Chapter Twenty Six

144 27 6
                                    

🥀🥀🥀

Tubuh Jiang Yuelou timbul tenggelam dihempas arus dan gelombang. Kesadaran sudah lama terenggut darinya. Kemudian saat ia terjaga dalam mimpi, ia menemukan dirinya tersangkut di akar pohon. Kehidupan yang tersisa dalam dirinya mendorongnya untuk merangkak ke tepian di mana batu-batu licin berlumut membentur siku dan bahunya, mengirimkan rasa sakit yang baru.

Langit mendung, air sungai kelabu, mengetahui dengan baik kelemahan dan kesedihannya yang terdalam. Mimpi, itu adalah kalimat yang sempurna. Untuk bagaimana ia ingin pergi pada seseorang yang menyayanginya selama ini, yang mencintainya untuk semua yang ia berikan. Tapi kini ia nyaris tak memiliki apapun yang tersisa. Seolah-olah dirinya telanjang dan semua mimpi dan harapan perlahan terkikis. Bagaimana dirinya bisa menahan belas kasihan di mata Chen Yuzhi, atau bahkan rasa jijik saat ia mengulurkan tangan untuk memohon.

Hidup berliku-liku di depannya seperti lorong-lorong yang akan ia huni, gelap, kotor dan bau tanah becek, menyembunyikan wajahnya dari semua orang yang mungkin mengenalinya, mendorong beban hidupnya di gerobak curian, tidur di ambang pintu dan berdoa agar suatu malam seseorang di suatu tempat yang jauh akan baik-baik saja dan menjalani hidup dengan tenang.

Setiap serat tubuhnya yang sakit menangis. Terkadang ia berpikir lebih baik memanjat tiang jembatan, merasakan air gelap menutup seluruh cahaya di dunia. Rumput laut dan belukar di dasar sungai berliku-liku di sekitar anggota badan, membelit seperti ular. Mungkin mati akan menyelesaikan penderitaannya sekaligus.

Tidak.

Jiang Yuelou mengusir pemikiran bodoh itu dari dalam benaknya. Terlepas dari teror dan patah hati, kesepian cinta hilang dan kekuatan berubah menjadi abu, ia akan mengambilnya sendiri sebagai sumber energi untuk hidup seperti ini selama ia harus. Selamanya, jika takdir memutuskan demikian.

Ini adalah penebusan kesalahannya. Dengan rela ia menjalaninya. Dalam hati berjanji tidak akan melakukan hal yang sama lagi.

Dalam beberapa malam sepi yang ia lewati, seringkali Yuelou bermimpi, ia melihat dirinya bersama Chen Yuzhi Melangkah melintasi jalanan Shanghai yang tertutup salju untuk pergi ke kedai kopi dengan minuman panas dan lezat yang berkilauan dan meyakinkan.

Ia mengenggam erat tangan Yuzhi di tangannya sendiri dan mengatakan padanya bahwa dia pantas mendapatkan kebahagiaan. Lalu dalam mimpi itu dia akan memberikan lagi rangkaian mawar indah untuk cinta yang lebih berharga daripada impian serakahnya. Dan lagi, ya, ia akan memberinya ciuman menggairahkan.

Tapi sewaktu ia terjaga dari mimpi itu pada pagi membeku lainnya, Yuelou tahu bahwa kesepakatan yang dilanggar harus dibayar. Dia menyadari salah satu aturan tidak resmi dalam roda nasib, bahwa dalam beberapa situasi, agar seseorang bahagia, orang lain harus menderita.

Satu kali ia berjalan di tepi sungai, terpeleset dan jatuh tercebur. Suara kecipaknya yang keras membangkitkan ingatan tentang insiden pengeroyokan yang berakhir saat ia berlari dan menceburkan diri di sungai. Ketika akhirnya sungai membawanya ke pinggir sebuah desa, ia duduk lama di bebatuan hingga cukup kuat untuk berdiri dan berjalan kembali. Dia bisa merasakan kehidupan lagi saat ia berjalan menyusuri desa, yang jauh lebih padat daripada sepanjang tepi sungai. Bangunan-bangunannya, yang tertata begitu kacau, tampak bertumpuk satu sama lain. Dia melihat lebih sedikit rumah dan taman yang ia lewati dan tampak terabaikan. Lumut hijau tua menutupi sebagian besar dinding rumah-rumah.

Sebuah bazar memenuhi jalan yang ia ikuti. Jiang Yuelou bergegas ke depan, hampir tidak memperhatikan tumpukan ikan, buah, dan daging yang menghiasi meja yang tak berujung. Para pedagang menatap aneh dan tidak ada yang menyodorkan barang dagangan ke depannya, tapi ia tidak menghiraukan orang-orang ini. Dia memaksakan diri untuk melanjutkan, bahkan ketika kakinya gemetar karena kelelahan.

𝐑𝐨𝐬𝐞 𝐨𝐟 𝐒𝐚𝐦𝐚𝐫𝐤𝐚𝐧𝐝 (𝐊𝐢𝐥𝐥𝐞𝐫 𝐧' 𝐇𝐞𝐚𝐥𝐞𝐫) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang