Chapter Twenty Two

138 30 2
                                    

Kereta terus bergerak menembus kegelapan senja yang mulai berubah menjadi malam. Perubahan secara perlahan di mana matahari ditelan kegelapan seumpama menggambarkan suasana hati Qiu Ming yang meredup oleh kekhawatiran. Malam ini ia dalam perjalanan menuju Shanghai untuk melaksanakan perintah Zhan Junbai yang penuh dengan kemarahan. Lewat tengah hari setelah ahli perhiasan itu pergi meninggalkan kediamannya, Zhan Junbai marah besar atas fakta bahwa Jiang Yuelou mengelabuinya. Tetapi dia tidak bertindak sporadis dengan menelepon Jiang Yuelou dan memarahinya, melainkan memilih cara yang lebih kejam. Zhan Junbai murka karena tidak mendapatkan berlian, tetapi lebih murka lagi oleh pengkhianatan. Jadi ia memutuskan untuk memberi Jiang Yuelou pelajaran alih-alih mengemis informasi di mana berlian itu berada.

Bersama Qiu Ming, seharusnya ada lima atau enam orang lagi yang mengawalnya. Tetapi sebagian dari mereka duduk memisahkan diri. Qiu Ming membutuhkan rasa aman tetapi tak ingin diganggu. Benaknya masih diombang ambing kebimbangan apakah ia akan mematuhi Zhan Junbai untuk menghajar Yuelou atau dia memilih sisi pemuda itu dan menyelinap diam-diam kemudian memperingatkan Yuelou bahwa nyawanya sedang terancam.

Itu sungguh beresiko, Qiu Ming merenung galau. Dia memang menyayangi Kang Sheng An tetapi itu saja tidak cukup untuk merelakan diri sendiri dihajar Zhan Junbai juga. Bahkan, pria dingin itu bisa saja membunuhnya.

Menjelang malam pukul delapan, kereta membunyikan peluit panjang dan roda besi berderak memasuki stasiun. Saat itu Qiu Ming menyadari bahwa semuanya sudah terlambat.

Mereka meninggalkan stasiun untuk kemudian mencari motel. Zhan Junbai mengintruksikan pada Qiu Ming untuk mengacaukan apartemen Il Mare tempat Jiang Yuelou selama ini tinggal. Malam itu juga, menjelang tengah malam Qiu Ming dan enam anak buah Zhan Junbai mendatangi apartemen Il Mare, menginterogasi wanita malang pemiliknya dan mengobrak-abrik seluruh apartemen untuk mencari kotak berlian. Pencarian mereka berujung sia-sia. Kotak berlian, mau pun Jiang Yuelou sendiri, tidak berada di sana.

"Bocah itu licin juga," salah seorang antek Zhan Junbai menggerutu, menarik tirai jendela dan mengintip ke bawah sana. Siapa tahu pemuda yang mereka cari tiba-tiba pulang. Tetapi hanya ada kegelapan.

"Apakah seseorang berhasil memperingatkan dia tentang kedatangan kita?" rekan yang lain menanggapi.

Qiu Ming menggeleng, berpikir seraya menyandarkan pinggang pada meja, "An er sudah memutuskan bertindak nekad dengan menipu tuan Zhan, dia pasti mengantisipasi penyerangan ini. Mungkin dia sudah kabur dengan berliannya," pria tua itu menghela nafas.

"Tidak mungkin kita kembali dengan tangan kosong. Jika berlian tidak kita dapatkan, paling tidak kita berhasil menyeret bocah itu ke depan tuan," salah seorang dari mereka mendengus keras dan marah. Posisi para kacung memang selalu tidak menguntungkan. Mereka bisa memastikan kalau Zhan Junbai akan menumpahkan kemarahan pada anak buahnya.

"Paman, kau memiliki ide tentang tempat lain yang mungkin didatangi Kang Sheng An selain apartemennya?"

Qiu Ming menggaruk dagu, menatap ke lantai. Dengan cepat ia teringat satu tempat.

"Tentu," pandangannya kini menyapu wajah-wajah pesuruh Zhan Junbai.

"Toko buku Jin Ma. Dia mungkin bersekongkol dengan Song Rong dalam penipuan ini, mungkin juga tidak. Tapi tempat itu satu-satunya alternatif yang bisa kita datangi."

Mereka saling melempar isyarat kemudian mengangguk satu sama lain.

"Kita bergerak sekarang!"

* * *

Jiang Yuelou, yang tidak berada di mana pun, tidak terjerat dalam hal apapun. Pada pagi ini, dia berada di mobilnya, melihat-lihat keramaian di sekitar sambil mengemudi santai. Dia baru saja mengantarkan Chen Yuzhi ke Union Bank. Meski pun ekspresinya terlihat tenang, dalam hati ia gelisah dan memikirkan banyak kemungkinan. Dari sudut matanya, dia terus-menerus melirik jam tangan.

𝐑𝐨𝐬𝐞 𝐨𝐟 𝐒𝐚𝐦𝐚𝐫𝐤𝐚𝐧𝐝 (𝐊𝐢𝐥𝐥𝐞𝐫 𝐧' 𝐇𝐞𝐚𝐥𝐞𝐫) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang