15. Luka Yang Sama

985 105 9
                                    

Sudah sangat lama. Sangat lama sejak terakhir kali Senja mendatangi tempat ini. Taman Film yang dulu pernah menjadi salah satu tempat pelariannya. Ternyata suasananya masih sama, apalagi di sore hari. Anak-anak kecil berlarian kesana kemari dengan orang tua mereka yang tentunya mengawasi. Hati kecil Senja sedikit tercubit kala melihat seorang anak kecil tengah bersenda gurau dengan ibunya. Tentu saja tak lupa Senja mengambil foto dari hal manis yang ia lihat. Hal manis yang telah lama ia rindukan.

Drrrttt.... Drrrttt.... Drrrttt...

Ponselnya berdering. Nama Anta terpampang di layarnya. Oh, Senja yakin Anta akan mengomelinya nanti saat pulang. Dengan takut dia mengangkat panggilan dari sang Kakak. Ia siapkan telinganya baik-baik karna setelah ini akan ada rentetan pertanyaan yg harus ia dengar. Ingat, hanya mendengar bukan menjawab.

"Udah sore Senja! Kenapa nggak bilang mau keluar? Kamu kemana? Sama siapa? Naik apa? Makanan dimeja kok masih utuh? Kamu pasti belum makankan?Kakak jemput sekarang!"

Senja masih mencerna rentetan pertanyaan yg kakaknya lontarkan. Secerewet itu Anta kalau sudah berhubungan dengan dirinya.

"Di Taman Film. Kak Anta kalo mau kesini, kesini aja. Film Spidermannya lagi diputar nih"

Senja nggak berbohong, Film The Amazing Spider-man memang sedang diputar. Film yang sudah ketinggalan jaman tapi masih Senja sukai.

"Siapkan penjelasan selagi kakak kesana!"

Dan panggilan itu langsung terputus. Hufft, tiba-tiba Senja merinding. Ia tidak perlu membuat alasan apapun. Lagipula dia sudah 20 tahun, bukan anak kecil lagi yang keluar sore harus dicari ibunya biar pulang.


***


Sepasang Kakak beradik itu duduk di meja makan. Wajah Anta masih memerah menahan marah sedangkan sang adik tengah menyelesaikan makannya dengan tenang.

Anta akui, ia juga rindu Taman Film, ia rindu waktu dulu kluarga utuhnya sering pergi kesana tiap weekend. Tapi sekarang, bahkan hanya untuk mengajak Senja pergi keluar di waktu senggang sang adik saja ia tak mampu.

Anta menghela nafasnya sebentar. Ada hal yang akan ia sampaikan. Senja mungkin akan sedikit terkejud dengan apa yang akan ia katakan.

"Senja..."

Senja yang telah selesai menyantap makanannya menoleh kearah sang Kakak dengan tatapan bertanya. Mulutnya masih penuh dan ia merasa heran dengan nada bicara Anta yang terdengar serius.

"Besok malam Nenek mau semua keluarga Angkasa makan malam di rumahnya. Kamu... Kalau kamu nggak nyaman nggak usah ikut nggak papa"

"Kak-"

"Kakak akan datang sendiri, kamu nggak usah ikut aja deh Ja. Perasaan Kakak nggak enak"

"Kak Anta!"

Senja meninggikan suaranya. Kakaknya ini benar-benar, Senja gemas dibuatnya. Sedangkan Anta dengan wajah terkejudnya berkedip beberapa kali. Apa itu barusan? Adiknya meneriakinya? Astaga, apa ada yang salah?

"Aku ikut"

Wajah Senja terlihat mantap. Anta menatap sepasang bola mata yang bersinar dibawah lampu gantung itu sedikit berbinar. Entahlah, Anta pikir tidak terlalu buruk membawa Senja ke pertemuan keluarga esok hari, tapi perasaannya berkata lain.

"Kamu yakin Senja?"

Dengan wajah terherannya Anta memegang bahu sang adik dan dijawab dengan anggukan mantap.

Sejujurnya swdari awal Senjapun merasa akan ada banyak hal datang tanpa ia duga. Seperti pertemuan keluarga ini contohnya, tapi sang bungsu Angkasa itu telah memantapkan pilihannya sejak lama, bahkan sejak sebelum dia dan kakaknya kembali ke Bandung.

Senja Sang Angkasa (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang