Gadis itu melangkah memasuki rumah, tersenyum simpul menghampiri Putri yang sibum berkutat di dapur.
"Udah pulang?"
Ia mengangguk, mengecup pipi sang Eyang dengan lembut. Wendy memang baru pulang dari rumah sakit usai kembali melakukan pemeriksaan, bersama dengan Afra yang ikut mendampingi nya.
"Apa kata dokter?"
Afra mendudukan tubuh nya di kursi minibar, mengambil sepotong brownis yang sebelum nya di buat oleh Putri.
"Gitu, bagus si. Gak berkembang pesat, tapi tetep di saranin buat ngelakuin kemo. Trus di kasih obat, udah." Jawab nya pelan, menatap kearah Wendy yang ikut memakan brownis milik Putri.
"Trus besok di suruh naik mobil aja biar gak kepapar—"
"Gak bisa tant." Wendy menolak, karna tadi pun saat ia berangkat ke rumah sakit, gadis itu menaiki motor bersama Afra.
"Naik mobil aja, nanti lama-lama juga kebiasa kok. Tante udah tanya sama temen tante yang Pisikolog, gimana caranya ngilangin troma kamu." Afra berujar, mengusap rambut Wendy lembut. "Wendy pasti bisa ngelawan ketakutan itu."
Putri ikut mengangguk setuju, tangan nya menyerakan paperbag berisi brownis yang ia masak. "Eyang boleh minta tolong kasih ini ketetangga yang ada di depan rumah gak?"
Wendy mengerjap kecil, "Tapi kan aku gak kenal,"
"Bilang aja kamu cucu nya Eyang putri, kasihan rumah itu cuma di tinggalin berdua, Bapak sama anak. bertiga sama pembantu."
"Istri nya udah lama meninggal." Putri berujar pelan, "Tolong ya Sayang."
Wendy mengangguk samar, sebelum menerima paperbag itu. Melirik kearah Afra yang malah terkekeh kecil.
"Hati-hati, Anak nya Cowo. Ganteng lagi!"
Gadis itu memutar bola mata nya malas, "Tante!"
"Udah sana, biasanya jam segini mereka udah pulang kok," Putri menyahut, karna kini memang sudah cukup sore.
Membuat Wendy mau tak mau segera bergegas keluar dari rumah itu, langkah nya perlahan membawa nya menuju rumah besar yang berada tepat berhadapan dengan rumah Putri.
Menyebrang jalan yang terlihat begitu sepi, sebelum benar-benar sampai di depan gerbang yang menjulang tinggi.
Tangan nya memencet bell yang terletak di sebelah gerbang, mendengus kecil saat tak ada tanda-tanda orang akan keluar.
"Pulang kampung kali ya?" Ia bergumam, sebelum tangan nya mengetuk pagar besi itu.
Tok tok tok
"Do you wanna build a snowman?"
Krek!
"Elsa nya gak ada—"
"Ka Udra?"
Bola basket yang Samudra genggam jatuh seketika, tergelincir karna terlalu kaget. "Wendy?"
"Lo–"
"Ini rumah ka Udra?" Tangan nya menyerahkan paperbag yang ia bawa. "Dari Eyang."
"Eyang– Putri?"
Wendy mengangguk, "Iya, Itu eyang aku. Dan sekarang aku tinggal sama Eyang, jadi kita bakal tetanggan dong ya?" Ia tersenyum lebar.
Samudra mengangguk, rasa terkejut juga bahagia seketika melingkupi dada. Dengan begini, ia bisa lebih dekat dengan Wendy kan?
"Ka Udra mau pergi ya?"
"Eh–" Samudra tergagap kecil, melirik kearah hoodie yang melapisi jersy basket yang ia kenakan. "Engga si, mau main basket di lapangan kompleks aja sama anak-anak."
KAMU SEDANG MEMBACA
YOU ARE MY PETERPAN
Novela JuvenilSelama ini, Wendy hanya tak suka satu hal. Kehilangan. Entah kehilangan karna perpisahan, atau kematian. kedua nya sama-sama menyakitkan. Namun sejak belia, gadis itu sudah harus merasakan sakit nya kehilangan karna kematian, yang merambat menjadi...