Gatra melangkah pelan, menggenggam tangan Kara yanga ada tepat di hadapan nya kini. "Wendy–"
"Stop-stop deh."
Mereka yang awalnya memasang tampang serius seketika menoleh kearah Wendy yang berseru, gadis itu bangkit dari duduk nya.
"Kamu kurang menjiwai Ka Gatra, mimik nya kurang gitu."
"Trus suara nya juga bisa lebih halus gak?"
Lelaki itu menghelanafas kasar, "Ini udah yang keberapakali si? Salah terus gue." Gatra berujar malas.
"Cape tau!"
"Loh emang ka Gatra doang yang cape? Kita semua juga keles!" Citra berseru. "Tinggal ikutin apa yang di bilang Bu Sutradara aja susah banget."
"Sutradara apaan!" Lelaki itu mendudukan tubuh nya di bawah lantai, melempar naskah yang sejak tadi ia genggam dengan kasar.
"Ngeluh terus deh ka Gatra, kita kalo latihan bisa ngulang lebih dari dua puluh kali kalo kamu mau tau!" Kara berseru, "Buat dapetin hasil yang maksimal emang butuh perjuangan."
"Kamu gini aja ngeluh, niat bantuin kita gak si? Gak liat gimana Wendy yang udah kamu jadiin Upik abu? Pernah Dia nolak apa yang kamu suruh?"
Mereka serempak menatap kearah Wendy yang tengah meremas kepala, menunduk merasa pening.
"Ya itu kan emang udah perjanjian–"
"Udah ya." Wendy berucap pelan, "Latihan hari ini cukup sampe sini aja. Kalian juga pasti cape."
Ia melempar senyum tipis, "Di rumah di apalin lagi dialog nya. Masih ada yang terbata gue liat tadi. Ga papa gak sesuai yang penting kata-kata nya sejalan sama alur, Okey?"
Para Anggota Teater mengangguk kecil, satu persatu melangkah meninggalkan ruangan itu karna memang sudah sore.
"Pulang sama siapa?"
Wendy mendongak saat Gatra bertanya, melirik kearah Citra yang masih membersihkan beberapa sampah yang berserakan di sana.
"Citra."
Lelaki itu mengangguk samar, "Gue duluan kalo gitu."
Wendy berdeham pelan, mendudukan tubuh nya kembali saat melihat Gatra sudah menjauh dari sana.
Tangan nya terulur, meraih beberapa butir obat yang sebelum nya di berikan Embun untuk nya saat merasa sakit kepala.
Tersenyum kecil saat ingat kini, Embun terasa mulai menyayangi nya–
"Obat apa?"
Tanya Citra, duduk di sebelah Wendy memperhatikan dua butir tablet obat berwarna putih di telapak tangan gadis itu.
"Gak tau, paracetamol mungin. Bunda kasih ini kalo gue lagi sakit kepala. Karna belakang emang suka migrain jadi gue minum aja—"
"Tunggu deh," Tangan Citra menahan lengan Wendy, meneliti Obat itu lebih dalam. "Ini bukan paracetamol."
Wendy mengerutkan kening bingung, benarkan? Ia sudah sering meminum nya, Dan cukup ampuh untuk meredakan sakit kepala nya.
"Ini obat Tidur."
Dua butir tablet berwarna putuh itu jatuh begitu saja, menatap Citra dengan sorot tak percaya.
"Jangan bohong Cit!"
Gadis itu mengangguk, "Gue tau, Almarhum ka Kirana suka minum obat itu dulu. Itu juga obat yang udah buat ka Kirana meninggal karna overdosis Dy!"
KAMU SEDANG MEMBACA
YOU ARE MY PETERPAN
Teen FictionSelama ini, Wendy hanya tak suka satu hal. Kehilangan. Entah kehilangan karna perpisahan, atau kematian. kedua nya sama-sama menyakitkan. Namun sejak belia, gadis itu sudah harus merasakan sakit nya kehilangan karna kematian, yang merambat menjadi...