Ada sesuatu yang hilang dalam diriku. Di tengah kelimpahan udara segar, air jernih, sinar matahari, dan alam indah memukau. Itu adalah senyumanmu yang semakin pudar dan jauh.
Yuzhi, katakan mengapa aku tidak bisa berada di tempat di mana kau berada...
_______
Jiang Yuelou dan paman Liu berdiri di puncak sebuah bukit, titik tertinggi di tanah milik paman Liu. Mereka berada di atas perkebunan sayur yang dipelihara di lereng sisi bukit. Perkebunan itu berhenti di barisan rumah milik para petani, dan di sebelah kanan perkebunan berbatasan langsung dengan hutan.
Jiang Yuelou melihat sekeliling, menikmati pemandangan indah melalui mata seorang pemuda desa biasa, dan pemandangan ini memang menakjubkan. Hamparan langit biru tanpa awan pada senja yang cerah disinari matahari. Angin bertiup sejuk dan lembut. Ini adalah pertengahan musim semi. Tak terasa sudah hampir dua musim Jiang Yuelou lewati bersama paman Liu, pak tua yang menolongnya di halaman kuil. Dia tidak berharap akan hidup sejahtera, cukup dengan membantu paman Liu mengelola tanah pertanian, ia sudah merasa jadi orang yang berguna. Tetapi paman Liu perlahan menyayanginya seperti anak sendiri.
"Aku mengerti mengapa kalian para petani sangat mencintai tempat ini dan tak mau meninggalkannya," ujar Jiang Yuelou di sela hembusan angin.
"Ya benar. Panorama indah, kedamaian, jauh dari hiruk pikuk," paman Liu menanggapi.
"Juga bisa menghasilkan uang," Jiang Yuelou menambahkan.
Paman Liu tersenyum. Dia senang bersama pemuda ini, yang selalu bisa menyatakan dengan tepat apa yang ia rasakan. Awalnya, paman Liu melihat api di mata si pemuda yang ia bawa dari halaman kuil, seakan pemuda itu penuh dengan konflik batin yang hening. Tetapi seiring waktu, tatapannya terlihat lebih damai, nyaris sedih.
Tanah mengalami perubahan seiring pergantian musim. Rumput baru bertunas di ladang, ranting hijau yang lembut di pepohonan. Bunga-bunga musim semi bermekaran di halaman dan tepi jalan. Jiang Yuelou menghirup nafas dalam-dalam, menikmati udara bersih, murni dan segar.
Paman Liu berpaling pada Jiang Yuelou dan berkata, "Kita akan memeriksa pertumbuhan tanaman sayuran dengan lebih dekat. Jadi mari kita menyisir, kurasa sekarang ada yang bisa dilihat."
Untuk sesaat tak ada tanggapan. Tatapan pemuda itu merentang jauh hingga ke ujung tanah pertanian. Pada titik-titik hitam sayap burung-burung di kejauhan.
"Yuelou, mari!" ujar paman Liu.
Jiang Yuelou tidak bergeming hingga paman Liu memerlukan untuk menyentuh lengannya.
"Ya?" ia nampak terkejut.
"Pikiranmu tidak berada di sini," paman Liu tersenyum tipis.
"Tidak, aku hanya terpesona dengan keindahan pemandangan. Itu saja."
Paman Liu terlalu tua untuk mudah dibohongi. Dia menggeleng samar, menghela nafas. "Di mana pun pikiranmu berada, tempat itu pasti lebih indah dari tanah pertanian ini."
Jiang Yuelou menggeleng ragu, "Tidak juga."
"Kau ingin pergi ke satu tempat?" cecar paman Liu.
Pemuda itu kembali termangu. Dia ingin, tentu saja ingin pergi ke sana. Shanghai. Mungkin ada seseorang di sana yang bisa membawanya pada jejak kenangan indah bersama Chen Yuzhi. Mungkin saja dia bisa bertemu lagi dengan pemuda itu, terlepas dari peristiwa yang terjadi. Jiang Yuelou berkali-kali membayangkan bagaimana caranya mereka akan bertemu lagi, dan setiap kali khayalan terus berganti. Tetapi dalam semua bayangan itu, ia tak menemukan adegan perpisahan. Hatinya sangat yakin bahwa mereka masih bisa berjumpa dan bersama lagi. Bahkan hanya dengan memikirkannya, hatinya sudah melayang. Tetapi setiap kali ia berniat mengatakan keinginannya, keraguan kembali datang. Apakah memang benar Chen Yuzhi masih di sana untuknya? Ataukah semua hanya perasaannya saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐑𝐨𝐬𝐞 𝐨𝐟 𝐒𝐚𝐦𝐚𝐫𝐤𝐚𝐧𝐝 (𝐊𝐢𝐥𝐥𝐞𝐫 𝐧' 𝐇𝐞𝐚𝐥𝐞𝐫)
FanfictionRomansa di bawah hujan tercipta tanpa diduga, perjumpaan singkat seorang pemuda manis dengan seorang eksekutif misterius di sebuah kafe, membawa kisah mereka bergulir sampai jauh. Kesan pertama selalu banyak kisah tak terungkap. Pria tampan berkhar...