"Hoi anak rajin!"
Seruan itu mengejutkan Reo yang sedang beristirahat di bawah pohon rindang lapangan sekolahnya. Matanya memandangi seorang perempuan berambut panjang yang menghampirinya.
Perempuan yang digandrungi sebagai calon murid paling populer saat menginjak kelas 2 dan 3 nanti. Dilihat dari prestasi dan penampilannya, perempuan itu memang pantas menjadi populer.
Hera namanya.
"Pacaran yuk?" ucap perempuan itu. Di tangannya terdapat sebatang cokelat dan setangkai bunga yang sepertinya dipetik di taman sekolah.
Reo terkesiap. Alisnya spontan bertaut, mulutnya menganga lebar. Hubungannya dengan Hera memang tidak buruk, cenderung baik karena sesekali mereka bersenda gurau saat berada di satu kelompok belajar.
Hanya saja Reo tidak menyangka Hera menaruh perasaan padanya hingga mengajaknya untuk menjalin hubungan lebih dari teman. Apakah ini hanya candaan Hera dan teman-teman perempuannya?
"Ngajak pacaran tapi manggil nama gue aja gak bener. Siapa tuh anak rajin?" balas Reo tengil, berusaha menutupi rasa terkejutnya.
Hera menghela napasnya. "Reooonorr! Tuh udah disebut. Mau nama lengkap? Reonor Navier, pacaran sama Hera Valerie yuk!" serunya hingga bergema. Beruntung tidak ada siapa-siapa selain dirinya dan Reo.
"Ini serius? Bukan dare dari temen segeng lo?" tanya Reo memastikan.
"Serius laahh. Gue gak sejahat itu kali mainin perasaan orang."
Reo pikir menerima Hera sebagai kekasihnya adalah keputusan yang terbaik. Setiap harinya ia selalu ditemani oleh seorang perempuan ceria. Semua keresahannya seperti hilang seketika setelah mendengar Hera memanggil namanya.
Hera pun senang bisa lebih dekat dengan Reo, lelaki yang membuatnya jatuh hati di hari pertama mereka berinteraksi. Kalau bisa, Hera hanya ingin bersama Reo selamanya. Tidak peduli kata orang-orang yang menganggap hubungan Hera dan Reo tidak akan bertahan lama.
Satu bulan berlalu, semakin dekat dua sejoli itu, namun semakin besar rasa gelisah di hati si lelaki. Ada setitik niat untuk mengakhiri hubungan yang sedang hangat-hangatnya ini.
Bukan karena sudah tidak cinta, melainkan perintah yang mau tidak mau harus dilaksanakan.
"Udah cukup mama bolehin kamu ikut club dance begitu, sekarang sok pacaran juga? Anak kecil kayak kamu tau apa tentang cinta-cintaan, Reo?"
"Harusnya kamu isi waktu kamu untuk persiapan masuk perguruan tinggi, malah jadi nakal begini. Papa mama gak pernah ajarin kamu jadi anak nakal."
Nakal? Apakah melakukan apa yang Reo suka termasuk kenakalan? Apakah dekat dengan seseorang yang membuat Reo nyaman dan bahagia termasuk kenakalan?
Reo memang tidak tahu seperti apa cinta sebenarnya, ia hanya mengikuti kata hatinya yang ingin bersama Hera. Mungkin itu bukan cinta, tapi apakah itu perasaan terlarang? Apa akan terjadi masalah besar jika Reo terus bersama Hera?
Banyak pertanyaan berkecamuk di pikiran Reo. Ia terus memikirkan jawabannya hingga akhirnya lelaki itu berdiri di hadapan Hera, menundukkan kepalanya.
Taman sekolah hari itu sedang sepi-sepinya karena sudah lewat jam pulang. Seharusnya bersama Hera membuat Reo senang, tapi karena ia tahu ini adalah hari terakhir bersama Hera membuat rasa senang itu terkubur.
"Maaf, Her. Kita harus putus. Gue takut fokus gue buat belajar jadi kepecah."
Alasan untuk berpisah yang aneh menurut Hera. Malah ia pikir prestasi Reo di bidang akademik semakin meningkat karena mereka sesekali pergi ke kafe untuk belajar bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Évasion : To Another Dimensions
FantasySemuanya terulang, beberapa dari mereka terlihat familiar, kali ini nama mereka tidak berubah, tapi ingatan mereka menghilang. Mereka melupakan tujuan utama mereka. Bagaikan sebuah robot yang diriset ulang dan diatur untuk melakukan tugas yang baru...