32. Neveryn

74 23 3
                                    

"Kak Taeyoung?"

"Eh Sheva udah sadar?!" tanya Hera, ia melompat ke arah Sheva dan mengguncangkan tubuh perempuan itu. "Akhirnya sadar juga! Kita udah ketemu semuanya, Shev! Kita bisa pulang!" ujarnya penuh semangat.

"Athan, bukan Taeyoung," koreksi Roman. Ia berjalan menghampiri lelaki yang menjinjing helm kuning itu. Ia mengangkat tangannya, berniat untuk menjabat tangan lelaki itu. "Ternyata lo di sini."

Lelaki yang dipanggil Athan sekaligus Taeyoung itu terdiam membeku. Lantas Roman menarik lengannya dan memaksanya berjabat tangan. "Gak usah inget semuanya juga gapapa. Yang pasti gue seneng udah berhasil nemuin lo."

Lelaki itu hanya memandangi orang yang berambut putih di hadapannya. Terlihat tidak asing namun karena rambutnya yang putih membuatnya sulit mengingat siapa orang itu.

"Jadi ceritanya kalian semua saling kenal?" tanya Nathan setelah menyaksikan semua peristiwa menyentuh hati ini.

"Orang-orang di tim lawan itu orang-orang yang kami cari," jawab Radi.

Lantas mereka meninggalkan laboratorium yang sudah tidak berbentuk. Mereka kembali berkumpul di ruang utama kecuali Ralinne yang butuh istirahat lebih lama. Perempuan itu beristirahat di kamar Aisy.

"Gue Seora, ketua Neveryn," ujar perempuan berambut abu-abu dengan highlight hijau di setiap ujung rambutnya. "Yang tadi namanya Ralinne, terus yang cowok itu namanya Athan."

Seora menjelaskan alat pendeteksi jiwa emas mereka yang rusak sehingga tidak setajam alat pendeteksi milik Astrola. Saat banyak jiwa emas yang berkumpul di UFO Astrola, UFO Neveryn yang tidak begitu jauh langsung mendeteksi jiwa-jiwa emas itu.

"Athan? Nama gue bukan Athan," ujar lelaki itu tidak terima.

Roman berdecak sebal, tidak bisa dipungkiri kalau ia sedikit kecewa karena Athan tidak mengingat siapa dirinya, namun ia tidak bisa melakukan apa pun selain bersabar.

Senyum tersungging di bibirnya. "Enggak deng, bercanda. Iya bener nama asli gue Athan," ujarnya sambil melirik ke arah Roman. "Tertipu kau, bajingan."

Mata Roman membesar dan mulutnya menganga, sudah siap untuk merapalkan kata-kata mutiara untuk Athan. "Anjing lo! Lagi begini sempet-sempetnya bercanda!"

Athan hanya tertawa jahil. Ia tidak suka atmosfer yang terlalu mencekam seperti ini. Apalagi sekarang banyak orang-orang yang tidak ia kenal.

Lelaki itu melirik ke arah perempuan yang menghampirinya. "Kenapa?" tanya Athan.

Perempuan itu mengulurkan tangannya. "Makasih ya udah selamatin aku pas di Ragair Academy, Kak Athan," ucap Sheva dengan senyum manisnya.

Athan membalas uluran tangannya. "Sama-sama. Masih inget aja lo, itu kan udah lama ba—"

"Hitungannya baru satu malam yang lalu. Belom lama," sela Sheva sambil tertawa kecil.

Athan mengangguk setuju. Walaupun rasanya sudah lama kejadian itu terjadi, tapi di dunia nyata itu baru satu malam yang lalu. Melihat Sheva yang benar-benar menganggapnya seperti pahlawan membuat Athan sedikit tinggi hati.

"Kalian mau dijelasin juga tentang Évasion ini?" tanya Nathan. Ia sudah sempat menjelaskan sekilas, namun ia rasa mereka masih ingin tahu banyak.

Seora dan Athan kompak menggeleng. Mereka terlalu malas untuk mendengarkan seluk beluk permainan ini, toh sebentar lagi mereka akan terbangun dan tidak akan kembali lagi.

"Yaudah kalo gitu mending selesain misi kalian supaya portal buat bangunnya kebuka," perintah Roman mendesak.

"Tapi masalahnya kita gak tau mau ambil jiwa emas siapa. Gak mungkin ada yang mau berkorban, kita semua harus pulang," ujar Aisy dengan raut wajah yang cemas.

Évasion : To Another DimensionsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang