17. Waktunya Istirahat

78 27 0
                                    

"Welcome back, Aureolus!" Sambutan yang diberikan Pak Azri tidak begitu meriah namun mampu membuat senyum anggota Aureolus merekah. "Saya kaget sekali ternyata kalian kembali lebih cepat dari perkiraan."

"Iya, Pak. Kami juga seneng banget ternyata bisa selesain misi pertama tanpa kendala," ujar Gara sumringah.

"Bagaimana selama di Fiminex? Ada hal baru yang mungkin memorable bagi kalian?" tanya Pak Azri.

"Ya ... kita jadi lebih deket aja kali ya. Bisa explore bahasa mereka juga soalnya kita sempet interaksi sama warga di sana," jawab perempuan yang membawa pot Bunga Aureolus, Hera.

Mendengar berbagai cerita dari anak didiknya cukup menyenangkan bagi Pak Azri. "Syukurlah kalian bisa mempelajari hal baru. Bunga itu boleh saya ambil?" pintanya.

"Oh iya boleh, Pak." Hera meletakkan potnya di atas meja Pak Azri lalu kembali berdiri di barisannya.

"Setelah ini saya akan memberikan Bunga Aureolus ini kepada pak Logan. Begitu hasilnya sudah keluar, saya akan berikan laporannya kepada kalian. Kerja bagus, Aureolus. Kalian bisa istirahat untuk beberapa hari kedepan."

Berakhirnya pesan singkat dari Pak Azri, anggota Aureolus pun berbondong-bondong pergi ke kamar mereka masing-masing. Pemandangan yang sudah lama tidak mereka lihat, benda-benda kesayangan yang harus mereka tinggal selama kurang lebih 48 jam, kini dipertemukan kembali.

"Gila gue kangen banget sama kasur," ujar Roman yang sudah melambungkan tubuhnya ke atas kasur empuk. "Semoga misi selanjutnya masih lama supaya gue bisa tinggal di sini lebih lama juga."

"Mindset beban keluarga banget," sindir Radi yang sebenarnya juga berpikiran sama dengan Roman.

"Emang lo gak mau tinggal bareng kita lebih lama?" tanya Gara, terdengar merajuk.

Radi terdiam, sudah pasti sebentar lagi ia akan diserbu. "Ya mau, maksud gue, gak mungkin lah kita jadiin Gedung Ragair tempat tinggal permanen," ujarnya berusaha terdengar logis.

"Kalo bisa kenapa enggak?" sela Roman. "Kan enak makan tinggal makan, minum tinggal minum. Kita gak perlu bayar," ujarnya membantah pendapat Radi.

"Jiwa orang mager banget. Gue sih gak mau ya bergantung terus, gue juga mau nyari kerja terus hidupin diri gue sendiri," balas Radi semakin memperjelas perbedaan pendapat antara dirinya dan Roman.

"Mending lo semua tidur," timbrung Elios. Ia tidak mengerti kenapa tiga temannya masih memiliki tenaga untuk mendebatkan hal tidak penting.

Di kamar 306 dan 304 tidak ada kebisingan sama sekali, mereka sudah berkelana di alam mimpi masing-masing. Embusan angin sejuk dari AC dipadukan dengan selimut tebal yang membungkus seluruh tubuh mereka semakin mendorong mereka untuk semakin tidur nyenyak.

Sedangkan di kamar 301 tengah terjadi kehebohan kecil. Sheva mendapati Hera yang tengah meletakkan bunga aureolus di meja pribadi perempuan itu. Bukankah seharusnya bunga itu ada di tangan Pak Azri?

"Ih Hera! Hera maling!" seru Sheva dengan tatapan menuduh.

Tentu saja Hera tersinggung. "Eh kurang ajar! Gue bukan maling ya, enak aja. Ini gue ambil sendiri pas di Fiminex, sengaja gue sembunyiin," jelasnya setengah emosi.

Zale yang awalnya ingin merebahkan tubuhnya pun urung. Dengan kedua tangan dilipat di bawah dada ia menghampiri Hera dan Sheva. "Pantesan tadi lo doang yang bawa-bawa carrier ke kamar," ujarnya. Tidak ada satupun orang yang membawa tas besar itu selain Hera.

Hera tersenyum meringis. "Jangan kasih tau pak Azri ya, pleaseee," pintanya memelas. Sebagai pengikut setia cerita tentang Pulau Fiminex, ia sangat ingin menyimpan bunga aureolus setidaknya satu di kamarnya.

Évasion : To Another DimensionsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang