mengalihkan kesedihan nya akan kehilangan sang Papah.
Stela benar, Yang terpukul bukan hanya Wendy. Namun gadis itu lah yang membuat semua nya menjadi seperti ini.
"Aku selesai,"
Mereka melirik kearah Wendy yang bangkit dari duduk nya, melirik kearah piring gadis itu yang masih terlihat penuh.
"Aku kekamar duluan ya, udah ngantuk." Senyum itu tak juga luntur, menatap kearah sang Bunda dalam.
"Mampi indah Bunda, tapi jangan mimpiin Wendy. Karna hadir nya wendy cuma mimpi Buruk buat keluarga ini." Ia terlekeh kecil, seakan apa yang baru ia ucapkan bukan apa-apa.
"Dadah." Kaki berbalut celana piayama panjang itu melangkah dengan ringan, sekaan jika gadis itu sama sekali tak memiliki beban.
"Bunda harus nya gak begitu sama Wendy, dia juga anak Bunda."
Gadis itu menahan pintu kamar yang sebelum nya ingin ia tutup.
"Anak bunda cuma kamu sama Thalia."
Dan setelah nya, benteng pertahanan yang ia bangun susah payah hancur juga.
~•~
Usai membantu Embun dan Stela membersihkan meja makan, gadis itu bergegas masuk kedalam kamar. Membetulkan letak kacamata nya agar lebih nyaman bertengger di hidung.
KAMU SEDANG MEMBACA
YOU ARE MY PETERPAN
Teen FictionSelama ini, Wendy hanya tak suka satu hal. Kehilangan. Entah kehilangan karna perpisahan, atau kematian. kedua nya sama-sama menyakitkan. Namun sejak belia, gadis itu sudah harus merasakan sakit nya kehilangan karna kematian, yang merambat menjadi...