18. letter

451 70 23
                                    

Setiap hari setelah pulang sekolah, gadis itu memang bergegas pergi keruang teater. Menjadi yang paling pertama datang, dan terahir meninggalkan tempat itu.

Wendy begitu keras menghafal dialog dari Naskah yang bahkan sebelum nya sudah ia ketik sendiri.

Memaksimalkan penampilan yang tanpa terasa bahkan tinggal seminggu lagi menuju pertunjukan pentas seni sekolah.

Pentas yang di adakan dalam kurung waktu satu tahun sekali dalam rangka menyambut ulang tahun sekolah itu memang acara yang paling di nantikan.

Karna akan ada banyak pementasan dari berbagai macam eskul seni yang akan tampil di panggung megah nanti.

"Udah dateng aja," Kara duduk di samping Wendy yang terbatuk usai menegak air mineral sehabis minum obat.

"Gak makan dulu? Anak-anak masih di kantin kayanya."

Gadis itu menggeleng, mengeluarkan kotak makan berisi salad sayur dengan dua tangkup roti sandwich yang sebelum nya di buatkan Putri.

"Tumben bawa bekel? Kalo diliat-liat juga sekarang lo makan-makanan sehat terus, lagi diet?"

Wendy tertawa sembari menyodorkan kotak makan nya pada Kara, "Gue udah langsing gini, mau diet gimana?" Sahut nya, karna semenjak sakit. Ia merasa berat badan nya terus menurun.

Meski Afra dan Putri selalu memberikan nya makan-makanan sehat dan bergizi.

"Gue lagi suka makan-makanan Empat sehat, lima walafiat aja si." Gadis itu tertawa, menepuk bahu Kara sekejap.

"Ngomong-ngmong, Properti sama kostum aman?"

Yang ditanya mengangguk semangat. "Aman kok, Udah gue beresin. Dia bantu Ardan juga si hehe."

Wendy melempar senyum lega, kembali memakan-makanan nya sembari membaca dialog-dialog yang bahkan sudah ada di luar kepala.

"Dy–"

Kara menyerahkan beberapa lembar tisu dengan wajah panik. "Lo mimisan."

"Eh," Wendy tergagap, berusaha setenang mungkin karna sejujurnya hal ini bukan lagi sesuatu yang tabu.

Belakangan sakit kepala nya pun lebih sering datang dari biasa nya, sakit nya pun berkali-kali lebih menyiksa. Namun Wendy memilih tetap bungkam jika di tanya Afra.

"Lo ga papa?"

"Engga," Gadis itu menjawab pelan. "Emang suka gini kalo kecapean,"

"Lo pasti cape ya–"

Wendy tertawa singakat, menyumpal tisu kedalam lubang hidung nya. "Kita semua juga cape kali Kar, Lo juga pasti cape ngurusin ini itu."

"Bukan itu maksud gue." Kara berujar, menatap kearah Wendy dalam. "Lo pasti cape ngadepin sikap ka Gatra yang kekanak-kanakan."

"Suka susah kalo di suruh latihan, gak nurut, ngebantah." Gadis itu mencicit.

"Kita semua juga tau kok muka-muka cape lu kalo udah debat sama dia." Kara berucap mengusap bahu Wendy lembut.

"Gue tau, kenapa lo tetep mertahanin dia walau sebenernya kita bisa aja ganti peran Peterpen–"

"Gue suka dia, Gue suka ka Gatra, Kara."

Tapi ka Gatra lebih milih ka Bella.

~•~

Sudah sebulan lebih rasanya Wendy pergi, lambat laun Thalia menjadi terbiasa. Terbiasa memendam rasa rindu nya pada sang adik, terbiasa merasa kesepian. Dan terbiasa melihat kemurungan yang di tunjukan oleh Embun.

YOU ARE MY PETERPANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang