5. Pilihan Untuk Bertahan

1.1K 117 1
                                    

Suara gonggongan anjing juga ketawa Senja memenuhi halaman belakang rumah keluarga Gauritama siang itu. Selepas sarapan bersama yang diliputi kebahagiaan, Anta berniat akan berkunjung kerumah pamannya untuk mengurus beberapa hal tapi setelah tidak sengaja tahu bahwa Faye akan pergi ke RS tempat dia bekerja tiba-tiba otak modus berkarat si sulung Angkasa bekerja. Dia menawarkan untuk mengantar Faye ketempatnya kerja dengan dalih satu jalur. Maka dengan sungkan Faye menyanggupi tawaran tidak seberapa itu.

Dan tinggallah Senja bersama Chun di rumah si tetangga lama. Mega, selaku ibu rumah tangga disana mendekat kearah dimana Senja duduk dengan Chun yang saling bercanda. Hatinya menghangat seketika.

"Chun akrab banget nih sama Senja, pake pelet apa sih??" Gelak tawa si ibu anak satu itu mengundang kekehan geli dari Senja. Anjing samoyed putih yang didepannya masih saja mengendus wajahnya.

"Senja suka sama hewan Tan".

"Wahhh pantes Chun bisa luluh sama kamu, tante kira dia bakal didalam kandang terus karena baru pindah"

Tante Mega ikut menyamakan tinggi tubuhnya dengan si anjing putih kesayangan. Mengelus bulu halus Chun seperti yang Senja lakukan.
Padahal umur Chun belum ada empat tahun, tapi tubuhnya sudah setinggi anak 5 tahun. Masih ingat jelas didalam kepalanya saat anak dari tetangga terdekatnya sekaligus teman karib selama kuliahnya itu masuk ke halaman belakang rumah lewat pagar berlubang yang cukup untuk dia lewati membawa anjing samoyed putih dalam gendongannya. Faye yang sedang duduk disamping kolam ikan terkejud saat mendengar gonggongan kecil suara anjing di belakangnya. Dan ya, Antalah dalangnya.

Hari itu hari minggu tanggal 14 Februari. Benar, hari valentine. Dibandingkan memberi coklat atau mawar, Anta memilih membelikan seekor anak anjing dengan dalih bahwa jika ia memberi makanan pasti akan habis dan mawar pasti akan layu, sehingga memberi sesuatu berupa makhluk hidup akan bertahan cukup lama jika Tuhan mengijinkan.

Hening cukup lama, Tante Mega memperhatikan Senja dan Chun yang kembali asik bermain lempar tangkap bola. Matahari mulai meninggi, hawa panas di siang hari ini membuat Senja yang memang dasarnya masih harus istirahat mulai kelelahan. Bermain dengan Chun sejak pagi ternyata cukup menyita energi.

"Hah... Hah... Hah..."

Laki-laki bermata sejernih Amber itu mendudukan dirinya di bawah naungan gazebo dekat kolam. Nafasnya naik turun tak beraturan, ia lupa membawa serta inhaler-nya untuk berjaga. Tangannya mengurut pelan dadanya dan berusaha membenarkan jalur pernafasannya.

Hal yang sudah biasa Senja alami sejak hari dimana semua berubah dan terkikis runtuh. Namun hal biasa ini selalu berhasil membuat ia teringat masa kelamnya, masa dimana semua kesialan berawal dan mulai melemahkan sendi-sendi pertahanannya.

Andai...

Jika saja...

Harusnya...

Semua kata itu berputar di kepalanya, banyak penyesalan yang ia dapat hanya karna pemikiran buruknya sendiri.

Usaha untuk menormalkan tarikan nafasnya akhirnya membuahkan hasil setelah beberapa menit penuh usaha dan membuka kembali kenangan lama.

"Hahhh..."

Hembusan nafas panjangnya menandakan betapa lelahnya ia harus bergumul dalam masalalu. Enggan berlari karna Senja merasa ini adalah hukuman, dan yang ia tahu hukuman harus dijalankan bukan ditinggalkan.

"Senja!!!"

Tante Mega tiba-tiba berlari mendekatinya. Wanita itu terlihat khawatir saat mendapati wajah anak 19 tahun itu pecut tak berona. Tangannya terulur untuk menyibak poni si remaja yang memandang wanita dihadapannya dengan senyuman seakan berbicara bahwa ia baik-baik saja.

Senja Sang Angkasa (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang