9. Masa Yang Tak Terlupa

1K 106 3
                                    

Hujan deras beserta petir kembali mengguyur kota Bandung sore hari ini. Berawal dari pagi yang cerah hingga siang yang terik dan diakhiri dengan gumpalan awan hitam disertai petir dan hujan deras yang terasa dingin. Semudah itu cuaca berubah, semudah takdir membalikan keadaan.

Anta sedang mengerjakan beberapa tugas kantor yang ada di laptopnya, sedangkan sang adik duduk disampingnya sembari menyalakan televisi untuk menonton film korea terbaru di Netflix.

Keheningan diruang keluarga itu diiringi dengan jeritan dan keputusasaan orang-orang dalam film korea bergenre thriller terbaru bertema permainan masa kecil tapi dikemas dengan cara yang tragis.

"Kak"

Senja memanggil sang kakak dengan tatapan yang tak lepas dari televisi dan tangan yang terus memasukin keripik kentang berperisai sapi panggang ke dalam mulutnya.

"Hemm"

Begitulah si sulung Angkasa ketika sudah fokus terhadap suatu hal, apalagi pekerjaannya. Matanya tak pernah lepas dari laptop yang ia gunakan. Mengerjakan semuanya dengan baik dan rapi. Si perfeksionis.

"Kangen Gallery kakek. Kita selama disini belum pernah kerumah kakek sama nenek. Mereka tahu nggak kita ada di Bandung?"

"Nanti kita kesana"

Senja mencebikkan mulutnya kesal. Apa yang dikatakan oleh kakaknya hanya akan sebatas angin lalu jika dijawab dengan seadanya seperti itu. Salahnya juga bertanya disaat yang tidak tepat. Tapi Senja benar-benar bosan. Kakaknya tidak memperbolehkannya ikut dalam kegiatan ospek setelah insiden kemarin yang berakhir si bungsu Angkasa itu harus melakukan terapi uap di rumah sakit.

"Kalo kak Anta nggak bisa, aku ajak Bima sama sikembar aja."

Anta menolehkan kepalanya, melihat tajam kearah sang adik yang masih menikmati tontonannya dengan terus mengunyah cemilannya tanpa sadar bahwa hawa disampingnya mulai memanas. Jelas si sulung tidak akan mengijinkan adiknya pergi tanpa pengawasannya setelah insiden kemarin yag membuatnya dihantui rasa khawatir. Pasalnya setelah empat tahun berlalu, tiba-tiba saja kambuhnya Senja kemarin menjadi yang paling parah walaupun tidak harus menginap di RS.

"Besok weekend kita kerumah kakek, mencicipi roti panggang buatan nenek dan melihat galery kakek. Bagaimana? Apa tuan muda Senja sudah puas?"

Senja tertawa mendengar sang kakak berbicara selayaknya seorang asisten orang terhormat.

Anta bahkan rela melakukan apapun untuk Senja. Menuruti semua kemauan anak itu agar hidupnya bahagia. Bahagia sang Senja adalah kebahagian terbesar Antaraiksa. Karna Senja adalah dunianya.

***

Suasana pedesaan yang masih asri menyambut kedatangan Anta, Senja beserta Bima dan sikembar saat mereka telah sampai didesa tempat kakek nenek Senja tinggal. Kakek dan Nenek dari pihak ibu mereka memang hanyalah sepasang tua renta yang tinggal di sebuah desa didekat kota yang masih asri. Tapi keluarga mereka adalah keluarga yang cukup terpandang didesa itu. Sang kakek yang berhasil membuat desa yang awalnya hanya mendapat pemasukan dari bidang pertanian kini juga mendapat pemasukan dari bidang pariwisata. Lukisan-lukisan pada dinding dan bangun didesa itu menarik minat masyarakat luar untuk datang dan berkunjung kesana. Walaupun umur sang Kakek sudah tua tapi jiwa mudanya tak pernah surut. Sang kakek yang sangat diidolakan oleh Senja juga Anta.

Saat pertama kali turun dari mobil, mereka disambut oleh Kakek dan Nenek Senja yang sudah menunggu di depan rumah. Senyum keduanya sangat lembut dan penuh kehangatan membuat mereka berlima memeluk keduanya bergantian dengan lama. Nyaman.

"Kakek udah lama nggak ketemu cucu kakek, kalo liat cuma lewat HP, mana sembuh kangennya"

Mereka semua tertawa sambil menikmati cerita kakek ditemani teh seduh yang telah nenek siapkan, sedangkan sang nenek sendiri sedang menyiapkan beberapa roti ringan yang baru keluar dari panggangan. Wanginya sudah menyebar keseluruh penjuru ruangan hingga ruang tamu. Wangi kue yang baru dikeluarkan dari oven memang hal yang tidak bisa Senja lewatkan.

Senja Sang Angkasa (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang