10. Tentang Kasih Sayang

878 103 2
                                    

Senja sedang sibuk dengan peralatan dapurnya. Pagi ini sang kakak sepertinya akan bangun lebih siang karena tengah malam tadi saat jatum jam mengarah ke angka dua dini hari sang kakak masih terlihat duduk di depan layar komputernya. Senja tidak sengaja melihatnya lewat sedikit celah pintu ruang kerja sang kakak saat ia akan mengambil air minum.

Jadi pagi yang cerah sedikit mendung ini si bungsu Angkasa telah siap dengan beberapa bahan makanan yang ia iris debgan trampil dan panci yang sudah mengepulkan asap harum bau makanan. Memang dibandingkan sang kakak, sibungsu Angkasa ini lebih hebat dalam memasak. Saat Bunda masih ada Senja selalu menemaninya masak, kadang ikut merusuh dengan dalih membantu.

Drrttt Drrrttt

Ponselnya yang ia letakan di saku celemek bergetar, Senja segera mencuci tangannya dan mengankat ponselnya, namun satu nama yanh tertera di nama panggilan itu membuatnya sedikit bergetar. Netranya terbelalak dan ragu untuk mengangkat panggilan itu.

Ayah

Bahkan satu nama itu saja membuatnya sekacau ini. Dengan tangan yang sedikit bergetar, ia geser bilah panggilan.

"Hallo Senja"

Suaranya masih sama saat terakhir kali Senja dengar di bawah rintik hujan, dengan nada yang sama dan makna yang juga sama.

Senja diam, ia tidak tahu harus membalas apa.

"Ayah lagi di Bandung, kita bisa ketemu hari ini?"

Bahkan Ayahnya tidak menanyakan kabarnya ataupun kabar Kakaknya. Senja sedikit kecewa, namun keterdiamannya adalah sebuah jawaban bagi sang Ayah.

"Ayah tunggu siang ini di cafe teman kakakmu"

Dan panggilan terputus sepihak dari sang Ayah. Senja bingung, tangannya masih gemetar, dan ingatannya kembali ke saat dimana hujan sedang deras mengguyur ibu kota, sang kakak beradu argumen dengan ayahnya, saling berteriak hingga tangan Ayah terangkat dan siap menampar anak sulungnya, tapi apa yang terjadi adalah Senja yang terjatuh di hadapan kakaknya setelah mendapatkan tamparan keras di pipi sebelah kiri hingga ujung bibirnya sedikit berdarah dan tanda merah jelas tercetak di wajah pucatnya.

Semua orang terkejut, begitu juga sang ayah yang masih berdiri terdiam setelah melakukan kesalahan besar.

Entah, Senja yang sudah tidak enak badan sejak pagi kini malah bertambah sesak dengan rasa Shock yang tiba-tiba membuat dadanya serasa terhimpit batu besar.

Anta mendekati sang adik dengan tatapan khawatir. Tapi matanya berkilat marah saat ia menatap sang ayah hanya diam tanpa melakukan apapun.

"Mulai sekarang, jangan temui aku kalau ayah belum sadar dengan pilihan ayah!"

Ia memapah sang adik untuk segera keluar dari kediaman si Bumi. Hatinya masih diliputi emosi namun pikirannya tidak lepas dari rasa khawatir saat diperjalanan sang adik mulai tidak sadarkan diri. Kalut, emosi, marah, sedih, kecewa semua hal bercampur menjadi satu dan rasa khawatir mendominasi lebih banyak saat itu.

Dan berakhirlah mereka di RS dengan Senja yang langsung mendapat penanganan medis juga Anta yang duduk gelisah menunggu kondisi Senjanya. Hanya Senja yang ia punya dan memang selalu seperti itu setelah sang bunda tidak lagi menjaga mereka melalui sentuhan lembutnya.

***

Sejak tadi Senja hanya mengaduk-aduk sarapannya tanpa minat. Padahal semua yang ia masak adalah makanan kesukaannya juga sang Kakak. Tapi sejak beberapa waktu lalu setelah telephone berakhir suara sang Ayah terus menerus terngiang di kepalanya, membuat nafsu makanya tiba-tiba lenyap.

Senja Sang Angkasa (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang