31. Di Tempat Yang Sama

73 24 1
                                    

"Elios, awas!" Aisy bergegas berlari ke depan Elios dan melayangkan satu anak panah ke sebuah benda asing yang hampir menimpa lelaki itu. Dengan sekejap mata benda itu menghilang dan anak panahnya kembali ke tangan Aisy.

Senjata milik Astrola cukup unik. Dengan model yang biasa saja, senjata-senjata itu memiliki fungsi yang beragam dan jarang ditemukan.

"Lain kali fokus," perintah Aisy singkat.

"Kak Roman! Jangan tinggalin gue woy-AH ELAH!" Hera menghentakkan kakinya kesal karena ditinggal sendirian oleh anggota Aureolus yang lain. Kini ia benar-benar sendiri, ia tidak tahu ke mana perginya Sheva. Anak itu hilang begitu saja.

Tanpa sadar sebuah robot sebesar gajah siap menembakkan api ke arah Hera berjalan semakin dekat ke arahnya dari samping. Hera baru menyadarinya saat ia bisa merasakan panas api di sekitarnya.

Ia terjerembap dan kesulitan untuk berdiri, untuk berteriak minta tolong pun sulit. Ia memejamkan matanya, kalau ia memang ditakdirkan untuk tereliminasi lagi di permainan ini, ia ikhlas.

Beruntung, takdir berpihak kepada Hera. Ison berlari ke arahnya dan memasang badan. Seketika sebuah tameng transparan mengelilingi mereka dan melindungi mereka dan tembakan api itu.

"Dek! Kamu gapapa?" tanya Ison khawatir.

Hera mengangguk dengan wajah yang sudah berkerut, hampir menangis. "Gapapa, Mas." Ia perlahan berdiri dan mengaitkan lengannya dengan Ison, mungkin ia tidak kenal dengan lelaki itu di dunia nyata, namun ia sudah menganggapnya sebagai seorang kakak.

"Hera mau pulang, Mas. Hera capek," ujarnya lirih.

Ison mengusak pelan rambut gelombang Hera. "Nanti ya, Dek. Sebentar lagi." Matanya mengamati setiap sudut laboratorium yang luas. "Ada Sheva sama Niran di sana. Ayo kita ke sana."

Dilihat dari apa yang terjadi di ruang laboratorium, yang membobol masuk bukanlah manusia namun sebuah robot yang dilengkapi dengan senjata api. Gara berspekulasi kalau tim lawan sengaja tidak menyerang secara langsung agar tidak memakan energi.

Ia melihat beberapa robot yang sudah tumbang. Ia mengamati setiap bagian dari robot itu, mencari di mana tombol untuk mengatur nyala dan matinya. Tanpa menghabiskan banyak waktu, ia berhasil menemukannya. Tombol itu berada di bagian kakinya.

Gara mulai menggunakan kekuatannya untuk
menyamar sebagai salah satu dari robot itu agar keberadaannya tidak disadari oleh robot asli dan saat sudah dekat ia kembali ke bentuk tubuhnya yang semula untuk menekan tombol mati para robot itu.

Lama kelamaan suara ledakan senjata mulai mereda karena banyak robot yang berhenti berfungsi dan menghilang setelah anak panah yang Aisy lontarkan menancap di bagian tubuh para robot itu.

"Hah? Kok tiba-tiba robotnya mati?" tanya Zale heran. Ia berjalan mundur mendekati yang lainnya.

"Gue juga gak tau, mungkin baterainya abis," ujar Ison menerka.

"Robotnya kok berkurang," gumam Kian yang tengah mengawasi dua termuda Aureolus di ujung ruangan.

"Jiakh, belom juga dipake pistol gue udah pada abis baterai aja," gerutu Roman kecewa.

"Bersyukur bego," tegur Elios.

○●

"Argh! Kenapa bisa mati?!" ujarnya sambil menggebrak meja untuk memantau keadaan di UFO lawan melalui robot yang mereka kirim. Sekarang layar hanya menampilkan warna hitam gelap.

"Gak mungkin mereka bisa habisin robot itu secepet ini," timpal seorang laki-laki di ruangan pantau.

"Kalo gitu sekarang kita aja yang maju," usul perempuan berambut panjang diikat. Ia sudah tidak sabar untuk menyelesaikan misinya.

Évasion : To Another DimensionsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang