11. Kakak Disini

1.4K 150 17
                                    

"Hai Ayah"

Senja tersenyum segan saat tatapan sang ayah mengarah ke kedua irisnya. Saling berhadapan setelah peristiwa tidak mengenakan beberapa bulan yang lalu membuatnya sedikit gugup, atau malah sangat gugup. Karna ia sendiri tidak sedekat itu dengan ayahnya, tidak sedekat Senja dengan bundanya.

Bumi tersenyum dan tatapannya mengarahkan sang anak untuk duduk di hadapannya.

"Mau ayah pesankan sesuatu?"

"Senja baru aja makan sama temen-temen yah"

Raut wajah sang ayah sedikit kecewa. Jarang sekali Bumi duduk berhadapan hanya berdua dengan Senja, bahkan ketika Kejora masih disampingnya.

"Kalau gitu satu Americano 8 shoot?"

Senja tertegun, ayahnya tau minuman kesukaannya. Entahlah, hal itu berhasil membuatnya menarik sedikit ujung bibirnya.

Waktu terus bergulir, dan suara rintik hujan mulai menemani keduanya yang terdiam. Senja yang tidak tahu harus memulai dari mana dan Bumi yang masih menikmati secangkir kopinya.

"Yah-"

"Senja-"

Susasana canggung melingkupi keduanya. Bingung harus bagaimana ketika dua orang yang saking diam akhirnya membuka suara namun bersamaan.

"Ayah dulu"

Bumi tersenyum mengiyakan tawaran Senja.

"Ayah tahu pasti berat buat kamu menjalani hari-hari tanpa Bunda"

Senja tertegun. Ia tidak menyangka Bumi akan membicarakan hal ini.

"Bunda kamu orang yang sangat hangat, penuh keceriaan dan kasih sayang. Sayang orang sekuat dia harus direnggut oleh takdir"

Mata sang Bumi sayu, mengingat kisah bahagianya bersama sang istri. Sebuah kebahagiaan yang seolah tak akan pernah hilang, namun mereka lupa pada takdir.

"Mata kamu mirip dengan mata Bundamu. Senyuman kamu juga sehangat senyuman Kejora. Tapi maaf, ayah belum bisa mebawamu pulang bersama kakakmu. Bukan berarti ayah ngusir kalian berdua, tapi ada hal lain yang harus diselesaikan dengan cara berpisah sementara"

Senja tidak tahu harus berkata apa, tangannya tiba-tiba bergetar dan berkeringat dingin.

Bumi tersenyum, lalu satu kalimat yang membuat jantung Senja seakan ingin keluar dari dadanya terdengar.

"Jangan pulang ya"

***

Hujan semakin deras dan hari semakin sore. Anta duduk di ruang tamu dengan cemas. Adiknya belum pulang dan dia tidak memberi kabar apapun. Berkali-kali dia menelfon nomer sang adik tapi tidak diangkat.

Drrtt... Drrtt...

Ponselnya bergetar, namun bukan dari orang yang ia tunggu.

"Hallo Ta, aku tadi liat Senja ke cafe nemuin seseorang dan baru beberapa menit keluar. Padahal di luar lagi hujan. Coba kamu susul dia kesini"

"Oke, Thanks Glo"

Anta segera menyambar kunci mobilnya dan melesat keluar rumah.

***

Hujan masih membasahi kota Bandung, ditengah orang-orang yang berlarian juga yang sibuk memegang payung juga bawaannya, Senja terdiam. Berdiri di antara ramainya orang yang berjalan kaki dengan sangat cepat, tapi Senja terus menunduk, melangkahkan sedikit demi sedikit kakinya. Tatapannya kosong melihat ke ujung sepatunya yang telah basah. Beberapa kali bahunya terdorong oleh orang-orang, namun tatapan kosongnya tak berubah.

Senja Sang Angkasa (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang