"Guys! Gue nemu bunga aureolus!"
Suara lantang Radi membuat semuanya kompak menoleh. Zale berlari kecil menghampiri lelaki itu. "Mana Rad, mana?" tanyanya dengan semangat menggebu-gebu.
"Ayo ikut gue." Radi memimpin barisan dan berjalan penuh percaya diri. "Gue yakin banget tadi ada bunga mirip banget kayak di PPT-nya pak Logan," ujarnya seraya ia melangkah masuk ke dalam sebuah ruko tempat pangkas rambut.
Kedatangan Radi dan 11 rekannya tentu membuat para pekerja dan pelanggan di dalam terkejut dan memasang wajah bingung memandangi mereka. Ditambah dengan keadaan ricuh di meja kasir yang disebabkan oleh Aureolus.
"Ini, 'kan?" tanya Radi sambil menunjuk vas bunga berwarna keemasan yang menampung satu tangkai bunga berbentuk sayap burung elang berwarna kuning emas.
Memang dari bentuknya bunga itu terlihat seperti bunga aureolus, namun apakah memang segampang ini mereka menyelesaikan misi? Mereka bisa saja membeli bunga itu dan membayarnya kepada sang pemilik toko.
"Is this a real flower?" tanya Gara kepada sang kasir yang masih terdiam kaku sekaligus waspada dengan kedatangannya.
Bukannya menjawab, sang kasir hanya terdiam mematung. Gara pun ikut terdiam karena tidak tahu harus berbuat apa. Ia sendiri tidak yakin kalau sang kasir mengerti apa yang ia katakan.
Lantas Hera mengambil alih tugas Gara lalu berdiri menumpukan lengannya di atas meja. "Ini ilsa uata uslap?" ucapnya mencoba berbicara dengan sang kasir menanyakan keaslian bunga yang terletak di atas meja.
"Hah? Ngomong apa kamu, Dek?" tanya Ison tidak mengerti, begitu juga yang lainnya.
"Ini bahasa Warga Belamour," jawab Hera setengah berbisik.
Lantas sang kasir menyilangkan kedua tangannya membentuk huruf X. "Ini uslap," jawabnya terbata-bata.
"Ooh, amiret hisak," ucap Hera lalu tersenyum ramah. Ia memberi tahu yang lain kalau bunga itu palsu. Tidak mau berlama-lama, mereka pun keluar dari tempat pangkas rambut itu dan berkumpul sebentar di pinggir jalan.
"Lo belajar Bahasa Fiminex gak bilang-bilang anjir, sejak kapan belajarnya?" tanya Zale sambil mendorong pundak Hera pelan.
"Mbak belom nyadar? Bahasa Fiminex tuh sama aja kayak bahasa kita tapi dibalik," ujar Hera sambil tertawa kecil. Ia teringat masa di mana dirinya juga terkesiap karena keunikan Bahasa Fiminex.
"Lah iya, bener juga," ujar Elira setelah ia membaca sebuah papan yang bertuliskan, 'Hamur Nakam.' Jika dibalik maka akan bertuliskan 'Rumah Makan.'
"Anjay, ini gak jelas tapi gue suka," ujar Niran. Seketika dirinya dan yang lain sibuk membaca semua tulisan yang terjangkau di mata mereka dan mencoba mengartikan apa arti tulisan itu.
"Udah ayo sekarang kita fokus lagi," perintah Ison. Ia membenarkan posisi tasnya dan maju jalan mencari tempat sewa kendaraan. Setelah mengetahui Bahasa Fiminex, mereka menjadi mudah untuk membaca tulisan di sekeliling mereka.
"Kak Lir, itu kayaknya tempat sewa mobil deh," ujar Egi sambil menunjuk ke arah sebuah garasi besar dengan berbagai jenis mobil terparkir di sana.
"Mbak Zal!" panggil Elira. Ia mempercepat langkahnya dan menyamakan posisinya dengan Zale. "Itu tadi ada tempat sewa mobil kayaknya," ujarnya sambil menunjuk ke arah yang Egi tunjukkan tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Évasion : To Another Dimensions
FantasySemuanya terulang, beberapa dari mereka terlihat familiar, kali ini nama mereka tidak berubah, tapi ingatan mereka menghilang. Mereka melupakan tujuan utama mereka. Bagaikan sebuah robot yang diriset ulang dan diatur untuk melakukan tugas yang baru...