Chapter Twenty

145 33 6
                                    

Sewaktu Chen Yuzhi meninggalkan kedai teh itu setengah jam kemudian, dia sama sekali tidak menunjukkan kecurigaan atas kehadiran Sun Yongren di sana. Dia melirik pria gendut itu yang terfokus pada makanan, atau mungkin berpura-pura fokus. Chen Yuzhi tidak menempatkan pria itu pada pikiran utamanya, dia ingin segera kembali ke Shanghai dengan kereta paling awal siang menjelang sore ini.

Dia mendorong pintu kaca, merasakan secara naluri, tatapan menusuk dari arah belakang. Dia menoleh pada Sun Yongren, pria itu nampak mengalihkan pandangan dengan tergesa-gesa. Sebenarnya, jika harus jujur, Chen Yuzhi curiga sejak awal. Tetapi dia tidak memperdalam semua kejadian atau memikirkan terlalu serius. Siapa yang tahu ini memang hanya kebetulan yang aneh. Bahkan, ia harus mengakui. Semua ini aneh sejak awal. Bahkan sikap dan tindakan Jiang Yuelou.

Sekarang, setelah paket itu sampai di tangan orang yang tepat, Chen Yuzhi melangkah penuh kelegaan, dengan senyum terukir di wajahnya, menyisir kehidupan jalanan Luzhi sekitar stasiun dengan tatapan penuh minat. Menyingkirkan jauh-jauh semua pemikiran buruk. Kemudian ia mendengar klakson kereta yang melengking, entah tujuan ke kota mana. Seketika ia membayangkan wajah kekasihnya, setengah bergegas menuju stasiun, berbaur dengan hiruk pikuk di dalamnya.

Di Lavender Teahouse, Qiu Ming meletakkan surat kabar dengan hati-hati. Menunggu waktu yang menurutnya tepat, dia menyapu seluruh isi kedai. Hanya tinggal empat orang berada di tempat ini, termasuk dirinya.
Dari balik kacamatanya, mata Qiu Ming menyala oleh gairah kepuasan. Benda berharga ini sudah berada di genggamannya. Hanya butuh dua puluh lima menit untuk ia kembali ke kediaman Zhan Junbai di pinggiran utara Luzhi diantara taman dan hutan wisata yang cukup sepi. Dia harus segera menyerahkan barang ini.

Pria setengah baya itu berdiri, memegang kotak kayu di tangan kanannya, sementara surat kabar ia jepit di antara lengan kiri. Sebenarnya ia membawa tas kecil, cukup untuk menampung kotak itu. Dia harus bersikap normal dan biasa-biasa untuk meyakinkan diri sendiri bahwa isi kotak itu memang hanya ginseng dan obat-obatan. Dengan begitu tak ada seorang pun curiga. Dia tidak tahu bahwa di belakangnya, Sun Yongren melakukan pergerakan yang sama, berdiri perlahan dan mengikutinya ke pintu keluar kedai.

"Upss, maaf. Astaga, Tuan.. maafkan aku!" Sun Yongren membenturkan bahunya dengan sengaja tepat di depan pintu keluar kedai. Itu seakan memberikan kesan pada orang-orang bahwa ia dan Qiu Ming sama-sama tergesa keluar melewati pintu sempit sehingga saling menyenggol. Qiu Ming tidak lemah, jadi ia hanya bergeser sedikit dengan bahu agak membungkuk. Tetapi pegangannya pada kotak kayu goyah, hingga benda itu meluncur jatuh dari tangannya.

Kotak itu membentur lantai, mengeluarkan bunyi derak samar. Tutupnya terbuka dan isi kotak mengintip sebagian. Sun Yongren segera berjongkok, kedua tangannya merapikan kotak dan mengembalikan semua isinya yang sempat keluar sebagian. Selain obat-obatan dalam botol dan beberapa macam akar, ia menemukan sebuah kantong kecil terbuat dari kain sutra ungu, persis tas kecil untuk menyimpan banyak uang logam. Mungkin memang isinya logam. Sun Yongren merasakan telapaknya dibebani sesuatu dan ia mendelik lebar saat sepotong batu gemerlapan meluncur dari dalamnya. Dia sempat mengerjap kagum, di bawah matahari siang, batu itu berkilau sewarna mawar.

Ini hanya satu, dan ia merasakan ada beberapa lagi bentuk yang mirip di dalam poket kecil itu.

"Jangan sentuh!" Qiu Ming membentak gusar. Baru saja ia menghela nafas lega, satu insiden tidak menyenangkan sudah mengacaukan suasana hatinya.

"Apa kau tidak punya mata untuk melihat?!"

"Maaf," Sun Yongren meringis. Tangannya agak gemetar sewaktu menyerahkan kembali kotak beserta isinya.

Qiu Ming sangat kesal, dan bantuan itu ia anggap bukan bantuan melainkan satu tindak mencurigakan. Nalurinya spontan berprasangka buruk. Mungkin itu reaksi bawah sadarnya atas satu perilaku aneh si pria gemuk karena hanya dirinya yang tahu bahwa di dalam kotak kayu itu ada benda yang tak ternilai harganya.

𝐑𝐨𝐬𝐞 𝐨𝐟 𝐒𝐚𝐦𝐚𝐫𝐤𝐚𝐧𝐝 (𝐊𝐢𝐥𝐥𝐞𝐫 𝐧' 𝐇𝐞𝐚𝐥𝐞𝐫) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang