Elios membuka ponselnya, membaca pesan dari Kian yang menyuruh semua anggota Aureolus berkumpul di rumah lelaki itu. Tak lupa Kian membagikan lokasinya di grup.
Ia menyambar jaket bombernya dan pergi menuju lantai dasar rumahnya. Sudah satu malam ia kembali tinggal di rumahnya. Tidak buruk, ia bisa bercengkerama dengan keluarganya lagi.
"Mau ke mana, El?" tanya sang ibu.
"Mau ketemu temen, Ma. El pergi dulu ya," pamit Elios lalu pergi menuju alamat yang Kian berikan dengan mengendarai motor miliknya.
Di sepanjang jalan raya pagi hari itu pandangannya tertuju pada seorang perempuan yang sepertinya ia kenal. Ia melipirkan motornya mendekat pada orang itu. Ia melepas helmnya dan mengajak orang itu berbicara.
"Elira? Mau ke rumah mas Kian? Bareng aja," ujar Elios langsung pada intinya. Lagipula akan terlalu lama kalau ia banyak bertanya.
"Gapapa, El. Gue juga udah pesen ojek online, takut ngerepotin juga," ujar Elira dengan senyum tipis.
"Setaun gue tinggal sama lo emang gak pernah ngerepotin? Udah lah, nih." Elios menyodorkan helmnya pada Elira. Perempuan itu pun menerimanya dan memakainya. "Pake ini juga." Kali ini Elios memberikan jaket bomber yang semula lelaki itu pakai.
Elira tertegun. "Eh? Gue kan gak minta." Sudah cukup ia menumpang dengan Elios, tidak usah sampai membiarkan lelaki itu masuk angin.
"Emang harus nunggu lo minta dulu?" ujar Elios dengan tawa remehnya. Jarang sekali ia menunjukkan sisinya yang banyak berbicara. "Udah, pake aja. Kaos gue tebel, beda sama lo yang cuma selembar." Ia menggantungkan jaketnya di pundak Elira, membiarkan perempuan itu membetulkan sendiri nanti.
Elira perlahan memakai jaket bomber Elios dan duduk di jok belakang motor lelaki itu. Rasanya hati Elira hari ini menjadi lebih baik setelah bertemu dengan Elios, mungkin karena ia sudah terbiasa dengan kehadiran anggota Aureolus yang lain, sekalinya berpisah akan sangat terasa perbedaannya.
Mereka tiba di depan rumah Kian bersamaan dengan taksi online yang mengantar Hera dan Niran, dua termuda itu tinggal berdekatan sehingga mereka memilih untuk berangkat bersama.
"Mas Kian!" seru Niran sambil mengetuk-ngetuk pagar rumah menggunakan gembok yang menggantung.
Bukan tuan rumah yang datang menyambut melainkan Sheva. "Haaii semuanya! Kangen banget deh," ucapnya dengan wajah yang berseri. Ia membukakan pagar dan membiarkan Elios dan yang lainnya masuk.
Terlihat ada beberapa motor terparkir di garasi rumah Kian, beberapa pasang alas kaki yang berserakan di teras juga menjadi tanda sudah cukup banyak yang datang.
Begitu menginjakkan kaki di ruang tamu, sasaran empuk Niran adalah Kian yang tengah menggelar karpet. "Rapi amat rambutnya, Mas. Kayak abis disisirin mamanya," ujarnya entah bermaksud memuji atau menghina.
Kian menatap Niran sinis. Mendengar Roman yang cekikikan semakin membuatnya ingin membanting meja saat itu juga. "Emang kenapa? Gak boleh mama gue sisirin gue?"
Beruntung yang melihat Kian disisiri oleh Mamanya hanya Sheva dan Gara yang datang terlalu cepat dari seharusnya. Kalau saja Mamanya tidak menyadari keadaan anaknya yang berantakan, sekarang Kian akan terlihat seperti anak yang tidak dipedulikan.
Niran terperangah. "Eh ya gak gitu, gue kan cuma nebak. Bagus kok, rapi. Gak kayak bang Roman tuh berantakan," ujarnya sambil menunjuk si rambut putih yang sedikit ikal.
"Ini tuh model!" balas Roman tidak terima.
"Yaudah, ini udah ngumpul semua, 'kan? Langsung aja yuk ngumpul." Ison mulai menjalankan tugasnya sebagai ketua Aureolus. Memang secara teknik Aureolus sudah dibubarkan, tapi mereka tidak akan lepas tanggung jawab secepat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Évasion : To Another Dimensions
FantasíaSemuanya terulang, beberapa dari mereka terlihat familiar, kali ini nama mereka tidak berubah, tapi ingatan mereka menghilang. Mereka melupakan tujuan utama mereka. Bagaikan sebuah robot yang diriset ulang dan diatur untuk melakukan tugas yang baru...