"Kak Zal! Urgent, Kak!"
"Duh! Siapa sih?" Di malam yang seharusnya penuh ketenangan, pintu kamar 301 malah mendapatkan tamu yang sangat rusuh. Dengan langkah penuh emosi Zale pergi membuka pintu. Di hadapannya berdiri seorang lelaki yang membawa paper bag.
"Eh, Niran? Bawa apa nih? Makanan dari keluarga lo?" tanya Zale, matanya fokus ke arah paper bag berwarna coklat yang Niran bawa.
Lelaki itu tertawa kikuk. "Bukan, Kak. Ini ... celana gue," balasnya.
Zale mengerutkan dahinya bingung. "Hah? Ngapain bawa celana lo ke sini?"
"Celana gue robek, Kak. Besok mau dipake soalnya ada projek."
"Terus ...?" Zale masih belum mengerti apa maksud dari kedatangan Niran yang mengadu kalau celana yang ingin ia pakai esok hari robek.
"Tolong jahitin ya, Kak Zal. Pleaseee," pinta Niran memohon-mohon dengan kedua tangan disatukan.
Wajah Zale semakin tidak bisa menutupi rasa herannya. "Kenapa minta ke gue dah? Yang jago ngejait kan Elira," balasnya.
"Loh! Iya ya. Yaudah, dadah Kak Zal, good night!" Lelaki itu berlari kecil menuju kamar 304 dan mengetuknya berulang kali dengan tempo yang cepat sama seperti saat ia mengetuk pintu kamar 301.
Tak lama pintu dibuka oleh perempuan berambut panjang diikat yang sedang menyikat giginya. "Eh, Niran. Eh, bawa makanan ya? Thank youu." Baru saja Egi mau mengambil paper bag yang Niran bawa, lelaki itu menjauhinya.
"Bukan makanan, Kak," balas Niran lalu memeluk paper bagnya. "Kak Elira masih bangun gak?" tanyanya.
"Masih." Egi membalikkan badannya lalu memanggil Elira hingga perempuan itu datang dan berdiri di hadapan Niran. "Tuh Niran mau ketemu lo," ucap Egi lalu pergi meninggalkan mereka berdua.
"Kenapa, Niran?" tanya Elira yang sudah memakai piyama lengkap dan sheet mask agar wajahnya tetap bersih.
"Ini ... tolong jahitin celana gue bisa gak, Kak? Besok gue ada projek. Kan gak lucu kalo pake celana bolong ke sana," ujar Niran lirih khawatir Elira akan menolak permintaan tolongnya.
Elira mengembuskan napasnya. Awalnya ia ingin menolak permintaan Niran karena terlalu malas, tetapi mendengar lelaki itu ada kegiatan penting esok hari membuatnya berubah pikiran. Lantas perempuan itu mengambi paper bag yang Narin peluk.
"Yaudah, sini."
"Asik! Makasih Kak Lir! Good night!" ucap Niran lalu berjalan pergi dari kamar 304 menuju kamar 306 yang merupakan kamarnya selama tinggal di tempat pelatihan. Selain Narin, Kian dan Ison juga berada di kamar yang sama dengannya.
"Gimana? Zale mau ngejaitin?" tanya Ison yang sedang memainkan gitarnya bertepatan setelah Niran membuka pintu.
"Enggak. Yang jago jahit ternyata Kak Lira. Mas Ison nipu nih," gerutu Niran penuh kesal. Beberapa menit yang lalu sebelum Niran menghampiri kamar Zale, Ison berkata kalau Zale lah yang pandai menjahit di antara 10 anggota Aureolus.
Lantas Kian dan Ison tertawa terpingkal-pingkal. Risiko Niran menjadi anggota termuda di kamar 306 membuat lelaki itu sering dijahili oleh dua anggota lainnya. Niran hanya bisa menerima semua tingkah jahil mereka dengan lapang dada dan berharap karma datang suatu saat nanti.
Niran membanting tubuhnya di atas kasur lalu membungkus tubuhnya dengan selimut tebal. "Mentang-mentang besok Mas Ison gak ada schedule apa-apa ya, awas aja besok gue doain dipanggil pak Azri buat mengabdi kepada masyarakat," ujar Niran penuh dendam.
"Harusnya lo bersyukur, Nir. Liat tuh Hera, schedulenya dua kali lipet dari kita. Hari ini dia ngajar lukis di TK, besok sekolah minggu," ceramah Ison. Di dalam Tim Social, bisa dibilang Hera adalah anggota tersibuk dibanding Niran dan Ison.
Sedikit penjelasan pembagian jobdesk 10 anggota Aureolus. Mereka dibagi menjadi tiga unit, ada Tim Brain, Tim Action, dan Tim Social. Masing-masing tim memiliki tugas dan mempelajari hal yang berbeda.
Tim Brain yang beranggotakan Kian, Elira, Elios, dan Sheva dicondongkan untuk belajar cara membuat senjata atau merancang pakaian yang aman dipakai untuk berperang. Mereka juga diberikan pembelajaran yang sama seperti Tim Action dan Tim Social tetapi tidak terlalu mendalam.
Tim Action diberi pelatihan untuk meningkatkan ketangkasan mereka seperti ilmu bela diri dan sebagainya. Zale, Radi, Egi, Roman, dan Gara tergabung dalam tim ini. Tak heran mereka terlihat lebih sehat dan lebih kuat dibanding anggota lainnya.
Terakhir, Tim Social yang beranggotakan Ison, Niran, dan Hera. Mereka dibiasakan untuk mengabdi kepada masyarakat seperti mengajar di desa-desa terpencil atau membantu warga yang kurang mampu.
Pada dasarnya mereka semua akan melakukan ketiga hal tersebut, hanya saja ada satu bagian yang lebih difokuskan tergantung minat dan bakat mereka masing-masing.
"Bangsat!"
"Berisik, gue mau tidur." Elios melempar bantal ke arah Radi yang tiba-tiba memekik kencang di malam hari.
Dengan cepat Radi menangkis bantalnya sehingga tergeletak di lantai. "Masa Egi minta gue ngajarin aikido besok. Besok gue mau tidur gila!" keluh Radi sambil mengetik balasan pesan untuk Sian.
"Ya ajarin aja lah, sesama Tim Action masa gak mau ngajarin," timbrung Gara yang sebenarnya sudah hampir tertidur tetapi terbangun lagi karena pekikan Radi yang memekakkan telinganya.
"Gak ada ah males banget gue, mana dadakan bilangnya. Mending kalo dari tadi pagi dia bilangnya, ini H-8 jam baru minta," gerutu Radi.
"Eh menurut lo pada alesan kita diundang ke istana presiden buat ngapain?" tanya Gara membuka topik diskusi dadakan.
"Paling wawancara terus ngobrol santai. Nanyain apa aja yang kita dapet selama di gedung pelatihan kurleb setaun ini," ujar Roman.
"Sama, gue juga mikirnya gitu," balas Radi yang masih melakukan perdebatan via online dengan perempuan yang memaksanya untuk mengajarkan aikido esok hari.
"Gimana kalo ternyata bukan itu?" tanya Gara lagi.
"Terus apaan?" Elios membetulkan posisinya yang tertidur menjadi duduk dan bersandar ke ujung tembok yang menempel dengan kasurnya.
"Mungkin kita bakal dikasih misi pertama gitu?" tebak Gara.
"Mana mungkin, kita masih banyak kurangnya. Kalo disuruh ini itu sama pak Azri masih seneng nunda-nunda. Bayangin kalo dapet misi beneran? Gue gak yakin kita bisa selesain," ujar Radi mencoba realistis.
"Ya siapatau kita dipandang cukup kompeten buat dikasih misi," timpal Gara penuh percaya diri.
"Lagian misinya juga mau ngapain? Orang gak ada ancaman apa-apa kok," ujar Roman.
Gara menganggukkan kepalanya. "Oiya juga sih. Ah yaudahlah gue mau tidur." Ia memeluk bantal gulingnya dan membungkus badannya dengan selimut tebal.
Roman melempar boneka pinguin kecil ke arah Gara. "Yeee, situ yang bikin orang penasaran malah tidur duluan," ujarnya menyindir.
○●
KAMU SEDANG MEMBACA
Évasion : To Another Dimensions
FantasySemuanya terulang, beberapa dari mereka terlihat familiar, kali ini nama mereka tidak berubah, tapi ingatan mereka menghilang. Mereka melupakan tujuan utama mereka. Bagaikan sebuah robot yang diriset ulang dan diatur untuk melakukan tugas yang baru...