"Gimana keadaannya?"
Anta langsung memegang pundak teman sekaligus dokter yang merawat Senja yang baru saja keluar dari kamar rawat sang adik. Nafasnya masih memburu karna berlari dengan tergesa-gesa.
Selalu seperti ini jika menyangkut sang adik. Baginya, Senja adalah segalanya. Ia tidak akan melupakan bagaimana ayahnya hanya diam saja saat ia dan Senja pergi dari rumah, tatapan mata yang tajam dan bibir yang terkatup rapat. Tidak ada kata atau sikap yang menunjukan laki-laki paruh baya itu menyesal saat kedua putranya pergi melangkahkan kaki dari rumah. Bahkan ia tidak mengatakan apapun saat Senja berharap ayahnya berubah fikiran dengan air mata yang terurai.
Senja kembali berada di ranjang pesakitannya. Lagi, tidak ada senyum hangat yang selalu menyapa Anta ketika dia pulang. Lagi-lagi ia melihat adik kesayangannya harus terdiam tak berdaya dengan masker oksigen di wajahnya.
Ia hanya mampu memegang tangan sang adik, berharap dewi fortuna melihat ketidak beruntungan ini dan merasa bersalah.
Anta benci situasi ini. Ia benci berada di situasi dimana yang ia bisa hanya berharap.
"Kak..."
Anta tersenyum tipis melihat adiknya membuka mata, menampilkan manik coklat miliknya yang menghanyutkan.
Ia menatap sang adik seakan meminta penjelasan bagaimana hal ini kembali terjadi. Anta hanya khawatir hal buruk akan selalu terjadi jika ia tidak berada di sisi sang adik. Tapi Senja hanya menatap sekilas kearahnya dan membuang muka begitu saja ke arah lain.
Kecewa pada diri sendiri yang terlalu lemah, lalu jika ia juga kecewa pada kedewasaan apakah itu salah? Dewasa membuat seseorang berubah. Keegoisan, keras kepala, tamak dan masih banyak hal buruk terjadi setelah dewasa menuntut untuk di berikan ruang.
Menurutnya tidak ada yang bisa ia benarkan ataupun salahkan dari sifat kedua orang dewasa di hidupnya ini. Anta dengan sifat tegasnya dan prinsip yang tidak mudah dipatahkan, Bumi yang memiliki tempramen keras dan keputusan yang sulit dibantah. Kadang ia berfikir bagaimana kedua orang itu memiliki sifat yang sama tapi memiliki pendirian yang berbeda. Benar-benar sulit untuk disatukan. Berusaha mempertemukan kakaknya dan ayahnya adalah suatu kesalahan yang besar, seperti halnya memepertemukan buaya dengan harimau.
Senja menatap kosong jendela kamar rawatnya, mengingat kembali apa yang di katakan sang ayah.
"Cepat atau lambat, kakakmu itu pasti akan merasa lelah dengan segala hal yang terjadi tanpa ayah harus menggerakan jari ayah sekalipun"
Ia hanya takut jika suatu saat nanti kakaknya benar-benar lelah dan menyerah terhadap dirinya tapi ia juga takut jika harus meninggalkan orang paling berharga yang ia miliki.
"Kak..."
"Hm?"
Senja kembali menatap mata sang kakak, tatapan memohon yang Anta tahu apa artinya.
"Oke"
Helaan nafas Anta terdengar seiring tetesan hujan mulai berjatuhan mengenai jendela kamar lantai tiga itu.
Senja tersenyum di balik masker oksigennya, ia tidak tahu bahwa akan semudah ini meminta kakaknya pulang kerumah. Ia hanya berfikir bahwa mungkin jika kakaknya mau bicara baik-baik dengan ayahnya semua masalah akan terselesaikan. Karna yang ia tahu, salah satu dari mereka harus ada yang mengalah, setidaknya untuk menyatukan kembali apa yang retak.
Hanya karna keegoisan yang tidak ingin kakak dan ayahnya akui, semua hal menjadi rumit. Ia tahu bahwa sebenarnya kedua orang itu saling merindukan satu sama lain, mereka saling membutuhkan dan menyayangi, hanya mereka terlalu egois untuk mengakui. Maka dari itu ia sadar dan tidak ingin membela salah satu dari mereka.
"Kita akan pulang, kerumah yang ada di Bandung"
Seketika Senja membulatkan matanya. Bukan ini yang ia harapkan.
"Kak Anta, aku mohon" Lirihnya.
"Kita pulang kalau kamu udah bener-bener pulih" benar-benar tidak ada kesempatan untuk membantah.
"Ta-"
"Kakak nggak nerima penolakan, Senja"
Senja hanya bisa menundukkan kepala dengan mata yang memerah. Ia tahu tatapan mata itu. Tidak ingin dibantah ataupun disanggah.
Padahal yang ia inginkan hanya bersama keluarganya lagi seperti dulu saat bunda masih ada. Tapi ia sadar semuanya telah jauh berbeda, tidak lagi sama bahkan entah bisa kembali seperti semula atau tidak. Ternyata memang sulit hanya untuk mengaku kalah. Benar, semua orang ingin menang, hanya mereka terlalu mengedepankan ego.
***
Jangan lupa tinggalkan jejak🤗
Kritik dan saran sangat diperlukan🙏🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Sang Angkasa (HIATUS)
Novela JuvenilLangit senja di kota Bandung merupakan hal romantis bagi sebagian orang yang saling mencintai dan berpikir untuk saling memiliki. Berbagi rasa yang sama dan tujuan yang sejalan. Maka bagaimana jika langit itu mendung? Bagaimana jika hujan selalu tu...