13. Senyuman Sederhana

828 100 5
                                    

Hari Rabu yang cerah. Dokumen-dokumen diatas meja menunggu untuk dibuka dan ditandatangi oleh tangan kekar sang Bumi.

Masih pukul sepuluh pagi dan sekertarisnya itu sudah lima kali masuk kedalam ruangannya untuk menambah berlembar-lembar berkas atau menanyakan hal-hal penting lainnya.

Tok tok tok

Bumi menghela nafas lagi, kali ini dengan sedikit emosi. Dia sudah akan memarahi sekertarisnya jika suara sepatu berhak rendah itu tidak melangkah masuk ke dalam ruangannya. Annalise, Mamanya berjalan anggun menuju sofa dan mendudukan dirinya disana. Bumi segera berdiri dan menyusulnya untuk menghadap sang Mama.

Ada apa Mamanya ini tiba-tiba datang kekantornya? Kedalam gedung yang sebelumnya tidak pernah ingin ia injakan kakinya.

"Sudah lama sejak kita bertemu, Ma"

Bumi tersenyum kecut ketika sang ibu hanya menjawab dengan senyuman kecil.

"Gimana kabar Mama? Aku dengar Mama akan mengadakan trading besar beberapa bulan lagi. Semoga lancar ya Ma"

Bumi sedikit tersenyum ragu dan sang ibu hanya menyunggingkan sedikit senyuman yang bahkan hampir tidak terlihat.

"Bumi, penawaran Mama masih sama sejak empat tahun yang lalu dan bukan tanpa alasan Mama datang kesini setelah perjalanan panjang dari beberapa negara hanya untuk menemui investor-investor yang kelak akan menjalin kerja sama dengan penerus perusahaan pusat"

Tidak seperti wanita kebanyakan, sang tetua Angkasa ini tidak suka berbasa-basi. Membuang-buang waktu menurutnya.

Dari sini Bumi sudah tahu kalau pembahasaan ini akan lebih memanas mengingat kedua anaknya berada di Bandung. Tempat dimana kandang singa berada.

"Tapi, penawaran kali ini bukan buatmu. Karna Mama tahu kamu pasti akan menolaknya. Penawaran yang sama untuk orang yang berbeda. Antariksa"

Senyuman wanita itu terlihat angkuh dan anggun disatu waktu bersamaan. Umurnya memang sudah menginjak enam puluh dua tahun, tapi raga serta jiwanya masih berkobar layaknya seorang wanita yg baru memasuki angka tiga puluhan.

Annalise tidak tahu, bahwa senyumannya kini berhasil membuat sang anak tengahnya bimbang. Apakah pilihannya kini sudah tepat?


***


Senja menatap alat musik didepannya. Sudah sangat lama sejak terakhir kali dia memainkan keyboard di depan banyak orang. Terakhir saat pensi SMA, itupun karna dia tidak enak dengan teman segrupnya sehingga dia memaksa sang kakak agar diijinkan untuk ikut dalam grup band SMAnya padahal malamnya anak itu harus tidur dengan nassal canula.

Teman-temannya sudah bersiap di atas panggung kecil di depan cafe yang memang sengaja disiapkan dalam rangka donasi bencana alam baru-baru ini. Semuanya telah siap, bahkan Bima sudah berkali-kali melantunkan beberapa lagu dengan dalih tes suara. Anak itu memang sangat menyukai semua hal yang berhubungan dengan vocal, salah satunya berteriak dan tidak santai dalam berbicara.

"Baiklahhh ibu-ibu, bapak-bapak, kakak-kakak, adek-adek semuanya... Yang baik hati, tidak sombong dan rajin menabung, apalagi menabung untuk kebaikan akhirat kelak... Mari kita sisihkan sedikit recehnya, uang seratus ribuan segepok juga nggak papa untuk saudara kita yang terkena musibah meletusnya rasa cinta eh maksudnya meletusnya Gunung Semeru hehe... Maaf ini mulut seksi emang kadang suka keterusan, apalagi kalo liat cewek cantik disebrang sana".

Bima menunjuk seorang wanita yang kini sedang duduk berdua bersama temannya dengan segelas jus buah ditangannya. Wanita itu kebingungan dan pipinya seketika memerah setelah mengetahui bahwa dialah yang ditunjuk oleh Bima.

Senja Sang Angkasa (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang