16. Si Perasa dan Si Pendiam

795 113 6
                                    

Langit sore hari ini begitu gelap. Sepertinya akan ada badai. Tapi sampai jam lima saat ini hujan belum nampak akan turun. Anta kembali dari kantor lebah awal, lusa ia akan memulai perjalanan bisnis ke beberapa negara untuk menemui para investor yang dulu dekat dengan sang kakek. Ia tidak boleh lengah ataupun tertinggal dari Langit Angkasa. Pamannya itu begitu ambisius, jadi Antapun juga tidak ingin kalah ambisiusnya kali ini.

Anta memasukan mobilnya kedalam garasi, sedikit heran ketika lampu-lampu rumah telah nyala, biasanya ARTnya hanya akan menyalakan lampu teras sebelum menyelesaikan pekerjaannya lalu pulang.

Anta menghela nafas ketika melihat sang adik ternyata sedang berbaring di sofa ruang tamu. Kebiasaan Senja yang sangat susah dihilangkan.

 Kebiasaan Senja yang sangat susah dihilangkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Senja bangun dulu Dek."

Senja bergeming, dia hanya menghela nafas malas lalu kembali merapatkan tubuhnya disofa.

"Hahhh dasar bungsunya Angkasa, kebiasaan cuma naik ke kamar aja malesnya minta ampun."

Tanpa pikir panjang Anta langsung mengangkat tubuh Senja, mendudukannya lalu menggendong sang adik di punggung lebarnya. Mungkin Senja terlalu lelah, bahkan dia tidak membuka matanya sama sekali saat dipindahkan ke punggung tegap sang Kakak. Hanya sesekali begumam dan memanggil nama Anta dengan tidak jelas.

Anta lumayan heran sekaligus khawatir saat merasakan bahwa tubuh Senja kini terlampau ringan. Beberapa minggu ini memang ia jarang bisa mengantar Senja terapi, dan ia hanya mengetahui kondisi Senja dari Faye.

Setalah meletakan sang adik dikasurnya, Anta kembali mengamati wajah Senja yang baru ia sadari wajah sang adik terlihat lebih tirus, kemana pipi cubby yang suka ia gigit itu? Bahkan Senja terlihat lebih pucat dari biasanya. Apa saja yang telah ia lewatkan sebagai seorang Kakak?

Anta menjadi bimbang, lusa ia akan segera pergi ke Belanda, lalu dilanjutkan ke beberapa negara lain untuk menemui para investor. Apa yang akan terjadi jika ia meninggalkan adiknya sendirian? Pantaskah ia disebut Kakak jika merawat adiknya saja dia tidak becus?

***


Senja tengah menikmati sarapan serealnya dengan si Lucky yang telus mengusapkan kepalanya di kakinya.

"Hari ini check up nya sama Kakak ya Ja."

"Loh, katanya besok udah pergi? Emang nggak ada yg disiapin lagi?."

Anta duduk sembari membawa Lucky kepangkuannya lalu mengelus-elusnya sebentar sebelum menjawab peryanyaan Senja. Wajahnya dibuat semurung mungkin, tapi justru mimik wajah itu membuat Senja heran dan aneh, sebenarnya lebih ke arah jijik. Wajah murung Anta adalah hal yang bisa dikatakan lucu tapi juga memelas di waktu bersamaan. Senja ingin tertawa saja rasanya.

"Emang kamu nggak bakalan kangen sama Kakakmu yang paling baik dan perhatian ini? Kakak aja berat ninggalin adik kesayangan kakak, tapi adiknya Kak Anta ini malah biasa saja. Kaya ada yang patah tapi bukan ranting."

Senja Sang Angkasa (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang