17. Obat Terbaik

939 101 3
                                    

Brakkkk

"Bagaimana bisa Anak itu bertindak secepat ini?!"

Langit bersungut marah hingga alisnya hampir menyatu. Kabar dari sekertarisnya pagi ini benar-benar membuatnya naik pitam. Anta telah melakukan kerjasama dengan tiga perusahaan dalam kurun waktu satu minggu, sedangkan dia baru satu perusahaan yang berhasil ia rayu untuk menandatangani perjanjian.

Langit memijat keningnya frustasi, kursi yang ia duduki rasanya ingin ia lempar saking emosinya.

"Berfikirlah jernih sayang, jangan emosi. Aku yakin pasti ada jalan keluar."

"Diam kamu! Kalau aku tidak mendapatkan perusahaan Mama, kamu dan anakmu yang akan menanggung semuanya! Dengar itu!"

Astrid, sang istri hanya bisa diam, memilih menundukan kepalanya dari pada membuat sang suami kembali membentaknya. Ia tahu, watak Langit memang keras, penuh ambisi namun akan murka apabila yang ia inginkan tidak bisa ia dapatkan. Selama inipun, ia dan Luka berada di Hongkong atas kehendak Langit tanpa alasan yang jelas. Setelah tahu sang ibu mertua akan turun jabatan, Langit membawa anak beserta istrinya untuk kembali ke Bandung.

"Kamu pulang aja, emosiku lagi nggak stabil."

Langit kembali memijat pelipisnya dan membalikan kursinya menghedap jendela dibelakangnya tanpa menghiraukan sang istri yang berjalan keluar dengan kepala menunduk. Ia ambil ponsel di kantong jas nya dan menelfon seseorang.

"Lanjutkan rencana yang kita bahas kemarin."

Sang pemilik wajah tegas itu menyunggingkan senyum yang tidak dapat diartikan.



***


"Iya kak, iya"

Senja merolingkan matanya lelah. Pasalnya sang Kakak yang sejak pagi-pagi sudah menelfonnya dan langsung mencercanya dengan wejangan-wejangan yang tidam berhenti.

"Jangan iya-iya aja! Nurut sama Om Leon, Faye juga bakal awasin kamu 24 jam. Pokoknya Kakak bakalan marah kalau kamu kaya kemaren lagi. Untung Om Leon bilang, jadi kakak tahu kalo kamu sempet demam. Jangan coba-coba hasut Faye buat sekongkongkol sama kami ya Ja!"

"Jaga diri kamu baik-baik selama Kakak nggak disamping kamu."

Entah, Senja jadi memikirkan sesuatu. Bagaimana nanti jika Anta sudah tidak lagi disisinya? Pergi jauh untuk bekerja atau... Menikah misal?
Senja rasa, ia hanya menjadi benalu karna tidak bisa berbuat apapun untuk Kakaknya. Tapi sebelum itu, ia cukup bahagia dengan apa yang dia lakukan sekarang. Tanpa tekanan dan paksaan seperti di Jakarta bersama Ayahnya.

"Iya Kakak tercintaaaaa. Udah ya, itu ada tamu, aku bukain pintu dulu. Bye, semangat kerjanya biar aku bisa makan enak."

Panggilan langsung ditutup oleh Senja karena tidak enak dengan seseorang yang telah membunyikan bell rumahnya sejak tadi.

"Silahkan mas..." Senja tercengang. "Suk".

Senja meneguk ludahnya kasar, padahal seseorang dihadapannya sedang tersenyum simpul.

"Gimana kabar kamu, Nak?"

"Ma-Masuk dulu Yah,"

Setelah keduanya duduk di sofa ruang tamu, saat itulah detak jantung Senja semakin cepat. Ada apa Ayahnya kemari? Ini bukan waktu yang tepat karna sang Kakak sedang tidak berada dirumah. Namun bagaimanaoun juga, dia tidak boleh terlalu bergantung pada Anta untuk segala hal kecil, termasuk rasa takutnya.

Sama seperti sebelumnya, Senja dan Bumi hanya saling diam. Senja yang merasa canggung dan Bumi yang bingung untuk memulai pembicaraan. Sejak Senja kecil memang hubungan ayah dan anak itu tidak terlalu dekat. Senja lebih dekat dengan sang bunda sedangkan Bumi lebih banyak mencurahkan kasih sayangnya untuk Anta, si penerus Angkasa.

Senja Sang Angkasa (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang