Chapter Eighteen

142 35 3
                                    

Pagi pukul sembilan yang muram di akhir musim gugur, Chen Yuzhi berjalan lambat setara kecepatan siput

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi pukul sembilan yang muram di akhir musim gugur, Chen Yuzhi berjalan lambat setara kecepatan siput. Stasiun kereta api Shanghai diramaikan suara-suara koper bergulir, teriakan porter, transaksi di loket, obrolan di peron, dan bunyi peluit. Semua suara membosankan di telinga Chen Yuzhi. Dia hanya membawa satu tas ransel yang ditempatkan di punggung berisi sebuah kotak makanan terbuat dari kayu.

Ini hari minggu, stasiun ramai oleh orang yang bepergian dan lebih banyak wajah-wajah asing di mata Chen Yuzhi. Kemarin sore Jiang Yuelou memberikan tas ransel ini dan selembar tiket sekali jalan menuju Luzi, pemuda itu juga memberinya uang untuk membeli tiket perjalanan kembali ke Shanghai.

Setelah menunjukkan tiket yang kusut di genggamannya ke kolektor tiket untuk pemeriksaan cepat, ia berjalan menuju salah satu gerbong kereta. Dia menghabiskan banyak usaha untuk menyelinap diantara orang-orang yang sibuk memilih tempat duduk.

Ekspresi datar setengah murung yang sejak tadi ditampilkan wajah lemah lembutnya sekilas dihiasi senyum saat mengetahui bahwa ia mendapatkan satu kursi di dekat jendela. Akan lebih menyenangkan jika melalui perjalanan sambil menikmati pemandangan. Cara efektif untuk mengurangi rasa bosan.

Chen Yuzhi mengenakan pakaian santai untuk perjalanan singkat ini. Sweater lengan panjang warna krem dicocokkan dengan blazer panjang hijau army dan celana panjang yang juga berwarna krem dan sepatu putih.

Dia mendudukkan dirinya di kursi, melepas ransel dan menyandarkan punggungnya. Dari balik jendela kereta, ia bisa menyaksikan keramaian di luar, kesibukan tanpa henti dari puluhan orang dengan seribu urusan yang berbeda. Apakah ada di antara orang-orang itu yang menjalankan satu urusan tanpa paham alasannya. Sama seperti dirinya. Chen Yuzhi menggaruk dagunya dan termenung. Teringat kembali pertemuan singkatnya dengan Yuelou di apartemen Il Mare, di mana pemuda itu menyerahkan ransel dan selembar tiket.

"Saat kau tiba di stasiun kereta Luzi, seorang pria paruh baya berkacamata akan menunggumu di Lavender Tea House, sebuah kedai teh kecil dua puluh meter ke arah barat dari stasiun," demikian Jiang Yuelou menjelaskan.

"Siapa dia?" Chen Yuzhi bertanya datar, tanpa rasa ingin tahu berlebihan. Dalam benaknya ia berpikir bahwa ia harus tahu dengan jelas apa alasannya ia bepergian ke Luzi. Hanya untuk memberikan sebuah paket? Apa sebenarnya yang direncanakan Jiang Yuelou. Tapi tentu saja dia tidak akan menunjukkan rasa penasaran secara terang-terangan. Sikap seperti itu sama sekali tidak berguna, Yuelou akan memberitahukan semuanya jika ia menginginkan itu. Percuma terus menyelidiki, ia tidak akan bisa memaksa Yuelou berterusterang. Lagipula ia tidak yakin apakah paket yang ia titipkan berisi benda berbahaya atau hanya paket biasa.

𝐑𝐨𝐬𝐞 𝐨𝐟 𝐒𝐚𝐦𝐚𝐫𝐤𝐚𝐧𝐝 (𝐊𝐢𝐥𝐥𝐞𝐫 𝐧' 𝐇𝐞𝐚𝐥𝐞𝐫) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang