Wendy memakan bubur yang sebelum nya di belikan Stela, menelan makanan itu susah payah karna tenggorokan yang terasa sakit.
Sejak siang tadi, pikiran nya terus melayang memikirkan permintaan Afra pada nya. Menjauh, atau katakan.
"Tadi Eyang Putri kesini?"
Gadis itu menoleh saat Stela bertanya, menatap nya dengan sorot tak terbaca. Tak hanya sang kakak, namun Embun, dan Thalia pun ikut melakukan hal serupa.
Wendy mengangguk samar sebagai jawaban.
"Ngapain?"
"Jenguk aku." Wendy berucap pelan, saat Thalia bertanya.
Mereka seketika mengangguk, kembali melanjutkan makan nya dengan menu yang tentu berbeda dari apa yang Wendy miliki.
"Makan yang banyak, abis itu minum obat nya." Stela menuangkan air kedalam gelas Wendy. "Besok kalo udah lebih baik bisa sekolah lagi."
Tak menyahut, Wendy hanya mengangguk sekilas. Matanya mengarah pada Embun yang sejak tadi tak bersuara.
"Bunda." Ia mencicit kecil, yang seketika membuat Embun menoleh kearah nya dengan mimik penuh tanya.
"Aku– Aku boleh punya kamar sendiri?"
Bukan hanya Embun yang menampilkan mimik penuh keheranan, namun Stela juga Thalia.
Terlebih Thalia yang tentu merasa tak menyangka. "Kenapa? Lo gak suka tidur bareng gue?"
"Emang nya gue ngiler ya? Emang gue ngorok?"
Wendy menggeleng dengan cepat. Tidak! Bukan seperti itu.
Hanya saja, kini rasa sakit nya terus menerus datang, terlebih ketika malam hari. Wendy tak bisa menahan nya lagi.
Ia butuh tempat untuk melampiaskan rasa sakit nya agar tak terlihat oleh orang lain.
"Engga gitu–"
"Trus kenapa? Lo gak nyaman sama gue. Gue ada salah?" Thalia mencecarnya dengan banyak pertanyaan. Membuat kepala nya kian terasa pening.
"Kalo Wendy gak mau tidur sama ka Thalia, biar aku aja yang bobok sama dia. Kamu bisa tidur di kamar Mba aja–"
"Gak bisa!" Embun mencela. "Kamu fikir rumah kita segede apa sampe tiba-tiba minta kamar begini. Masih untung Thalia mau tidur bareng sama kamu."
"Kalo kamu mau pindah, sana Tidur di gudang! Atau ruang Pojok! Biar setiap hari bisa intropeksi diri!"
"Bunda." Stela menggeleng samar. "Udah lah, lagipun belakangan aku sering lembur, nanti coba aku cari kost di deket kantor—"
"Engga ada ngekost-ngekost! Pulang! Tidur dirumah!" Embun berucap tegas. Menatap kearah Wendy datar.
"Dan kamu, gak usah banyak minta."
"Kalo gak suka sama apa yang saya kasih, pergi. Gak usah tinggal di sini, ngerti?"
Wendy mengangguk, tersenyum kecut saat Embun pergi begitu saja. Meninggalkan ruang makan dalam keheningan.
Tangan nya terangkat, meremas rambut saat kepala nya kembali terasa sakit, disusul darah yang lagi-lagi kembali mengalir.
Ahh
"Sakit banget." Ia mencicit bahkan tak bersuara, beranjak pergi dari sana, tak perduli tatapan khawatir yang terlihat dari wajah Stela dan Thalia.
Langah nya tertatih hingga sampai di dalam kamar, tubuh nya meluruh bersandar di pinggir ranjang dengan kepala tertunduk.
Tangan nya meraih beberapa lembar tisu bersih untuk membersihkan darah nya. "Sakit banget ya Allah."
KAMU SEDANG MEMBACA
YOU ARE MY PETERPAN
Roman pour AdolescentsSelama ini, Wendy hanya tak suka satu hal. Kehilangan. Entah kehilangan karna perpisahan, atau kematian. kedua nya sama-sama menyakitkan. Namun sejak belia, gadis itu sudah harus merasakan sakit nya kehilangan karna kematian, yang merambat menjadi...