Pertama mereka membuka pagar rumah yang sudah karatan, lalu menyingkirkan kotoran-kotoran yang berserakan di lantai agar memudahkan yang lain untuk lewat. Entah bagaimana bisa Pak Azri bisa mengurung diri di tempat yang tidak nyaman ini.
"Ini banyak barang nutupin pintunya. Ribet!" gerutu Athan frustrasi. Ditambah barang yang menutupi pintunya cukup besar dan berat seperti lemari, meja, dan kasur tua yang besar.
"Mbak Zale pasti bisa angkat tuh," ujar Roman.
Belum mulai Zale bergerak memutar roda kursinya, barang-barang besar itu mulai melayang bergeser memberi jalan untuk mereka. Melihat kejadian yang sedikit mistis itu membuat beberapa dari mereka merinding.
"Woi! Kok terbang kasurnya!" seru Niran heboh sambil memeluk lengan Ison.
"Demi Tuhan gue kaget banget," lirih Gara sambil mengelus dadanya. Ia menoleh ke arah Radi, lelaki itu terlihat sedang konsentrasi, kedua tangan lelaki itu juga mengarah ke barang-barang yang bergerak.
Sedangkan Aisy yang baru pertama kali melihat hal magis seperti ini terlonjak kaget. "Radi! Kok kamu bisa kayak gitu? Sejak kapan? Rad, kok aku gak dikasih tau sih?!" cecarnya bertubi-tubi sambil mengguncangkan lengan Radi.
"Ai ... jangan goyangin tangan aku," ujar Radi yang kesulitan mengontrol gerak benda-benda itu. Kekuatannya belum sepenuhnya sempurna, ia masih harus belajar mengendalikannya.
"Kita dapet itu dari bunga aureolus, Kak. Semua anggota Aureolus juga punya kekuatan, cuman ada aja yang gak penting jadi gak pernah dipake deh," jelas Hera singkat.
"Gak penting gimana? Siapa yang kekuatannya gak penting?" tanya Aisy bingung. Ia pikir semua kekuatan pasti berguna.
Hera menunjuk Elios. "Tuh. Gue gak pernah liat kak Elios nunjukin kekuatannya," ujarnya sambil menatap punggung Elios sengit.
Tentu Elios mendengarnya, ia berbalik badan dan berjalan mendekati Hera. "Enak aja. Save the best for the last," ujarnya menahan geram.
"Udah jangan ribut, pintunya udah kebuka. Ayo masuk," perintah Ison. Ia memastikan semua orang masuk sebelum dirinya, entah kenapa jiwa ketuanya masih menempel. Padahal Ison tidak harus repot-repot memimpin orang-orang itu.
"Kosong gini ... gimana kalo kita diprank?" ujar Seora getir. Ia hanya melihat ruangan-ruangan kosong yang berdebu serta tembok yang catnya sudah mengelupas, ditambah udara yang sangat kotor membuat mereka tidak berhenti batuk.
Mereka terus mencari setiap sudut rumah kosong yang lumayan luas itu. Bahkan ada taman belakang yang bisa dipakai untuk bermain sepak bola. Beberapa laki-laki mencari petunjuk keberadaan Pak Azri di sana.
"Guys! Sini deh!" seru Ralinne dan Egi yang sedang berada di satu ruangan yang menyerupai kamar dari ukurannya yang tidak begitu besar. Suara langkah kaki pun semakin lama semakin mendekati mereka.
"Kenapa?" tanya Reo yang datang pertama kali bersama dengan Hera.
"Itu ...." Ralinne menunjuk ke arah sebuah ruang kecil di tembok, cukup tinggi sehingga mereka tidak bisa melihat apa yang ada di ruang kotak itu. "Kalo di situ ada sesuatu gimana ya?" terkanya.
Reo mencoba berjalan mundur dan berjinjit berusaha melihat apa yang ada di ruangan berbentuk kotak yang ukurannya kurang lebih 2 x 1 meter. "Kayaknya gak ada apa-apa di sana. Kosong," ujarnya.
Yang lain pun mulai berdatangan menghampiri Ralinne dan Egi. Ikut menebak apa yang ada di atas sana sampai ada yang bergerak satu langkah lebih maju dari mereka. Elios dengan santainya berjalan di atas tembok layaknya seekor cicak untuk memeriksa apa yang ada di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Évasion : To Another Dimensions
ФэнтезиSemuanya terulang, beberapa dari mereka terlihat familiar, kali ini nama mereka tidak berubah, tapi ingatan mereka menghilang. Mereka melupakan tujuan utama mereka. Bagaikan sebuah robot yang diriset ulang dan diatur untuk melakukan tugas yang baru...